NovelToon NovelToon

Kesabaran Elisa

Bab.1

Seorang anak kecil menangis di bawah pohon, hari ini hujan turun sangat lebat. Anak kecil berusia 10 tahun basah kuyup, sambil duduk menatap dagangannya. Dagangannya masih banyak, sedangkan hujan turun sangat lebat.

Elisa gadis kecil yang tidak pernah merasakan kebahagiaan, waktunya dia habiskan untuk membantu orang tuanya berjualan kue keliling. Terkadang Elisa menjadi pelampiasan kemarahan ibunya ketika jualannya masih banyak yang tersisa. Gadis kecil ini harus merasakan kerasnya hidup karena keadaan ekonomi orang tuanya sangat susah.

Elisa setiap hari sebelum berangkat ke sekolah dan pulang sekolah harus berjualan gorengan keliling. Tanpa lelah Elisa berkeliling menjajakan kue, tak perduli panas terik dan hujan. Elisa tetap semangat menjajakan kue, Elisa walaupun masih kecil dia tau keadaan orang tuanya yang susah.

"Hiks hiks hiks!" Elisa menangis kedinginan sambil mendekap tangannya dan merasakan kedinginan.

"Jualannya masih banyak, bagaimana ini." Elisa menatap dagangan dengan raut kesedihan air matanya mengalir deras.

Elisa, anak yang tak berdosa selalu menjadi pelampiasan kemarahan Nia ibu angkatnya.

Bukan hanya memarahi, kadang Nia mencubit lengan, paha Elisa saat Elisa melakukan kesalahan. Saat jualannya tidak laku, Nia selalu murka dan memarahi anak angkatnya itu.

Hujan semakin deras, suara guntur bersahutan. Setiap suara guntur, Elisa menutup kedua telinganya. Elisa ketakutan, tapi dia lebih takut saat ingat kemarahan ibunya. Bayangan wajah ibunya saat marah membuat Elisa ketakutan.

"Elisa di mana jam begini belom pulang, pasti keluyuran itu anak!" Nia sangat marah sambil bertolak pinggang.

"Ada apa bu, dari tadi mondar mandir begitu?" Iwan merasa heran pada istrinya.

"Anak kesayangan kamu itu keluyuran nggak pulang-pulang." Nia tampak kesal.

"Bukankah ibu yang menyuruh dia jualan, kenapa sih bu?" ucap Iwan tak mengerti dengan sikap istrinya.

"Ahhh, bapak bilang kasian sama dia, bapak tidak kasian sama ibu! Uang belanjaan yang bapak kasih itu kurang." Nia menatap tajam suaminya dan penuh kemarahan.

"Bapak cari Elisa, kasian hujan lebat. Dia takut guntur pak." Siska memohon pada ayahnya.

Duaarrrrrrrrrr (Suara guntur sangat keras)

"Aaaaaaaaa!" Elisa teriak ketakutan dan menutup kedua telinganya, dipangkuannya dagangannya semakin basah dan tidak mungkin untuk dijual lagi.

Iwan mencari Elisa dengan menggunakan motor bututnya. Ke sana ke mari Elisa tak tampak, badan Iwan basah kuyut. Hujan tak kunjung reda justru semakin lebat. Iwan mulai putus asa dan badannya terasa capek karena seharian dia pun bekerja.

"Di mana kamu nak?" Iwan berhenti di depan toko dengan wajah lesu.

Elisa berjalan menuju pulang ke rumah dengan membawa barang dagangannya yang belum habis. Badan basah kuyup, dia benar-benar kedinginan. Langkahnya sangat berat untuk pulang. Karena hasil yang dia bawa tidak memuaskan. Takut kena marah ibunya.

Elisa memegang perutnya dia sangat lapar, karena dari pulang sekolah dia belum makan. Saat Elisa berjalan, Elisa menoleh ke samping ada penjual roti. Elisa berhenti dan menatap roti yang ada di toko itu.

Pemilik toko pun melihat Elisa, dia merasa iba dan memanggil Elisa.

"Nak, sini!" pemilik toko itu memanggil Elisa.

"Iya tante." Jawab Elisa, bibir Elisa terlihat membiru karena kedinginan.

"Ini roti buat kamu ya, kamu makan." Pemilik toko itu memberi satu bungkus roti kecil dan menatap iba pada Elisa.

"Rumah kamu di mana nak, kenapa hujan-hujanan? nanti dicari orang tuanya lho." Pemilik toko itu membelai rambut Elisa dengan lembut dan matanya terlihat berkaca-kaca. Tidak tega melihat gadis sekecil itu harus ikut mencari uang, pemilik toko itu memikirkan jika anaknya yang berada diposisi Elisa.

"Elisa pulang sekolah jualan tante, tapi gara-gara hujan. Kuenya tidak laku tante." Jawab Elisa polos dengan wajah yang sedih, air matanya sudah tak membasahi pipinya.

"Hmmm gitu, boleh tante beli kuenya?" Pemilik toko itu menyodorkan beberapa lembar uang.

"Eh jangan tante kuenya sudah rusak. Gak boleh di makan!" Elisa berusaha menolak.

"Ga papa nak, kuenya tidak tante makan kok. Ini untuk kamu, anggap hadiah dari Tuhan kamu sudah berusaha." Pemilik toko itu tersenyum lembut namun hatinya merasakan ngelu.

"Makasih tante, tante cantik baik lagi." Puji Elisa sambil tersenyum polos.

"Hehehe, kamu juga cantik nak rajin lagi." Pemilik toko mengelus pundak Elisa dan tersenyum penuh kasih sayang.

"Tante, Elisa pamit ya. Nanti bapak sama ibu nyariin." Elisa mencium tangan pemilik toko itu.

"Iya nak, hati-hati ya di jalan!" ucap pemilik toko itu tersenyum kagum pada gadis kecil yang terlihat ceria itu.

Elisa berjalan dengan semangat, tidak peduli hujan lebat dia ingin cepat sampai di rumahnya.

"Bapak kenapa sendiri, mana anak itu?" tanya Nia bertolak pinggang di depan suaminya.

"Sudah bapak cari kemana-mana tidak ketemu bu." Jawab Iwan tampak lesu.

Saat Nia memarahi suaminya, tiba-tiba Elisa datang dengan keadaan yang basah kuyup.

"Assalamualaikum bapak, ibu." Sapa Elisa dengan lembut.

"Elisa, bapak nyariin kamu nak." Wajah Iwan seketika ceria lalu memeluk Elisa.

"Heh dari mana kamu? bikin panik orang tua saja." Hardik Nia pada Elisa sambil menarik baju Elisa.

"Elisa berteduh lama bu, ini jualannya habis." Elisa memberikan uangnya pada ibunya dengan bibir gemetar karena merasakan kedinginan.

Nia mengambil uang dari tangan Elisa dengan kasar dan menghitung uang pemberian Elisa.

"Sana mandi, baru makan!" Perintah Nia dengan kasar.

"Jangan kasar begitu bu, kasian." Iwan mengingatkan istrinya.

"Kebiasaan terlalu manjain, jadi seenaknya sendiri dia!" ucapnya kesal kemudian berlalu dari hadapan Iwan.

"Hmmmm!" Iwan menggeleng-gelengkan kepalanya bingung dengan perilaku istrinya.

Elisa bergegas ke kamar mandi, sedangkan kakaknya sudah menyiapkan air hangat untuk Elisa. Meskipun hanya kakak angkat, Siska sangat menyayangi adiknya itu. Adik satu-satu yang sangat Siska sayangi. Elisa tidak pernah menyadari jika dia hanya anak angkat, sehingga ibunya memperlakukannya berbeda dari kakaknya.

"Tidak seharusnya Elisa jualan bu, dia masih kecil. Tugas dia belajar, bermain sama teman seusianya. Tugas mencari uang biar bapak!" ucap Iwan lirih sambil nonton tv dan menikmati secangkir kopi.

"Enak saja bapak ngomong, uang yang bapak kasih itu tidak cukup pak. Lagian cuman jualan nggak berat, dia bisa main sambil jualan. Nggak usah manjain anak angkat itu!" ucap Nia kesal dengan suara pelan.

"Bu, jangan pernah ungkit-ungkit dia anak angkat lagi!"

"Emang kenyataannya, iya kan?" Nia menatap penuh kemarahan.

"Terserah ibu, bapak capek." Iwan beranjak dari kursi lalu keluar ke teras depan, hujan masih turun sangat lebat. Iwan duduk di teras termenung memikirkan Elisa, dia terlihat sedih karena belum bisa menjadi ayah yang baik.

Saat Elisa dititipkan padanya dia berjanji akan membahagiakan Elisa, namun kenyataannya justru Elisa menderita dan ikut mencari nafkah. Iwan termenung, perih yang dia rasakan.

Bab.2

Pagi ini seperti biasa Elisa sudah membantu ibunya bersih-bersih rumah sebelum ke sekolah. Ibunya sibuk di dapur membuat jajanan yang akan dibawa Elisa. Elisa biasa menjual sambil berjalan ke arah sekolah, jika belum habis Elisa menjual pada teman-temannya.

Elisa tampak lelah sekali karena kemarin kehujanan, tapi dia harus ke sekolah. Elisa adalah anak yang cukup cerdas. Dia mendapat peringkat 1 di sekolahnya. Meski dia sibuk membantu ibunya, Elisa tidak pernah lupa untuk meluangkan waktu untuk belajar.

Elisa selalu membawa buku pelajarannya saat berjualan, sehingga saat ada kesempatan Elisa membuka materi yang diajarkan gurunya di bawah pohon tempat dia istirahat berjualan keliling.

Elisa tampak buru-buru melangkahkan kakinya menuju ke sekolah. Elisa tidak ingin terlambat tiba di sekolahnya.

"Hmmm, bakal telat aku hari ini!" batin Elisa merasa khawatir.

"Nak sini, ibu beli kuenya!" tiba-tiba seorang ibu ingin membeli kuenya.

"Iya bu," Elisa berlari ke arah seorang ibu dengan wajah senang.

Ternyata tetangga ibu itu juga ikut beli, Elisa melayani mereka dan jajanannya habis. Elisa lalu sadar bahwa dia sudah terlambat ke sekolah.

"Huhhhhh, bisa terlambat aku nanti." Elisa pun berlari menuju ke sekolahnya.

Ternyata benar saat Elisa tiba di sekolahnya dengan napas terengah-engah karena berlari, tapi pagar sekolah sudah tertutup. Elisa tampak lesu, bingung. Dia berdiri di depan pagar sekolah, penjaga sekolah menghampiri Elisa.

"Elisa, kenapa kamu terlambat nak? sudah dari tadi temanmu belajar." Penjaga sekolah menatap kasian pada Elisa.

"Maaf pak, Elisa harus jualan dulu." Jawab Elisa menatap sedih.

"Ya sudah masuklah nak." Satpam itu membukakan pagar dan membiarkan Elisa masuk. Penjaga sekolah sangat mengenal Elisa karena Elisa siswi yang sangat rajin.

Elisa menitipkan tas jualannya di pos jaga. Kemudian Elisa berlari menuju kelasnya. Jantung Elisa berdetak sangat kencang, takut dimarahi ibu gurunya.

Tok tok tok (Berulangkali Elisa mengetuk pintu kelas)

Terdengar langkah kaki sepatu Ibu guru yang sedang mengajar lalu berjalan ke arah pintu, dan melihat Elisa berdiri di depan pintu.

"Elisa!" Ucap ibu guru terkejut melihat Elisa terlambat.

"Maaf bu, Elisa....!" Elisa tertunduk gemetaran.

"Masuk, dan berdiri di depan!" Ibu guru dengan tatapan tajam menunjuk ke arah samping meja guru.

"Elisa, berdiri kamu!" perintah Ibu guru dengan menatap tajam.

"15 menit kamu terlambat Elisa, kamu pintar. Tapi, kamu tidak disiplin!" ibu guru membentak Elisa.

Elisa hanya tertunduk, takut menatap wajah ibu gurunya. Elisa pun merasa bersalah karena sudah terlambat hari ini.

"Berdiri dan angkat 1 kakimu. Lalu, tarik kedua telingamu dengan tanganmu!" ucap bu guru dengan tatapan kemarahan.

Elisa menatap sebentar ke wajah ibu guru.

"Loh, lakukan jangan menatap ibu. Kamu melawan ibu guru?" ibu guru semakin geram melihatnya.

"Tidak bu!" Elisa menunduk dan semakin gemetar, air matanya seakan ingin berontak dari pelupuk manik-manik matanya. Tapi, dalam hatinya gadis kecil itu terus berusaha kuat dan tidak ingin menangis.

Elisa melakukan perintah ibu gurunya, berdiri di depan teman-temannya. Elisa sangat malu baru kali ini mendapatkan hukuman karena tidak disiplin. Elisa tau ibu gurunya sangatlah disiplin dan akan menghukum jika ada siswa-siswi yang terlambat.

"Hahahahahaha!" Teman-teman Elisa tertawa senang melihat Elisa dihukum. Mereka saling berbisik dengan teman sebangkunya membicarakan Elisa karena mendapatkan hukuman.

"Liat itu, sepatunya sudah jelek ya. hahaha...!" terdengar Sukma mengejek Elisa. Dia memang sangat membenci Elisa, alasannya karena dia tidak pantas sekolah di sekolah sama dengan dia. Elisa mendapatkan peringkat 1, menjadikan Sukma semakin merasa iri padanya.

"Hahahaha, bajunya liat, jelekkkkk." Ungkap Dion. Dion badannya gendut suka makan, dia suka ambil jajannya Elisa dan tidak mau membayar.

"Hahahahaha, rasain kamu Elisa!" Teman-temannya semakin menertawakan.

"Diam-diam anak-anak. Kita tidak boleh merendahkan teman!" ibu guru menasehati mereka agar mereka tenang.

"Ini bentuk hukuman ibu guru bagi anak yang tidak patuh pada aturan, mengerti?"

"Iya bu!" Jawab mereka serentak.

Ibu guru melanjutkan pelajaran. Sekali-kali ibu guru Maya melihat ke arah Elisa. Anak-anak dengan serius mengerjakan latihan soal yang diberikan ibu guru.

Nanda dan tegar menatap kearah Elisa. Mereka berdua adalah sahabat baik Elisa. Tegar berasal dari keluarga kaya, tapi hatinya baik. Nanda juga sama dengan tegar. Nanda dan tegar tampak kasian melihat sahabatnya itu.

Tegar menatap dan mengacungkan jempol sambil tersenyum. Elisa Membalas senyuman. Nanda justru yang merasa sedih, bukan karena Elisa dihukum. Tetapi, karena hinaan teman-temannya.

Teng teng teng

Bel istrihat berbunyi

"Anak-anak kumpul tugasnya lalu kalian istirahat!"

"Horeeeeee!" Jawab mereka serentak lalu berhamburan keluar kelas.

"Elisa, kamu boleh istirahat. Besok jangan diulangi lagi!"

"Iya bu." Elisa mencium tangan ibu gurunya, Elisa merasa bersalah karena terlambat hari ini.

"Hey kawan, semangat aku bersamamu." Tegar mengajak tos sahabatnya.

"Ya lah sahabat kita itu pasti semangat." Nanda merangkul mereka berdua. Mereka pun berjalan bertiga bergandengan tangan sambil tertawa. Elisa sudah melupakan deritanya dan hukuman dari ibu guru. Elisa beruntung mempunyai sahabat sebaik mereka.

Mereka asyik bercanda di taman sekolah, Elisa sudah melupakan ejekan dari teman-temannya. Tapi Elisa sangat merasa bersalah karena sudah terlambat.

"Kenapa kamu bisa terlambat Elisa?" tanya tegar penasaran sambil bermain kelereng.

"Nggak apa-apa." Jawab Elisa tersenyum polos menutupi beban hidupnya, Elisa duduk melihat sahabatnya itu memainkan kelereng.

"Kamu terlambat bangun?" tanya Nanda duduk di samping Elisa.

Elisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu mengambil karet di tas lusuhnya dan memberi isyarat pada sahabatnya itu untuk mengajak bermain bersama. Mereka pun tampak asyik bermain, begitulah Elisa tidak pernah mengingat hal buruk yang selalu menimpanya. Gadis sekecil itu selalu terlihat ceria bagi teman dan sahabatnya.

Jam istirhat telah usai, mereka pun kembali masuk ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. Setelah jam belajar usai, semua siswa kembali ke rumah masing-masing.

"Elisa, main ke rumahku yuk!" ajak Nanda pada Elisa, Nanda merangkul pundak Elisa sambil berjalan beriringan meninggalkan kelas.

"Iya Elisa, nanti biar aku ke rumah Nanda kita main bareng." Ucap tegar senang.

"Nggak bisa, aku harus bantu ibu." Jawab Elisa tersenyum polos.

"Yah." Terlihat wajah lesu kedua sahabatnya.

Mereka pun sampai di depan sekolah, Nanda mengambil sepeda mininya. Sedangkan Tegar dijemput ayahnya.

"Elisa, Nanda aku duluan ya." Ucap Tegar melambaikan tangannya lalu berjalan menuju mobil ayahnya. Elisa dan Nanda membalas dengan melambaikan tangannya.

"Ayo aku antar pulang!" ajak Nanda menarik lembut tangan Elisa.

"Nggak usah Nan, aku jalan kaki aja." Ucap Elisa menolak dengan senyuman tulusnya.

"Ya udah, aku duluan ya. Daaaa.....!" Nanda pun menaiki sepedanya.

Elisa berjalan kaki menuju rumahnya, meski matahari sangat terik. Elisa tetap semangat berjalan kaki, jarak sekolah dan rumahnya tidak terlalu jauh.

Bab.3

Sampailah Elisa di rumah, Nia sudah siap dengan kue-kue yang akan dibawa Elisa berjualan keliling. Elisa mengganti pakaiannya lalu makan, Nia tampak sibuk mengatur kue-kuenya sambil menghitungnya tanpa memeperhatikan Elisa yang sedang makan.

Elisa hanya makan dengan lauk seadanya, lauk ikan kering sudah cukup untuk mengganjal perutnya. Elisa tidak pernah mengelus dan protes jika makan selalu dengan lauk yang sama.

"Cepat makannya, kamu harus cepat jualan!" ucap Nia dengan wajah masam.

"Iya bu." Jawab Elisa sambil menikmati makanannya, Elisa dengan buru-buru menghabiskan nasinya.

Selesai makan, Elisa pun membawa kue untuk dijual keliling. Seperti biasa, Elisa membawa baskom yang berisi kue dan dia letakkan di atas kepalanya sambil berjalan keliling.

Elisa keliling melewati perkampungan, satu persatu orang-orang membeli kuenya. Elisa sangat semangat ketika jualannya banyak yang membeli.

Hari ini matahari terasa terik, Gadis kecil ini terus melangkah menjajakan jajanannya. Sesekali berjalan sambil bernyanyi. Elisa tampak senang hari ini, jualannya sudah hampir habis. Dalam hatinya berkata, ibunya akan senang Elisa menjual habis jajannya.

Dia berhenti saat melihat penjual es krim, banyak anak-anak berlari mendekati es krim dan mereka tampak gembira. Elisa menatap mereka. Ingin rasanya Elisa mencicipi minuman yang tak pernah ia rasakan. Apalagi cuacanya sangat panas, tenggorokannya terasa ingin menikmati kesegaran es krim itu.

"Eemmm!" Elisa menelan ludah ketika melihat anak-anak seusianya memegang es krim.

"Pengen rasanya makan es krim itu!" Elisa terdiam memandangi mereka, air liurnya seakan ingin keluar.

Seketika dia sadar, percuma memikirkan hal yang tidak mungkin. Ibunya tidak mungkin membelikannya, apalagi gaji bapaknya hanya cukup untuk makan di rumah. Elisa dua bersaudara, Elisa hampir tidak pernah dikasih uang jajan. Sedangkan kakaknya selalu mendapat uang jajan. Ibunya memperlakukan Elisa sangat berbeda dengan Siska kakaknya.

Elisa meninggalkan kerumunan anak-anak yang sedang membeli es krim dan menikmatinya. Elisa sadar dia tidak akan pernah bisa membeli dan merasakannya. Lebih baik dia pulang dari pada dia semakin menulan ludah.

Elisa pun berjalan pulang, di jalan dia melompat-lompat sambil bernyanyi. Dia senang baru sebentar berjualan sudah habis. Jadi dia bisa beristirahat dirumah. Seperti itulah Elisa gadis kecil yang perianh yang tak pernah merasa kecewa dengan keadaannya. Gadis polos yang selalu sabar dan berpikiran positif tentang ibunya.

Kreeeekkkkkkk (Elisa membuka pintu rumah)

"Assalamualaikum" Elisa membuka pintu dengan perasaan senang.

"Tumben pulang cepat." Ibunya menatap tajam sambil berkacak pinggang.

"Sudah habis bu." Elisa menyerahkan uangnya pada ibunya dengan wajah bahagia.

"Sana makan lalu cuci piring, ibu cape mau tidur!" Nia mengambil baskom kosong dan uang di tangan Elisa lalu meninggalkan Elisa menuju kamar.

Elisa tak bisa berkata apa-apa, diapun mematuhi ibunya. Dia pun menuju dapur untuk makan. Selesai makan dia cepat-cepat cuci piring. Karena dia ingin sekali tidur siang.

Praaaakkkkkkk

Tak sengaja Elisa memecahkan gelas.

Elisa tampak ketakutan, dia berusaha menyembunyikan pecahan gelas itu. Tapi ibunya sudah terlanjur mendengar.

"Apa yang pecah itu?" Ibunya teriak dari dalam kamar.

"Iii...ii...tuu bu." Jawab Elisa dengan suara terbata-bata. Elisa tampak gemetar ketakutan.

"Heh, dasar kamu ya." Nia sudah dihadapan Elisa lalu menarik telinga Elisa.

"Aduh sakit bu." Elisa berusaha melepas tangan Nia, Nia justru semakin menjadi-jadi dan mencubit lengan Elisa.

"Aduhhh...!" Elisa meringis kesakitan.

Siska hanya bisa melihat adiknya dengan rasa kasian tanpa bisa berbuat apa-apa. Siska sangat paham dengan ibunya jika sedang marah.

"Malam ini kamu tidur di gudang, paham!" Nia membentak Elisa.

"Ampun bu, Elisa takut kecoa bu." Elisa gemetaran sambil memohon, air matanya menetes di pipinya.

"Tidak ada ampun bagi anak bandel kayak kamu, ngerti!" hardik Nia dengan tatapan melotot.

"Bereskan pecahan kaca itu!" perintah Nia dengan menunjuk sisa pecahan di bawah.

Elisa pun membereskan pecahan kaca, air matanya pun terus mengalir. Tubuhnya terasa gemetaran, dadanya terasa sakit.

"Ibu maafin Elisa bu!" Elisa terus memohon.

Tapi ibunya tidak memperdulikan lalu berpaling dari hadapan Elisa. Nia sangat marah dengan Elisa, Nia sudah membenci Elisa apapun kesalahan kecil Elisa. Nia akan meluapkan kemarahannya, karena di hati Nia sudah ada kebencian dengan anak angkatnya itu.

"Awas kamu Siska kalau sampai ibu lihat kamu bantu adikmu, kamu juga tidur di gudang!" Nia mengancam siska

Siska tidak bisa berbuat apa-apa. Dia lalu pergi membantu ibunya memasak. Perasaan Siska pun sakit ketika melihat adiknya selalu mendapat hukuman dari ibunya. Siska tau, kenapa ibunya sangat membenci Elisa kerena dia hanyalah anak angkat ibunya.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 Setelah mereka makan. Nia tidak mengurungkan niatnya untuk menyuruh Elisa tidur di gudang. Saat Elisa mau ke kamar, Nia tampak marah.

"Elisa, kamu mau ke mana? sudah berani ya melawan." Nia menarik tangan Elisa dengan kasar.

"Ampun bu!" Elisa menangis badannya gemetaran.

"Masuk ini hukuman untuk anak yang suka melawan!" Nia mendorong tubuh Elisa lalu mengunci gudang dari luar.

"hiks hiks hiks!" Siska hanya menangis melihat adiknya diperlakukan seperti itu.

"Bapak tolong Elisa pak, Elisa tidak nakal pak!" Elisa memanggil-manggil bapaknya. Tapi malam ini Iwan tidak pulang. Dia harus menjaga gudang padi milik juragannya.

"Hiiii...!" Elisa tampak ketakutan. Di dalam gudang sangat gelap dan kotor. Elisa harus tidur dengan tumpukan barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai dan banyak sarang laba-laba. Elisa duduk di pojokan dengan memegang kedua kakinya, dagunya dia tempelkan di lututnya.

"Aaaaaaaaa....!" Elisa terperanjat dari duduknya. Di kakinya ada seekor kecoak. Badannya semakin gemetaran, air matanya mengalir deras membasahi pipinya.

Rasa kantuknya pun hilang berubah menjadi rasa ketakutan. Dia sangat takut dengan kecoak. Memejamkan mata pun tak bisa. Hingga malam sangat larut. Dia berusaha memejamkan matanya tapi sulit terpejam. Kedinginan dan ketakutan sangat menghantui.

Semalaman Elisa tidak bisa tidur, dia hanya duduk gemetaran dan terus menangis.

Keesokan harinya, Nia membuka gudang. Elisa masih tertidur pulas. Nia membangunkan Elisa, Tapi Elisa tidak bangun. Lalu Nia mendekati Elisa, memegang Elisa. Ternyata badannya panas, Nia panik dia takut kepada suaminya perilakunya nanti ketahuan. Dia lalu menggendong Elisa ke kamar. Nia pun terpaksa membuatkan obat tradisional untuk Elisa.

Elisa bangun, kepalanya terasa berat sekali. Hari ini Elisa terpaksa tidak sekolah karena sakit. Elisa pun demam, kepalanya terasa sangat sakit dan badannya sangat panas.

Nia panik bukan karena kasian pada anak angkatnya itu. Tapi, dia takut suaminya akan memarahinya saat dia tahu menghukum Elisa tidur di gudang. Nia tau suaminya itu sangat menyayangi anak angkat yang sangat dia benci dan tidak dia harapkan keberadaannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!