Anara & Oktara
Hari ini adalah hari pertama pernikahan Anara, walaupun mungkin menjadi seorang Istri adalah idaman dari dulu sampai sekarang tapi ia merasa kalau misalkan pernikahan ini adalah bukan pernikahan kedua orang yang saling mencintai satu sama lain.
Setelah akad nikah ia sudah resmi menjadi seorang Istri. Ia harus pindah ke rumah yang sudah mereka rencanakan ketika di awal pembicaraan sebelum menikah. Rumah yang sangat begitu besar dan megah membuat hidupnya menjadi aman dan nyaman, tapi ternyata itu hanya sekedar kiasan belaka banyak hal yang terjadi hari ini yang tidak diketahui oleh orang-orang di luaran sana.
Ketika sudah membuatkan secangkir kopi di pagi hari Oktara yang seharusnya sebagai Suami yang menyambut seorang Istri yang baru saja membuatkan minum untuknya malah tidak meminum sama sekali. Ia malah menangis begitu saja tanpa berpamitan atau mengecup puncak kepala Anara. Bahkan masuk ke dalam mobil pun sama sekali enggak pamit.
“Cie enggak nyangka banget ya lo udah menikah juga. Sekarang giliran gue yang belum menikah ya ampun kenapa waktu berjalan begitu cepat ya? Dan ternyata lo udah menemukan kebahagiaan lo setelah lo putus sama pacar lo yang dulu.”
“Siapa bilang gue bahagia? Gue sama sekali nggak bahagia kok gue menikah karena terpaksa doang nggak ada maksud apa-apa buat bahagia. Ya dia sih gadis sederhana yang nggak nikah naik kok tapi gue sama sekali nggak cinta sama dia apalagi tertarik,” ucapnya yang begitu percaya diri masuk ke dalam ruangan kerja.
“Dari dulu sampai sekarang lo nggak pernah berubah selalu aja menyepelekan apa yang ada di sekitar lo. Kenapa sih kayak gitu banget jadi orang seharusnya lo beruntung dapatin orang yang beneran cinta sama lo!” Akbar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan sikap sahabatnya yang dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah selalu saja memikirkan diri sendiri dan selalu saja egois tentang apa yang ada di dalam dirinya tidak pernah memikirkan orang-orang yang benar-benar peduli kepadanya dan sekarang di saat menikah pun seperti ini juga sikapnya.
Anara sudah bisa melakukan pekerjaan rumah dari dulu sebelum menikah kedua orang tua mengajarkannya untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak tergantung dengan siapapun. Rasanya lelah banget merapikan setiap sudut di rumah ini karena tenaganya begitu kecil dengan rumah yang begitu besar tidak sebanding.
Oktara melihat rumah yang begitu rapi malah biasa aja dan menyuruh Anara untuk membuatkan minum untuknya. “Ini Mas,” ujarnya yang duduk di samping Oktara. Kedua matanya menyuruh untuk menjauh darinya ia menyalakan laptop yang ada dihadapannya mengecek pekerjaan yang belum selesai ketika di kantor tadi.
“Kamu ingat ‘kan pernikahan kita bukan pernikahan yang benar-benar pernikahan yang diinginkan tapi hanya sekedar kedua orang tua kamu belum bisa membayar hutang. Dan saya sebenarnya bisa bayar hutang-hutang kamu tapi karena saya ingin membalas apa yang saya rasakan kepada mantan pacar saya maka dari itu saya menerima tawaran tersebut dari kedua orang tua saya jadi kamu jangan berharap saya akan mencintai kamu apa lagi sayang sama kamu. Selepas mandi saya mau makan malam kamu sudah persiapan makan malam?” Anara mengangguk paham dan ia berdiri dari tempat duduknya menuju ke arah dapur untuk memasak.
Ternyata ketika membuka kulkas tidak ada bahan apapun di sana karena mereka baru saja menikah dan pastinya belum membeli bahan-bahan pokok. Karena ia tidak kehabisan akal dengan cepat pun antara berpamitan untuk ke supermarket yang tidak jauh dari rumah untuk membeli bahan-bahan minim agar bisa makan nanti malam. Ternyata Oktara tidak sejahat itu ia memberikan sejumlah uang untuk membeli bahan pokok di supermarket.
2 kantong plastik akhirnya sudah dibeli dengan cepat Anara membuat makanan seadanya di kompor yang masih saja baru dibungkus dengan plastik.
Setelah beberapa menit sekitar 15 menitan akhirnya tercium aroma masakan yang sudah tersaji di meja makan. Anara menyajikannya di atas meja untuk makanan pertama kalinya bersama Suami. Ketika ia ingin mengambilkan secentong nasi atau beberapa nasi ke atas piring Oktara malah menolak ia mengambil paksa dari tangan Anara dan mengambil sendiri. Ucapan kasar yang keluar dari Oktara membuat Anara malah terdiam, wejangan Mama yang selalu diingat adalah selalu menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan selalu jadi Istri yang bisa nurut sama Suami.
“Kamu sendiri nggak makan? Kok lihatin saya kayak gitu banget sih? Kamu jangan terlalu baper sama saya nanti kamu bakalan jatuh cinta, kalau misalkan kamu jatuh cinta sama saya nanti kamu bakalan sakit hati karena saya nggak akan pernah mencintai kamu. Jadi menurut saya kita berpura-pura aja menjadi Suami dan Istri yang harmonis di depan orang-orang.”
“Apakah Mas tidak mencintai aku? Atau bahkan tidak berusaha untuk membuka hati Mas? Aku janji bakalan menjadi Istri yang baik buat Mas. Kita sudah berumah tangga dan kita juga sudah menjalin hubungan serius bahkan kita menikah sekarang masa Mas nggak mau sih membuka hatinya untuk aku?” Oktara malah tertawa dengan ucapan Anara, ia sama sekali nggak peduli apa yang diucapkan orang yang ada dihadapannya sekarang. Laki-laki egois sepertinya tidak pantas mendapatkan perempuan yang baik Anara.
“Kayaknya saya lapar lagi deh tolong ambilin nasi yang ada di hadapan kamu itu dong.” Ketika Anara ingin mengambilnya ia tak sengaja menjatuhkan nasi yang ada di atas rantang, sebagai Suami sama sekali tak ada respect sedikitpun ia membiarkan dan menunggu nasi yang diambil oleh Anara.
“Makasih banyak ya. Jangan lupa buat dibersihkan, oke? Oh iya untuk belanja bulanan kamu bisa pegang kartu kredit saya untuk berbelanja. Kamu juga bisa gunakan semau kamu untuk beli keperluan rumah dan keperluan kamu juga.” Oktara memberikan kartu debit miliknya untuk keperluan yang ada di rumah ini.
“Kenapa Ya Allah seperti ini? Kenapa hidupnya malang sekali? Aku yakin Mas Oktara bakalan sayang dan cinta sama aku, tapi kapan? Kenapa aku tidak bisa membuat diriku bahagia? Kenapa?” batinnya yang sambil mencuci piring di dapur. Sedangkan perutnya terasa lapar karna keroncongan.
Oktara lebih memilih duduk di ruang tamu untuk mengerjakan tugas kerja yang belum usai di laptopnya. “Iya hallo? Iya saya sendiri? Ada apa ya?”
“Oh ya udah kalau gitu, saya akan segera ke sana.” Mematikan ponselnya, menaruh ke dalam saku. Mematikan layar laptop yang baru saja menyala. Ia keluar rumah tanpa pamit dan memberitahu akan kemanapun tak ada.
Anara merapikan taplak meja yang sudah ia rapikan tadi. Suara guntur terdengar dari dalam rumah, rupanya di luar sedang hujan. Ia berharap Oktara sudah sampai di tujuan. “Semoga aja Mas Oktara sudah sampai.” Perutnya yang terasa lapar pun menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu, ia mengambil nasi yang masih sedikit tersisa di atas meja mengambil lauk seadanya supermaket yang baru ia buat tadi. Rasanya lahap banget ketika menyuapkan ke dalam mulut, meminum segelas air di atas meja yang belum minum lalu ia teguk dengan satu kali tegukkan saja.
Setelah makan dan mencuci piring ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, karna sudah mengantuk. Membiarkan pintu terkunci di luar dan kalau pulang Oktara pun akan mengetuk pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Notyours
semangat tor
2024-10-12
0