Akhirnya mereka sampai juga di sebuah mall, Oktara sibuk memilihkan baju-baju yang pantas untuk dikenakan oleh Anara. Bahkan di ulang tahun Anara kali ini ia sengaja membelikan baju-baju lebih sebagai tanda ucapan ulang tahunnya. “Mahal sekali Mas,” ucapnya yang melihat harga yang tertera di sana. Oktara hanya tersenyum saja dan tetap mengambil baju pilihannya tersebut.
“Sudah kamu ambil saya, biar saya yang bayar. Habis dari sini saya ingin belikan kamu sepatu lalu setelah itu kita makan soalnya perut saya lapar sekali.”
Memilih baju yang sangat banyak ditambah juga sepatu yang terus saja ia coba satu persatu di kaki Anara. “Mas kayaknya sudah cukup deh ini, ini aja banyak banget kayaknya kalau misalkan kebanyakan bakalan mubazir juga mendingan beli dua aja udah cukup kok.”
“Ya sudah kalau gitu dua aja Mbak.” Oktara dengan cepat membawanya ke kasir dan membayar semua belanjaan hari ini, setelah mereka sudah membeli semua yang mereka inginkan atau lebih tepatnya yang Oktara inginkan kini giliran mereka untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.
Drama tiba-tiba saja di mulai ketika Anara memegang beberapa tas kertas yang isinya cukup berat sedangkan Oktara sebagai seorang laki-laki malah berjalan lebih santai di depan dengan tangan kosong memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kanan dan kiri. Lalu ia masuk ke dalam sebuah restoran dan memesan menu makanan.
“Ya ampun kamu pelan-pelan dong jalannya lihat tuh barang-barang di dalam tas keluar-keluar ‘kan?” Anara langsung saja meminta ma’af lalu memasukkan barang-barang ke dalam tas yang tidak kuat atau kokoh. Sayangnya drama masih berlanjut kertas yang dipenuhi dengan barang-barang tersebut rupanya jebol dan membuat barang-barang itu terjatuh kembali ke lantai. Oktara hanya bisa menggelengkan kepala.
“Ya sudah kalau gitu kamu tunggu sini biar saya beli barang terus dapatin plastiknya jangan ikut saya lagi sini aja. Kamu paham kan maksud saya apa?” Anara mengangguk dan duduk di samping barang-barang yang sudah berserakan di atas sofa.
Banyak sekali pengunjung pengunjung restoran yang datang, dan makanan mereka sudah sampai Anara meminta ma’af atas barang-barang yang berserakan di atas sofa. Ini adalah kecerobohan yang ia lakukan yang memfatalkan semuanya. “Makasih ya Mbak terima kasih banyak.” Setelah makanan ditaruh di atas meja ia merasa kebingungan makanan yang ia lihat sekarang berbeda sekali ketika berada di rumah makanan orang kaya ternyata beda banget dengan makanan orang-orang pada umumnya. Tataan yang begitu rapi membuatnya sulit untuk memakan di bagian mana terlebih dahulu.
“Kok kamu nggak makan aja sih makanan yang saya pesan tadi?” Anara menggeleng karena ia takut kalau misalkan gak makan bareng jadi dia menunggu Oktara terlebih dahulu biar makan bareng-bareng.
“Ya udah kalau gitu kita makan bareng-bareng.” Sebelum itu Anara mengucapkan do’a terlebih dahulu. Agar apa yang ia masukkan ke dalam pencernaan nantinya bakalan menjadi bermanfaat.
“Ya udah sini saya bawa aja soalnya tadi ‘kan kamu udah kecapean bahwa sekarang giliran saya buat ngebawa barang-barang yang saya beli ‘kan tadi.”
“Kamu sama Istri kamu ya?” tunjuknya dengan cepat melihat ke arah Anara yang berpenampilan sangat biasa sekali.
“Kamu ngapain ke sini?”
“Hahaha aneh deh kamu, ini ‘kan mall ya boleh siapapun yang ke sini. Kalian banyak sekali beli baju?”
“Kita pergi saja dari sini.” Oktara menarik Anara yang terdiam saja, bingung harus mengatakan apa.
“Dia siapa Mas?”
“Dia mantan tunangan saya, sudah lupakan saja tidak terlalu penting juga,” ucapnya yang masuk ke dalam mobil ketika mobil sudah ia nyalakan. Anara masih mematung dan memikirkan perempuan yang tadi yang jauh lebih cantik ketimbang dirinya.
“Ngapain kamu di situ? Mau saya tinggal?” Anara masuk ke dalam mobil.
“Dia ngapain sih malah ada di Mall,”
“Mas tadi ngomong apa ya kayaknya nggak kedengeran?”
“Enggak kok saya enggak ngomong apa-apa nggak ada yang dibeli lagi ‘kan? Kalau misalkan nggak ada kita langsung pulang aja ya.” Anara mengangguk atas ucapan tersebut.
Selama di perjalanan mereka tidak ada obrolan mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Menara yang memainkan ponselnya melihat teman-temannya yang masih bisa ngumpul-ngumpul sedangkan dirinya yang sudah berumah tangga sangat sulit untuk bertemu. “Kalau misalkan pengen ketemu sama teman-teman kamu ya udah silakan aja saya nggak akan pernah larang tapi yang paling penting adalah kamu tahu waktu pulang ke rumah.” Rupanya diam-diam Oktara melihat apa yang dilakukan oleh Anara.
“Iya Mas aku kalau misalkan pengen ketemu sama temen-temen aku, aku bakalan izin kok. Lagian gak boleh kalau misalnya aku jalan tapi gak berpamitan sama kamu ‘kan jadi dosa. Mereka lagi ngumpul-ngumpul ya reuni kecil-kecilan gitu.”
“Ya udah kalau misalkan lain kali pengen jalan saya bakal izinkan kamu dan perlu kamu ingat tanpa kamu minta izin pun saya bakalan kasih.”
“Makasih banyak ya Mas udah mengizinkan aku ketemu sama temen-temen aku.”
“Jangan terlalu berterima kasih yang berlebihan saya nggak masalah juga kok tentang hari ini dan sangat biasa banget. Mulai sekarang dan nanti kamu pakai ya baju-baju yang saya beliin nanti saya bakalan beliin yang baru lagi juga. Dan nanti ketika saya ketemu sama klien usahakan kamu harus berwibawa dan elegan biar kamu nggak kelihatan norak.”
“Emangnya baju-baju aku selama ini nggak bagus ya makanya kamu beliin yang baru?”
“Sudah kamu jangan ngebahas lagi yang terpenting adalah saya beliin kamu baju dan baju yang saya pilih itu pasti bagus dan mahal. Jangan mempertanyakan yang lebih banyak.”
Sampailah mereka di rumah, Oktara memasukkan barang-barang yang ada di dalam bagasi lalu membawanya ke dalam rumah. “Ternyata Mas Oktara perhatian juga ya. Cuman dia cuma malu-malu doang dan gengsi kalau misalkan dia beneran suka sama aku aku janji jadi Istri yang baik dan sholehah buat dia biar jadi kebanggaan dia nantinya.”
Hari sudah malam Anara pun menutup gorden -gorden yang sudah dibuka tadi pagi ditutup kembali lampu-lampu juga ia nyalakan. “Mas Oktara lagi teleponan sama siapa ya? Kok kayaknya sembunyi-sembunyi kayak gitu sih?” Kebetulan di samping Oktara ada handuk Oktara yang biasanya ia pakai kalau selesai mandi. Ketika Anara mendekat dan memberikan handuk dengan cepat Oktara mematikan ponselnya dan menaruh ke dalam kantung celana.
“Kalau misalkan kamu datang bilang-bilang dong janganlah datang kaya hantu aja saya ‘kan jadi kaget.”
“Iya Mas, kalau boleh tahu tadi Mas teleponan sama siapa? Kok kayaknya sembunyi-sembunyi dan ditutup-tutupi kayak begitu sih? Aku enggak mempersalahkan kok dan mempermasalahkan kalau misalkan ada hubungannya dengan pekerjaan.” Oktara langsung terdiam atas pertanyaan tersebut. Dengan cepat ia mengambil handuk yang diberikan oleh Anara dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Ya Allah kira-kira siapa ya orang tersebut semoga saja pernikahan kami berdua selalu dilindungi atasmu. Dan hamba hanya berserah dengan apa yang sudah engkau berikan kepada kami mudah-mudahan kami dilindungi dari orang-orang yang ingin menjatuhkan kami ingin merusak rumah tangga kami, aamiin.” Anara berpasrah kepada Allah SWT agar dilindungi dari sesuatu yang tidak baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments