Hari ini adalah hari pertama pernikahan Anara, walaupun mungkin menjadi seorang Istri adalah idaman dari dulu sampai sekarang tapi ia merasa kalau misalkan pernikahan ini adalah bukan pernikahan kedua orang yang saling mencintai satu sama lain.
Setelah akad nikah ia sudah resmi menjadi seorang Istri. Ia harus pindah ke rumah yang sudah mereka rencanakan ketika di awal pembicaraan sebelum menikah. Rumah yang sangat begitu besar dan megah membuat hidupnya menjadi aman dan nyaman, tapi ternyata itu hanya sekedar kiasan belaka banyak hal yang terjadi hari ini yang tidak diketahui oleh orang-orang di luaran sana.
Ketika sudah membuatkan secangkir kopi di pagi hari Oktara yang seharusnya sebagai Suami yang menyambut seorang Istri yang baru saja membuatkan minum untuknya malah tidak meminum sama sekali. Ia malah menangis begitu saja tanpa berpamitan atau mengecup puncak kepala Anara. Bahkan masuk ke dalam mobil pun sama sekali enggak pamit.
“Cie enggak nyangka banget ya lo udah menikah juga. Sekarang giliran gue yang belum menikah ya ampun kenapa waktu berjalan begitu cepat ya? Dan ternyata lo udah menemukan kebahagiaan lo setelah lo putus sama pacar lo yang dulu.”
“Siapa bilang gue bahagia? Gue sama sekali nggak bahagia kok gue menikah karena terpaksa doang nggak ada maksud apa-apa buat bahagia. Ya dia sih gadis sederhana yang nggak nikah naik kok tapi gue sama sekali nggak cinta sama dia apalagi tertarik,” ucapnya yang begitu percaya diri masuk ke dalam ruangan kerja.
“Dari dulu sampai sekarang lo nggak pernah berubah selalu aja menyepelekan apa yang ada di sekitar lo. Kenapa sih kayak gitu banget jadi orang seharusnya lo beruntung dapatin orang yang beneran cinta sama lo!” Akbar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan sikap sahabatnya yang dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah selalu saja memikirkan diri sendiri dan selalu saja egois tentang apa yang ada di dalam dirinya tidak pernah memikirkan orang-orang yang benar-benar peduli kepadanya dan sekarang di saat menikah pun seperti ini juga sikapnya.
Anara sudah bisa melakukan pekerjaan rumah dari dulu sebelum menikah kedua orang tua mengajarkannya untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak tergantung dengan siapapun. Rasanya lelah banget merapikan setiap sudut di rumah ini karena tenaganya begitu kecil dengan rumah yang begitu besar tidak sebanding.
Oktara melihat rumah yang begitu rapi malah biasa aja dan menyuruh Anara untuk membuatkan minum untuknya. “Ini Mas,” ujarnya yang duduk di samping Oktara. Kedua matanya menyuruh untuk menjauh darinya ia menyalakan laptop yang ada dihadapannya mengecek pekerjaan yang belum selesai ketika di kantor tadi.
“Kamu ingat ‘kan pernikahan kita bukan pernikahan yang benar-benar pernikahan yang diinginkan tapi hanya sekedar kedua orang tua kamu belum bisa membayar hutang. Dan saya sebenarnya bisa bayar hutang-hutang kamu tapi karena saya ingin membalas apa yang saya rasakan kepada mantan pacar saya maka dari itu saya menerima tawaran tersebut dari kedua orang tua saya jadi kamu jangan berharap saya akan mencintai kamu apa lagi sayang sama kamu. Selepas mandi saya mau makan malam kamu sudah persiapan makan malam?” Anara mengangguk paham dan ia berdiri dari tempat duduknya menuju ke arah dapur untuk memasak.
Ternyata ketika membuka kulkas tidak ada bahan apapun di sana karena mereka baru saja menikah dan pastinya belum membeli bahan-bahan pokok. Karena ia tidak kehabisan akal dengan cepat pun antara berpamitan untuk ke supermarket yang tidak jauh dari rumah untuk membeli bahan-bahan minim agar bisa makan nanti malam. Ternyata Oktara tidak sejahat itu ia memberikan sejumlah uang untuk membeli bahan pokok di supermarket.
2 kantong plastik akhirnya sudah dibeli dengan cepat Anara membuat makanan seadanya di kompor yang masih saja baru dibungkus dengan plastik.
Setelah beberapa menit sekitar 15 menitan akhirnya tercium aroma masakan yang sudah tersaji di meja makan. Anara menyajikannya di atas meja untuk makanan pertama kalinya bersama Suami. Ketika ia ingin mengambilkan secentong nasi atau beberapa nasi ke atas piring Oktara malah menolak ia mengambil paksa dari tangan Anara dan mengambil sendiri. Ucapan kasar yang keluar dari Oktara membuat Anara malah terdiam, wejangan Mama yang selalu diingat adalah selalu menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan selalu jadi Istri yang bisa nurut sama Suami.
“Kamu sendiri nggak makan? Kok lihatin saya kayak gitu banget sih? Kamu jangan terlalu baper sama saya nanti kamu bakalan jatuh cinta, kalau misalkan kamu jatuh cinta sama saya nanti kamu bakalan sakit hati karena saya nggak akan pernah mencintai kamu. Jadi menurut saya kita berpura-pura aja menjadi Suami dan Istri yang harmonis di depan orang-orang.”
“Apakah Mas tidak mencintai aku? Atau bahkan tidak berusaha untuk membuka hati Mas? Aku janji bakalan menjadi Istri yang baik buat Mas. Kita sudah berumah tangga dan kita juga sudah menjalin hubungan serius bahkan kita menikah sekarang masa Mas nggak mau sih membuka hatinya untuk aku?” Oktara malah tertawa dengan ucapan Anara, ia sama sekali nggak peduli apa yang diucapkan orang yang ada dihadapannya sekarang. Laki-laki egois sepertinya tidak pantas mendapatkan perempuan yang baik Anara.
“Kayaknya saya lapar lagi deh tolong ambilin nasi yang ada di hadapan kamu itu dong.” Ketika Anara ingin mengambilnya ia tak sengaja menjatuhkan nasi yang ada di atas rantang, sebagai Suami sama sekali tak ada respect sedikitpun ia membiarkan dan menunggu nasi yang diambil oleh Anara.
“Makasih banyak ya. Jangan lupa buat dibersihkan, oke? Oh iya untuk belanja bulanan kamu bisa pegang kartu kredit saya untuk berbelanja. Kamu juga bisa gunakan semau kamu untuk beli keperluan rumah dan keperluan kamu juga.” Oktara memberikan kartu debit miliknya untuk keperluan yang ada di rumah ini.
“Kenapa Ya Allah seperti ini? Kenapa hidupnya malang sekali? Aku yakin Mas Oktara bakalan sayang dan cinta sama aku, tapi kapan? Kenapa aku tidak bisa membuat diriku bahagia? Kenapa?” batinnya yang sambil mencuci piring di dapur. Sedangkan perutnya terasa lapar karna keroncongan.
Oktara lebih memilih duduk di ruang tamu untuk mengerjakan tugas kerja yang belum usai di laptopnya. “Iya hallo? Iya saya sendiri? Ada apa ya?”
“Oh ya udah kalau gitu, saya akan segera ke sana.” Mematikan ponselnya, menaruh ke dalam saku. Mematikan layar laptop yang baru saja menyala. Ia keluar rumah tanpa pamit dan memberitahu akan kemanapun tak ada.
Anara merapikan taplak meja yang sudah ia rapikan tadi. Suara guntur terdengar dari dalam rumah, rupanya di luar sedang hujan. Ia berharap Oktara sudah sampai di tujuan. “Semoga aja Mas Oktara sudah sampai.” Perutnya yang terasa lapar pun menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu, ia mengambil nasi yang masih sedikit tersisa di atas meja mengambil lauk seadanya supermaket yang baru ia buat tadi. Rasanya lahap banget ketika menyuapkan ke dalam mulut, meminum segelas air di atas meja yang belum minum lalu ia teguk dengan satu kali tegukkan saja.
Setelah makan dan mencuci piring ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, karna sudah mengantuk. Membiarkan pintu terkunci di luar dan kalau pulang Oktara pun akan mengetuk pintu.
Di ulang tahun ini sangat berbeda banget dari sebelum-sebelumnya apalagi status yang sudah beda yang sudah tidak sendiri lagi. Tak ada ucapan dari keluarga itu adalah hal yang biasa tapi ketika sudah memiliki Suami seharusnya apa yang diinginkan olehnya terjadi dan benar-benar terkabul tapi ternyata malah biasa aja. “Kamu kenapa kok kayak sedih gitu?”
“Nggak papa kok aku sama sekali nggak masalah aku pengen aja di hari ulang tahunku ada yang mengucapkan selamat ulang tahun dan kasih hadiah tapi ternyata itu cuma angan-angan aja dari dulu.” Anara berharap kalau misalkan orang yang dihadapannya mengucapkan selamat ulang tahun.
“Oh, ya udah kalau gitu saya berangkat kerja dulu ya.” Anara mencium tangan Oktara lalu masuk ke dalam mobil. Ia sudah sangat menyangka banget kalau misalkan nggak ada ucapan ya ‘kan emang nggak ada kata cinta di pernikahan mereka berdua.
Mama menelpon di luar ekspektasi ternyata mengucapkan selamat ulang tahun.
Sebenarnya tradisi ulang tahun setiap tahunnya emang nggak ada kata surprise atau kejutan, namun mereka berhadapan langsung dengan Tuhan dan minta dalam hal baik dalam kehidupan.
“Gimana ulang tahun tadi malam ada yang kasih surprise gak sama kamu?”
“Gak ada kok Mah, gak ada tapi nggak masalah juga lagian ngapain sih dirayain atau di ucapkan selamat ulang tahun kan udah bisa berpikir supaya ke depannya lebih baik aja jadi nggak usah berpikiran seperti itu.”
“Ah masa sih? Masa Oktara gak mengucapkan selamat ulang tahun sama Istrinya sendiri?”
“Oh iya ada kok, kebetulan tadi malam dia ngucapin selamat ulang tahun buat aku tapi nggak masalah juga sih dia nggak kasih kado katanya lupa.” Anara tidak mengatakan apa yang terjadi sebenarnya karena tidak mau orang-orang menganggap pernikahan mereka tidak bahagia.
“Oh, nggak masalah sama sekali sih yang penting kalian bahagia. Suami kamu udah berangkat kerja?”
“Udah kok Mah, sudah berangkat kerja baru aja berangkat sekarang aku mau rapi-rapi rumah dulu.”
“Oh ya udah kalau gitu Mama juga mau rapi-rapi rumah sampai ketemu lagi nanti ketemuan kita kabaran aja ya.” Anara mematikan ponselnya lalu memasukkan ke dalam baju yang ia kenakan.
Ia merapikan baju-baju yang masih ada di dalam koper ke dalam lemari kamar mereka. Menatanya dengan baik dan rapi sesuai dengan jenis dan warna. “Aku yakin banget suatu saat kamu bakalan cinta sama aku Mas. Dan aku juga yakin kamu bakalan terima aku apa adanya semoga Allah menyatukan kita berdua dengan ikatan yang benar-benar halal seperti sekarang dan aku berjanji akan menjadi Istri yang baik untuk kamu dan anak kita kelak.” Foto pernikahan mereka terpajang di dalam kamar terlihat foto itu seperti senyum yang tidak tulus dan apa adanya. Anara hanya tersenyum dan berharap kalau misalkan ke depannya bisa terkabul apa yang ia inginkan.
Sengaja hari ini, Anara keluar sebentar untuk membeli kue ulang tahun untuk dirinya sendiri sebagai tanda syukur dalam hidup. Bukan gue yang mahal dan bukan kue yang mewah tapi kue sederhana saja sebagai apresiasi bahwa ia sudah menjadi orang lebih baik hari ini dan semoga lebih baik lagi ke depannya besok atau lusa.
“Hah? Kenapa ada kue ulang tahun siapa yang lagi ulang tahun?”
“Jadi hari ini adalah hari ulang tahun aku tapi nggak masalah sih kalau misalkan gak ada yang ngucapin termasuk Mas,” ucapnya yang tersenyum sedikit merasa sedih karena tidak ada yang mengucapkan apalagi orang yang sekarang adalah suaminya sendiri yang tidak ada bahagia bahagia tak menampilkan hal itu.
“Oh, jadi kamu hari ini ulang tahun ya? Ya udah kalau gitu selamat ulang tahun ya semoga di usia kamu berkah dan lebih baik lagi ke depannya.”
“Iya Mas terima kasih banyak atas ucapannya semoga hubungan kita menjadi keluarga yang langgeng.”
“Kamu jangan berharap kayak gitu karena semakin kamu berharap maka kamu akan semakin kecewa dengan apa yang saya lakukan selama ini sama kamu karena saya sama sekali gak cinta sama kamu.”
“Ya udah kalau gitu tolong dong kamu bersihin sepatu saya sudah kotor soalnya tadi malam saya bertemu dengan klien dan sampai di sana saya harus turun dari mobil menuju kafe jadi agak becek gitu jalanannya. Nanti habis ini kita langsung aja ke mall ya saya pengen kasih hadiah sama kamu ya hitung-hitung supaya saya memiliki rasa kemanusiaan sebagai seorang laki-laki ke istrinya.” Raut wajah yang awalnya merasa kecewa kini berubah menjadi bahagia ternyata orang yang ada di hadapannya sekarang tidak begitu sangat jahat banget ada baiknya juga tapi masih gengsi aja dan ia yakin kalau misalkan suatu saat nanti akan membalikkan perasaan yang mungkin awalnya benci dan awalnya tidak peduli menjadi rasa cinta dan sayang yang tulus.
Rika ke dapur dengan piawai membersihkan sepatu yang kotor di bagian bawahnya. Diam-diam Oktara mengintip apa yang dilakukan oleh Anara menjadi Istri yang baik tapi sampai saat ini ia tidak mencintainya.
Anara ingin menjemur di bagian depan rumah karena matahari cukup bisa membuat sepatu yang baru ia saja dicuci bisa kering. Kak sampai di sana saja membuat Oktara mengikutinya juga tapi dari kejauhan.
Suara dering telepon terdengar dari Nanda mantan tunangan dari Oktara yang masih saja menghubunginya walaupun dia sudah tahu kalau misalkan Oktara sudah menikah dengan perempuan lain. “Ini orang kenapa sih ganggu mulu udah tahu gue udah nikah!”
“Siapa Mas?”
“Enggak bukan siapa-siapa kok, udah selesai? Ya udah kalau gitu kita langsung aja ke mall untuk beli hadiah buat kamu. Tapi kamu jangan pakaian kayak begini ya lebih cantik dan elegan biar saya nggak malu nggak bawa kamu kamu lihat sendiri ‘kan penampilan sayang sangat fashionable dan modis?” ucapan yang seperti itu sangat ketus sekali bagi Anara dalam hati tapi ia hanya mengangguk dan masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Karena tidak memiliki asisten rumah tangga jadi untuk sementara ia melakukan atau mengcover semuanya sendirian.
Banyak sekali baju-baju yang berada di dalam lemari tapi tidak ada satupun baju-baju yang elegan atau baju yang sangat mewah dan motifnya juga sama seperti itu saja biasa karena emang dari dulu ia merupakan perempuan yang emang gak suka yang modis dan lagian juga ekonomi yang tidak bisa menunjang.
Akhirnya ketemulah dengan baju yang bermotif putih dan celana panjang berwarna hitam ditambah dengan kerudung yang berwarna kecoklatan pula senada dengan jam tangan yang ia kenakan. Dengan riasan wajah yang sangat sederhana dan lipstik yang juga tidak terlalu menor. Keluarlah ia dari kamar setelah 15 menit berdandan dan memakai pakaian lalu ada pertanyaan yang membuatnya tercengang dari Oktara.
“Ya ampun ternyata kok sama saja sih kayak pakaian ketika di rumah? Ya udah habis dari sini kita langsung aja ke mall terus saya pengen beliin kamu baju. Biar nanti buat kondangan atau buat jalan-jalan enggak bikin malu.”
“Emangnya pakaian aku norak banget ya? Perasaan menurut-----“
“Udah deh mending kamu ikutin aja apa yang saya ucapin kamu nurut sama saya ya. Ya udah kita langsung aja sudah dikunci belum semuanya. Sepatu sudah saya taruh di depan teras biar nggak kehujanan.” Oktara lebih dulu menyalakan mobil dan menyuruh Anara untuk masuk sendiri ke dalam.
Selama berada di dalam mobil ia terus saja diceramahi untuk bisa berpenampilan yang lebih menarik bisa membedakan penampilan di rumah dan penampilan jalan-jalan gak boleh harus sama.
“Saya itu pengennya kamu berubah apalagi kamu sudah menikah otomatis kamu tidak bisa menyepadankan diri kamu saja tapi harus dengan orang yang ada di samping kamu.”
“Ma’afin aku ya Mas, aku janji kok bakalan berubah, aku minta ma’af ya.”
“Ya udah kalau gitu saya ma’afin tapi jangan diulangi lagi,” jawabnya yang singkat.
Kira-kira akan membuat pangling Oktara nggak sih ketika Anara memakai baju pilihannya? Dan apakah mereka berdua akan jatuh cinta? Jangan lupa untuk buka di bab selanjutnya ya!
Akhirnya mereka sampai juga di sebuah mall, Oktara sibuk memilihkan baju-baju yang pantas untuk dikenakan oleh Anara. Bahkan di ulang tahun Anara kali ini ia sengaja membelikan baju-baju lebih sebagai tanda ucapan ulang tahunnya. “Mahal sekali Mas,” ucapnya yang melihat harga yang tertera di sana. Oktara hanya tersenyum saja dan tetap mengambil baju pilihannya tersebut.
“Sudah kamu ambil saya, biar saya yang bayar. Habis dari sini saya ingin belikan kamu sepatu lalu setelah itu kita makan soalnya perut saya lapar sekali.”
Memilih baju yang sangat banyak ditambah juga sepatu yang terus saja ia coba satu persatu di kaki Anara. “Mas kayaknya sudah cukup deh ini, ini aja banyak banget kayaknya kalau misalkan kebanyakan bakalan mubazir juga mendingan beli dua aja udah cukup kok.”
“Ya sudah kalau gitu dua aja Mbak.” Oktara dengan cepat membawanya ke kasir dan membayar semua belanjaan hari ini, setelah mereka sudah membeli semua yang mereka inginkan atau lebih tepatnya yang Oktara inginkan kini giliran mereka untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.
Drama tiba-tiba saja di mulai ketika Anara memegang beberapa tas kertas yang isinya cukup berat sedangkan Oktara sebagai seorang laki-laki malah berjalan lebih santai di depan dengan tangan kosong memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kanan dan kiri. Lalu ia masuk ke dalam sebuah restoran dan memesan menu makanan.
“Ya ampun kamu pelan-pelan dong jalannya lihat tuh barang-barang di dalam tas keluar-keluar ‘kan?” Anara langsung saja meminta ma’af lalu memasukkan barang-barang ke dalam tas yang tidak kuat atau kokoh. Sayangnya drama masih berlanjut kertas yang dipenuhi dengan barang-barang tersebut rupanya jebol dan membuat barang-barang itu terjatuh kembali ke lantai. Oktara hanya bisa menggelengkan kepala.
“Ya sudah kalau gitu kamu tunggu sini biar saya beli barang terus dapatin plastiknya jangan ikut saya lagi sini aja. Kamu paham kan maksud saya apa?” Anara mengangguk dan duduk di samping barang-barang yang sudah berserakan di atas sofa.
Banyak sekali pengunjung pengunjung restoran yang datang, dan makanan mereka sudah sampai Anara meminta ma’af atas barang-barang yang berserakan di atas sofa. Ini adalah kecerobohan yang ia lakukan yang memfatalkan semuanya. “Makasih ya Mbak terima kasih banyak.” Setelah makanan ditaruh di atas meja ia merasa kebingungan makanan yang ia lihat sekarang berbeda sekali ketika berada di rumah makanan orang kaya ternyata beda banget dengan makanan orang-orang pada umumnya. Tataan yang begitu rapi membuatnya sulit untuk memakan di bagian mana terlebih dahulu.
“Kok kamu nggak makan aja sih makanan yang saya pesan tadi?” Anara menggeleng karena ia takut kalau misalkan gak makan bareng jadi dia menunggu Oktara terlebih dahulu biar makan bareng-bareng.
“Ya udah kalau gitu kita makan bareng-bareng.” Sebelum itu Anara mengucapkan do’a terlebih dahulu. Agar apa yang ia masukkan ke dalam pencernaan nantinya bakalan menjadi bermanfaat.
“Ya udah sini saya bawa aja soalnya tadi ‘kan kamu udah kecapean bahwa sekarang giliran saya buat ngebawa barang-barang yang saya beli ‘kan tadi.”
“Kamu sama Istri kamu ya?” tunjuknya dengan cepat melihat ke arah Anara yang berpenampilan sangat biasa sekali.
“Kamu ngapain ke sini?”
“Hahaha aneh deh kamu, ini ‘kan mall ya boleh siapapun yang ke sini. Kalian banyak sekali beli baju?”
“Kita pergi saja dari sini.” Oktara menarik Anara yang terdiam saja, bingung harus mengatakan apa.
“Dia siapa Mas?”
“Dia mantan tunangan saya, sudah lupakan saja tidak terlalu penting juga,” ucapnya yang masuk ke dalam mobil ketika mobil sudah ia nyalakan. Anara masih mematung dan memikirkan perempuan yang tadi yang jauh lebih cantik ketimbang dirinya.
“Ngapain kamu di situ? Mau saya tinggal?” Anara masuk ke dalam mobil.
“Dia ngapain sih malah ada di Mall,”
“Mas tadi ngomong apa ya kayaknya nggak kedengeran?”
“Enggak kok saya enggak ngomong apa-apa nggak ada yang dibeli lagi ‘kan? Kalau misalkan nggak ada kita langsung pulang aja ya.” Anara mengangguk atas ucapan tersebut.
Selama di perjalanan mereka tidak ada obrolan mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Menara yang memainkan ponselnya melihat teman-temannya yang masih bisa ngumpul-ngumpul sedangkan dirinya yang sudah berumah tangga sangat sulit untuk bertemu. “Kalau misalkan pengen ketemu sama teman-teman kamu ya udah silakan aja saya nggak akan pernah larang tapi yang paling penting adalah kamu tahu waktu pulang ke rumah.” Rupanya diam-diam Oktara melihat apa yang dilakukan oleh Anara.
“Iya Mas aku kalau misalkan pengen ketemu sama temen-temen aku, aku bakalan izin kok. Lagian gak boleh kalau misalnya aku jalan tapi gak berpamitan sama kamu ‘kan jadi dosa. Mereka lagi ngumpul-ngumpul ya reuni kecil-kecilan gitu.”
“Ya udah kalau misalkan lain kali pengen jalan saya bakal izinkan kamu dan perlu kamu ingat tanpa kamu minta izin pun saya bakalan kasih.”
“Makasih banyak ya Mas udah mengizinkan aku ketemu sama temen-temen aku.”
“Jangan terlalu berterima kasih yang berlebihan saya nggak masalah juga kok tentang hari ini dan sangat biasa banget. Mulai sekarang dan nanti kamu pakai ya baju-baju yang saya beliin nanti saya bakalan beliin yang baru lagi juga. Dan nanti ketika saya ketemu sama klien usahakan kamu harus berwibawa dan elegan biar kamu nggak kelihatan norak.”
“Emangnya baju-baju aku selama ini nggak bagus ya makanya kamu beliin yang baru?”
“Sudah kamu jangan ngebahas lagi yang terpenting adalah saya beliin kamu baju dan baju yang saya pilih itu pasti bagus dan mahal. Jangan mempertanyakan yang lebih banyak.”
Sampailah mereka di rumah, Oktara memasukkan barang-barang yang ada di dalam bagasi lalu membawanya ke dalam rumah. “Ternyata Mas Oktara perhatian juga ya. Cuman dia cuma malu-malu doang dan gengsi kalau misalkan dia beneran suka sama aku aku janji jadi Istri yang baik dan sholehah buat dia biar jadi kebanggaan dia nantinya.”
Hari sudah malam Anara pun menutup gorden -gorden yang sudah dibuka tadi pagi ditutup kembali lampu-lampu juga ia nyalakan. “Mas Oktara lagi teleponan sama siapa ya? Kok kayaknya sembunyi-sembunyi kayak gitu sih?” Kebetulan di samping Oktara ada handuk Oktara yang biasanya ia pakai kalau selesai mandi. Ketika Anara mendekat dan memberikan handuk dengan cepat Oktara mematikan ponselnya dan menaruh ke dalam kantung celana.
“Kalau misalkan kamu datang bilang-bilang dong janganlah datang kaya hantu aja saya ‘kan jadi kaget.”
“Iya Mas, kalau boleh tahu tadi Mas teleponan sama siapa? Kok kayaknya sembunyi-sembunyi dan ditutup-tutupi kayak begitu sih? Aku enggak mempersalahkan kok dan mempermasalahkan kalau misalkan ada hubungannya dengan pekerjaan.” Oktara langsung terdiam atas pertanyaan tersebut. Dengan cepat ia mengambil handuk yang diberikan oleh Anara dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Ya Allah kira-kira siapa ya orang tersebut semoga saja pernikahan kami berdua selalu dilindungi atasmu. Dan hamba hanya berserah dengan apa yang sudah engkau berikan kepada kami mudah-mudahan kami dilindungi dari orang-orang yang ingin menjatuhkan kami ingin merusak rumah tangga kami, aamiin.” Anara berpasrah kepada Allah SWT agar dilindungi dari sesuatu yang tidak baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!