Akhirnya laki-laki yang ditunggu pun datang juga ia memasang wajah yang sangat cemberut. “Aku minta ma’af banget ya udah lama banget nih nggak jemput kamu dalam beberapa hari ini.” Ketika Oktara sudah menikah waktu ia terbuang dan menjalani kehidupan yang baru walaupun mereka itu sudah hampir 1 bulan lebih.
“Kenapa wajah kamu dipasang kayak begitu ya udah yuk masuk ke dalam mobil ngapain sih kamu pasang wajah yang kayak cemberut gitu nggak cantik lagi!”
“Habisnya kamu nyebelin banget jadi orang sih!” Nanda masuk ke dalam mobil dipersilahkan langsung oleh Oktara. Nanda tidak mengetahui kalau misalkan Oktara sudah berumah tangga dan memiliki seorang Istri yang sekarang sudah tinggal di rumah bersama-sama. Nanda hanya mengetahui kalau misalkan Oktara sudah hentikan hubungannya bersama Nadia mantan tunangan. Pernikahan Oktara yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat membuat orang-orang yang cukup jauh tidak mengetahui atas berita bahagia tersebut. Jadi masih aman menjalani hubungan mereka berdua, ya walaupun sebenarnya nggak baik dan gak boleh itu sama saja mengkhianati dan menyakiti perasaan Anara yang sama-sama seorang perempuan seperti Nanda.
“Kamu kenapa sih akhir-akhir ini kayaknya beda banget sama aku? Ada sesuatu yang kamu sembunyikan?” Oktara merasa bingung harus menjawab apa pertanyaan dari Nanda orang yang dihadapannya sekarang, semenjak ia menikah ia mencoba untuk menyembunyikan hubungannya bersama Nanda hubungan terlarang seharusnya tidak terjadi lagi karena sudah memiliki keluarga yang baru dan sudah komitmen juga tapi tetap saja ia ingin masih menjalin hubungan kepada Nanda. Dia menikahi Anara hanya sebatas mata untuk memenuhi syarat dari keluarga saja.
“Sudahlah jangan kamu pertanyakan lagi, kamu hari ini mau beli apa biar aku beliin sepuasnya buat kamu mau baju, sepatu atau misalkan barang-barang yang sebisanya buat kebutuhan kamu.” Dengan cepat Nanda pun mengiyakan pertanyaan tersebut ia masuk ke dalam beberapa tokoh untuk memilih barang-barang yang sudah disebutkan tadi.
Banyak sekali barang-barang yang ia ambil. Berbeda sekali dengan Anara yang kebingungan mencari baju atau barang-barang yang biasanya cewek-cewek lakukan.
Setelah selesai membeli barang-barang yang ia kehendaki kini mereka masuk kembali ke tempat yang mungkin banyak sekali barang-barang yang bisa dijadikan pajangan nanti di rumah. “Nggak papa ‘kan kalau misalkan aku belinya agak banyakan soalnya rumah aku tuh agak kurang sih barang-barang yang kayak begini biar mempercantik aja nantinya di sana.”
“Iya tenang aja tinggal kamu beli aja barang-barangnya nanti aku yang bayarin.” Nanda pun tersenyum atas tawaran tersebut ia merasa kalau misalkan Oktara benar-benar mencintai.
“Ngapain sih Anara malah nelpon gue?” Dengan cepat Oktara mematikan dan tidak mengangkat bahkan tidak merasa khawatir kalau misalkan ada terjadi apa-apa dengan Anara di rumah sendirian.
“Siapa kok dari tadi kamu kayak kebingungan gitu sih?”
“Semuanya sudah kamu beli? Ya udah kalau gitu aku bayar langsung aja ya. Jangan ngambek gitu dong mukanya santai aja,” goda aku Oktara kepada Nanda yang sudah dibelikan barang-barang atas keinginannya sendiri untuk menebus ngambekannya itu.
Anara menghentikan memainkan ponsel ketika mendengar suara klakson mobil dari luar dengan cepat ia keluar dan menyambut kedatangan Oktara yang tidak mengangkat teleponnya dari tadi. Dia melemparkan senyum dan menyambut kedatangannya sambil salim sebagai hormat seorang Istri kepada Suami. “Pasti kamu bakal nanyain ‘kan pertanyaan yang ada di?” ucapnya yang sangat keras sekali kepada Anara yang tidak membalas dengan santai dan santun.
Dan ternyata benar dugaan dari Oktara.
“Mas kok dari tadi nggak angkat-angkat emang dia lagi di mana ya perasaan ini udah jam pulang kerja, kenapa dia nggak pulang pulang ke rumah?” Beberapa kali ia menelpon tapi tidak diangkat oleh Oktara.
Anara merasa khawatir karena biasanya pulang jam kerja tepat waktu kini malah jam kerjanya agak sedikit molor sudah 1 jam lebih ia takut kalau misalkan Oktara kenapa-napa.
Ketika ingin menelpon kembali suara ketukan terdengar dari luar mungkin saja itu adalah Oktara yang datang. Raut wajah Oktara merasa kesal ketika Anara terus aja menelponnya. “Kamu kenapa sih nelpon-nelpon saya mulu saya ‘kan lagi kerja, kamu tahu enggak di jalan itu macet,” ucapnya yang memarahi Anara.
Walaupun diomelin Anara tetap mengangguk dan bersyukur kalau misalkan ketakutannya ternyata tidak membuahkan hasil. “Ya sudah kalau gitu kamu siapkan air panas saya mau mandi.” Anara dengan cepat menuju kamar mandi dan mengambilkan air panas yang berada di dalam termos menuangnya ke dalam baskom.
Oktara gak jelas melepas atribut yang ada di pakaiannya dan menaruh ke atas meja beserta dengan ponselnya juga dengan cepat ia mengambil handuk yang sudah ada di samping kamar mandi menyuruh Anara untuk keluar. “Sudah Mas, semuanya sudah aku sediain ya udah kalau gitu aku ke ruang tamu dulu ya untuk rapi-rapi.”
Anara merapikan barang-barang yang berantakan sekali di ruang tamu baru saja ia rapikan ternyata barang-barang dari Oktara. Terbesit dipikirannya untuk membuka layar ponsel yang sejak tadi menyala untungnya tidak terkunci. Sebuah panggilan tidak terjawab dari ponsel Oktara lalu dengan cepat ia membuka ketika kamar mandi masih tertutup rapat karena Oktara sedang mandi di sana.
Sebuah tulisan yang bernama Nanda. “Kira-kira perempuan ini siapa ya? Apakah dia adalah rekan kerja dari Mas Oktara? Tapi kalau misalkan rekan kerja masa teleponnya setiap waktu sih ketika jam kerja?” Sebagai seorang perempuan yang memiliki feeling yang sangat kuat rasa-rasanya ingin menanyakan langsung kepada Oktara.
Ketika terdengar suara gagang pintu yang berbunyi dari kamar mandi dengan cepat ia menaruh kembali ponsel tersebut di atas meja agar tidak ketahuan dan tidak dimarahi. Ia membawa tas dan jas ke dalam kamar mereka berdua itu tetap berada di atas meja. Jadi mereka berdua memiliki 2 kamar mandi biasanya Oktara mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamar tapi kali ini ia mandi di bawah yaitu tepat di dekat ruang tamu.
Oktara mengecek kembali apakah ada pesan dari Nanda rupanya tidak ada lalu ia mematikan kembali dan mengusap-usapkan kepalanya yang sudah berkeramas. “Kenapa gue kangen banget ya sama Nanda? Andai aja gue nikah waktu itu sama dia pasti gue bahagia banget nggak kayak sekarang gue mencintai seseorang yang Cuma sekedar disuruh bukan karena dari hati gue yang paling dalam. Dan kenapa perempuan sebaik dia diperuntukkan oleh laki-laki yang tidak baik kayak gue? Gue tahu kalau misalkan apa yang gue lakukan hari ini tuh salah dan yang pastinya bikin dia sakit hati tapi gue nggak punya perasaan sama sekali sama dia dan kenapa malah Tuhan kasih gue perempuan yang sebaik dia?
Anara baru saja keluar dari kamar dan turun menuruni anak tangga mereka berdua saling tatap satu sama lain. “Kenapa Mas kok bengong?” Oktara membuyarkan pandangannya baru saja ia memikirkan eh malah tiba-tiba perempuan itu berada dihadapannya sekarang.
“Saya boleh nanya sama kamu tapi kamu harus jawab jujur? Apakah kamu mencintai saya dengan tulus? Saya mohon jangan ketawain pertanyaan saya ini!”
“Insya Allah aku mencintai Mas Oktara dengan tulus. Walaupun mungkin sebelumnya kita tidak memiliki rasa satu sama lain tapi saya berusaha mencintai orang yang sudah ma’afkan aku di depan orang-orang yang sangat sakral.”
“Lalu apabila kamu sudah mencintai saya dan berusaha apakah kamu akan mempertanyakan saya akan mencintai kamu juga?”
“Aku yakin cinta itu akan datang ketika kita sudah terbiasa bareng-bareng walaupun sekarang mungkin Mas Oktara tidak mencintai saya.” Dan Oktara hanya tersenyum saja dengan jawaban tersebut yang terkesan klise.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments