Only You
Semua sedang melangkah cepat menuju emergency room, seorang pasien baru saja datang dengan tubuh kejang-kejang. Beberapa dokter menghampirinya, tetapi hanya satu dokter yang berani untuk melakukan peneriksaan, bahkan para perawat juga berada disana hanya diam memperhatikan.
Yang datang kali ini adalah penyanyi yang cukup dikenal, saat hendak pengambilan foto majalah dia tiba-tiba terjatuh dan kejang-kejang.
Meski banyak dokter disana tetapi mereka hanya saling lirik satu sama lain tidak berani mengambil tindakan kecuali kepala rumah sakit.
"Please call doctor adam" ucap dokter sekaligus kepala rumah sakit dengan tegas.
"But sir ..."
Mendengar suara sanggahan dari belakangnya, dokter itu menoleh menatap tajam kearah seorang dokter internship yang sedang berdiri degan gugup.
"If you mind calling him, then you will be my assistant in the operating room" ucapnya dengan tenang.
Intrenship itu langsung saja berlari pontang panting mencari orang yang di maksud Kepala rumah sakit. Bukan tidak mau menjadi asisten dokter kepala saat operasi, tetapi penawaran yang di katakannya tadi adalah bentuk sebuah ancaman karirnya jika dia melakukan satu kesalahan kecil.
"Adam dipanggil profesor Logan untuk menjadi asistennya"
Seseorang dibalik selimut bergerak-gerak merentangkan tangannya merenggangkan otot sebelum duduk diatas kasurnya menatap orang yang mengganggu tidurnya.
"Dokter Weni .... saya kemarin baru menyelesaikan ujiam spesialis langsung disuruh bantu dokter Otto operasi, ini mata baru merem dua jam" gerutunya.
"Regan gak ada waktu lagi, Prof Logan minta lo Dokter Adam jadi asistennya."
Adam Regan Zeroun Ganendra
Para pasien dan dokter senior dirumah sakit memanggilnya Adam, kecuali beberapa dokter yang memanggilnya dengan nama akrabnya, Regan.
Regan dan Weni warga negara Indonesia yang kuliah jurusan kedokteran dinegara ini dan bekerja di rumah sakit yang sama, tetapi Regan yang jauh lebih muda darinya sudah menjadi dokter spesialis lebih cepat darinya, meski mereka mendaftar jurusan kedokteran ditahun yang sama. Jadi jangan kaget jika dokter-dokter senior selalu menghandalkan Regan.
Weni menarik tangan Regan untuk turun dari kasurnya dan menyeretnya ketoilet. "Cepet cuci muka, kalau lo telat gue kena marah Adam Regan."
"Iya iya cerewet ..."
Kemarin dia baru menyelesaikan ujian spesialisnya dan pihak rumah sakit langsung menguhubunginya untuk menjadi asisten dokter Otto. Regan baru saja tidur dua jam lalu, kali ini Prof Logan yang membutuhkan Regan seakan di rumah sakit ini tidak ada dokter lain lagi yang bisa menjadi asisten dokter saat di dalam ruang oprasi.
Lelah?
Jangan ditanya, tapi inilah tugasnya sebagai dokter yang selalu siap kapan saja menelong pasiennya. Lagi pula menjadi dokter adalah cita-cita Regan, jadi dia harus menjalankannya dengan senang hati meski sedang lelah.
Dret ...
Regan mengangkat panggilan masuk dan meletakkannya di telinga tanpa melihat nama si penelpon dan tanpa mengangkat kepalanya dari meja. Dia baru saja selesai oprasi tiga jam lalu dan tertidur dimeja kerjanya, seakan tidak punya tenaga untuk pindah ke kasur yang hanya disamping mejanya.
"Hemz ... siapa?" tanyanya dengan suara lirih.
"Lo jemput kita atau kita yang jemput?"
Meski Regan tidak melihat nama yang menelfon, dia sudah mengenali suara si penelfol, Aslan saudara angkatnya.
"Kalian yang jemput, gue tidur dulu sepuluh menit sebelum sampai rimah sakit telfon, gue mau mandi."
*-*
"Our Dokter Adam Ganendra is here!"
Seruan-seruan mulai terdengar hingga keluar restaurant yang malam ini dibooking untuk pesta kelulusannya sebagai dokter spesialis. Beberapa dokter dan perawat yang tidak mempunyai jadwal jaga malam hadir ikut merayakan pesta kelulusan.
"Tetep aja pakek Adam?, awas dimarahin Bunda loh gak dipanggil Regan"
Dia saudara angkatnya Aslan, yang sudah kembali tiga tahun lalu ke Indonesia meninggalkannya yang masih menggeluti dunia kedokteran di negeri tetangga.
"Gak semuanya kok manggil gue Adam, hanya dokter senior dan pasien aja yang panggil Adam, mereka-mereka semua mah panggil gue Regan" Regan merangkul pundak Aslan yang berdiri disamping kanannya. "Gara-gara Alaric kita telat, tetapi dilihat dari tatapan dokter perempuan, bintang malam ini sepertinya malah Alaric bukan gue."
Regan dan Aslan menoleh pada Javir dan Alaric yang menunduk sibuk dengan ponselnya masing-masing sambil berjalan kearah mereka.
"Dingin" Aslan memasukkan kedua tangannya kesaku celana, "masuk yuk!, lama gak ketemu salju gue jadi membeku bentar lagi."
Mereka berempat masuk bersama berbaur dengan teman-teman tempat kerja Regan, beberapa diantaranya ada yang mengenal Aslan, Javir dan Alaric jadi gampang bagi mereka bertiga untuk berbaur.
"Dokter" salah seorang dokter perempuan mendekati Regan dan Aslan, "selamat sudah menjadi doktor spesialis."
Regan melirik Aslan, "thanks."
"Lama tidak jumpa Gita" Aslan langsung menjulurkan tangannya pada Gita dokter yang mengucapkan selamat pada Regan barusan. "Kamu masih satu rumah sakit dengan Regan?, apa kabar?."
Kebiasaan Regan, selalu saja lupa pada nama orang terutama yang berkelamin wanita, alasannya karena terlalu banyak teori diotak, maka Javir dan Aslan selalu menjadi remainder bagi Regan.
"Baik" Gita menyambut tangan Aslan.
"Kamu kapan balik ke Indonesia?, mau kayak Regan nunggu jadi dokter spesialis dulu?."
"Adam As!" ucap Regan memperingati.
Tetapi tidak digubris Aslan.
Sebenarnya Regan masih mengantuk, tetapi teman-temannya yang dia anggap saudara jauh-jauh datang hanya untuk menrayakan keberhasilannya membuatnya tidak enak hati untuk menolak.
Dret ...
Ponsel yang dia letakkan diatas meja bergetar, Prof Logan.
Regan langsung mengangkat panggilan beliau dan menjauh dari keramaian teman-temannya, jika langsung Prof Logan yang menelfonnya, berarti ada hal penting yang akan beliau sampaikan.
"Ok Prof ... Ok ..."
Setelah memutuskan sambungan telfon mereka, Regan menatap layar hpnya dengan pasrah. Sepertinya meski dia sudah spesialis tetap saja kerjaannya menjadi Asisten para senior di Rumah sakit.
"Kenapa?" tanya Javir berjalan menghampirinya.
Regan mengacak-acak rambutnya, "Prof Logan minta gue ke rumah sakit sekarang."
Tangan Javir menepuk pundak Regan pelan. "Katakan saja kalau capek, dari pada nanti lo buat kesalahn."
Kepala Regan mengangguk, "kalau bilang melalui telfon kurang sopan, pinjam kunci mobil."
^-^
Ditangannya ada satu surat yang membuatnya berdecak berkali-kali, baru saja di lulus ujian Ayahnya sudah bergerak cepat mengirimkan email pada pihak rumah sakit meminta Regn untuk kembali kenegarnya dan menjadi kepala rumah sakit.
"This is a rare thing, so don't waste this opportunity, I think you should accept this offer" ucap Prof Logan tadi.
Ingin sekali Regan membantah jika ini bukan kesempatan, mana bisa dibilang kesempatan jika rumah sakit itu adalah milik keluarganya?.
"Ya udah lo disini nanti kita jemput"
Langkah kaki Regan terhenti, dia menoleh kearah suara perempuan yang berbicara memakai bahasa Indonesia.
"Gue kan ingin liat lo perform Quin"
Quin atau Queen?, Regan menatap wanita itu yang berpakaian sedikit terbuka dicuaca dingin seperti sekarang
"Gue besok perform lagi, udah ah .. gue nanti telat."
"Cepat Quin ..." Seorang pria berteriak memanggil wanita itu.
Regan tersenyum melihatnya, ada juga wanita Indonesia yang kebal dengan dingin.
Setelah wanita itu masuk kedalam mobil barulah Regan berjalan perlahan menuju parkiran mengambil mobilnya, dia malas kembali kepesta jika seperti ini moodnya sudah hancur.
Cit ...
"oh ****" seru Regan menginjak rem dengan cepat.
Nafasnya memburu seketika, seseorang langsung menyebrang jalan begitu saja tanpa menoleh kekanan dan kekiri dna dia hampir menabraknya.
Tunggu ...
Regan baru hampir menabrak dia yakin telah meenginjak rem, tetapi kenapa orang tadi tidak ada?, dengan cepat Regan membuka pintu keluar untuk memeriksa.
"Ya Tuhan ..."
Orang tadi tergeletak didepan mobilnya, sepertinya sengaja terjatuh bukan menyebrang, karena jarak mobil dan orang itu masih berjarak kurang lebih satu meter.
"Please help me!"
Suara yang terdengar suara wanita, secara perlahan Regan membali tubuh didepannya.
wanita itu menatapnya dengan tatapan mata meminta tolong, dada sebelah kirinya keluar darah dan paha kananya juga.
"Please" mohonnya lagi.
Regan membuka pintu jok belakang lalu kembali menghampiri wanita itu membopongnya masuk kedalam mobil.
"Are you a doctor?"
Tanya wanita itu saat melihat jubah dokter putih Regan yang tersampir di samping kursi kemudi.
Regan yang baru saja masuk kedalam mobil terdiam sejenak menatap wanita yang dia tolong dijok belakang dari kaca spion mobil. "Ya" jawabnya dengan nada pelan.
Suara nafas wnaita itu terdengar semakin melemah. "Thank godness, then ... don't go ... to the hospital ... becouse ..."
Tidak terdengar suara lagi, sepertinya wanita itu pingsan dan Regan dengan cepat langsung menginjak pedal gas mobil menuju rumahnya.
^-^
Hai Reader 😉
Ini cerita series ya Reader ! 😇 Tapi bisa dibaca secara terpisah nanti 😆
Mohon dukungannya jangan lupa ⭐🔖🎁👍💬 dan tambah ke rak buku kalian dengan klik 💖 agar tidak ketinggalan tiap kali Author update
Love you 😙 Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Anonymous
Arrrrrr
2024-08-03
0
Cika🎀
regan😍
2022-01-26
0
Dania🌹
baru mulai
2022-01-25
0