"Ayah jenguk Ar yuk?"
Tiba-tiba istri Abra datang menghampiri Abra yang sedang duduk diatas kasur sedang chat dengan Malvin, Sam, Enzo, Javir dan Nanda. Mereka sedang membahas tentang Regan yang menghilang entah kemana selam ini.
Abra meletakkan ponselnya dan menoleh pada istrinya dengan senyum lebarnya. "Bukannya Bunda gak mau ke negara itu lagi, memangnya Ara mau kesana?" tanya Abra.
"Iya sih ..." ucap Ara duduk di kasur samping Abra dengan wajah cemberut. "Disana menakutkan, tapi Bunda kangen Ayah, Ar hanya nlp tidak pernah video call, nomernya selalu di private Bunda kalau kangen gak bisa nelpon. Ini sudah dua tahun loh Yah, kita semua gak ketemu Ar, bahkan lihat wajahnya aja enggak."
Mendengar nada bicara Ara yang sedih membuat Abra menoleh dan mengelus puncak kepala Ara.
Sudah dua tahun Regan menghilang, beberapa kali mereka berhasil melacak keberadaan Regan melalui mesin ATM penarikan uang yang ternyata keberadaan Regan tidak ada dikota itu, dan selama Regan menarik uang selalu di mesin ATM yang rendon di seluruh wilayah Jawa.
Terakhir anak itu menarik uang di bank dengan nominal yang cukup besar, dengan kekanakannya Regan bahkan tersenyum sambil melambaikan tangan kearah cctv membuatnya ingin merantai anak itu jika mereka berhasil menemukannya.
"Tunggu ya ... Ayah lagi banyak kerjaan" ucap Abra memberi alasan.
Ara menghela nafas merebahkan tubuhnya memunggungi Abra. Saat kecil hilla Regan berumur lima belas tahun mereka selalu bersama, meski terpisa saat Regan kuliah diluar negeri, anak itu selalu melakukan video call dengannya mengurangi perasaan rindunya pada Regan.
Abra menatap punggung Ara dalam diam, dia juga merindukan Regan tetapi anak itu susah untuk ditemukan.
Abra ingin mengambil ponselnya untuk kembali chatinggan, tapi sebelum tangannya menyentuh ponselnya, tangan Abra mengambang terdiam sejenak, dia menatap Ara dan ponselnya bergantian.
"Ara kapan Ar menghunungimu?" tanya Abra.
"Minggu lalu" jawab Ara dengan lirih.
"Biasanya dia menghubungimu kapan?"
Zahra menggelengkan kepalanya pelan, "gak tahu pokoknya tiap minggu dia nelpon tapi gak tentu kapan."
Abra mengambil ponselnya mendeal nomer Malvin. "Semua ke rumah sekarang!."
Tanpa babibu bahkan melihat jam, Abra langsung memerintahkan mereka untuk datang. Ara pada awalnya memunggungi Abra sampai duduk mendengarnya tidak percaya.
*-*
"Gila!" seru Javir.
Semua yang berada dalam ruangan itu menoleh kearah Javir.
Kali ini Aslan, Javir dan Alaric berada diruangan yang penuh dengan map-map yang berserakan diatas meja depan mereka.
"Kenapa?" tanya Aslan tanpa menoleh pada Javir tetap dengan fokus menbaca berkas yang dia pegang.
Javir duduk ditengah-tengah antara Aslan dan Alaric. "Ayah minta gue, Papa dan Mas Nanda ke rumah sekarang juga."
Tangan Alaric yang sedang memencet tombol kayboard leptp terhenti menoleh pada Javir, begitu juga dengan Aslan yang meletakkan berkas ditangannya menatap Javir juga.
"Gue mau ngomong gimana?" tanya Javir.
Aslan menganggkat sebelah alisnya, "maksud lo?."
"Ya pakek mulut lah, memangnya dengkul bisa ngomong?" sahut Alaric.
Javir berdecak kesal, "serius Al ... kalau Ayah tahu Regan masih membalas email kita tentang Hotel, lo kebayang gak sih apa yang akan dia lakukan dengan apa yang sudah kita miliki?."
"Bilang saja Ar gak akan balas apapun kecuali tentang hotel" ucap Aslan, lalu tatapan matanya menjadi tajam menatap Javir, "dan jangan coba-coba buka mulut terlebih dulu buat cari muka."
Plak ...
Javir memukul lengan Aslan keras, "lo kira-kira dong kalau ngomong, dalam situasi seperti ini mana bisa cari muka gue."
Semua kembali senyap, bukan diam karena fokus mengerjakan berkas-berkas seperti sebelumnya tapi fokus berfikir tentang Regan.
Mereka berempat juga tidak tahu dimana Regan, anak itu hanya mengaktifkan email saat jam dua belas malam sabtu sekitar satu sampai dua menit saja. Sehingga Javir juga kesulitan mengacak keberadaan Regan.
"Terus lo sekarang berada dikubu mana?" tanya Alaric.
"Dia tidak akan berada dikubu manapun" ucap Aslan penuh keyakinan.
Javir berdiri berjalan mengambil leptop dan memasukkannya kedalam tas.
"Gue netral bro, yang penting semua gak merugikan gue iu saja." ucap Javir sambil tersenyum sarkas melangkah menuju lift.
*-*
Toko S.Ag
Tulisan itu bagitu besar tertulis diatas sebuah ruko yang cukup luas dan dipenuhi oleh para ibu-ibu didepan toko mereka, hingga wajah sang pemjual tidak dapat dilihat dari luar toko.
Bahkan beberapa Ibu-ibu rela berdesak-desakan dengan ibu yang lain untuk berbelanja kebutuham sehari-hari mereka.
"Abang Gan ... bawang sekilo"
"Tomatnya sudah dimasukin belum Adik Gandhi?"
"Arga Ibu dulu kenapa malah punya Ibu Anik yang dihitung."
Cuitan dari para Ibu-ibu memenuhi seluruh toko hingga bising dan telinga pengang, tetapi itu sudah biasa bagi lima orang pria yang melayani mereka. Eit ... jangan salah paham.
Toko S. A g
Toko Sayur Abang ganteng
Yang pada awalnya memiliki nama *F**resh Vegetables* berubah setelah dua bulan mereka membuka toko sayuran menjadi Toko Sayur Abang Ganteng sesuai julukan yang diberi para ibu-ibu pelanggan toko sayur mereka.
Jangan ditanya seberapa ganteng mereka, jika dibanding dengan para arti mereka memang kalah, tetapi jika dibandingkan dengan para abang-abang dan mas-mas penjual sayur jangan ditanya seberapa tampan mereka.
"Bang Aregan sawi habis ..."
Teriakan dari salah satu karyawan terdengar hingga keluar toko.
"Ok"
Terdengar sahut seseorang yang berada didekat pick up membalas teriakan dari dalam toko.
Rambut panjang sebagu, kaos blongan dan celana jeans selutut. Pria itu menyeka rambutnya hingga terlihat wajah tampannya dengan keringat yang membasahi keningnya.
Dia adalah Regan yang sedang mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah karena keringat.
Ibu-ibu muda bahkan maupun tua menatap dengan mata berbinar melihatnya karena tidak mau ketinggalan melihat otot lengan dan baju blongnya yang tidak sengaja tersingkap.
"Bang Aregan biar gue yang bawa" ucap Arga menghampirinya.
Regan mengangguk melangkah mundur. "Gue istirahat ya?"
"Ok bang, si Gandhi udah tidur. Toko biar gue, Megan sama Gali yang jaga."
Regan menepuk bahu Arga sebelum melangkah masuk kedalam toko, menaiki tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Duduk diatas kasur, membuka laci mengeluarkan ponsel jadul bertombolnya mencari kontak telfon bernama Bunda.
melirik jam dinding digital di atas nakas didekatnya menunjukkan jam sepuluh lewat dua puluh tiga menit, Bundanya sekarang sudah tidak sibuk dengan toko rotinya.
Regan kali ini mengeluarkan ponsel androidnya dari dalam nakas, menyeting stopwatch sebelum mendeal nomor Bundanya, dia hanya punya waktu dua menit untuk berbicara dengan Bundanya karena berjaga-jaga agar dia tidak terlacak oleh orang-orang suruhan Ayahnya.
"Halo Bun ..." sapa Regan dengan senyum dibibirnya.
*-*
Salam kenal bagi Readers *yang baru mampir di novel Author 😇
Ini novel ke dua Author di Noveltoon 😉 Alhamdulillah 😇
Bagi seluruh* Readers *yang sudah mampir untuk membaca cerita-cerita Author mohon untuk meninggalkan jejak ya 🙏
Terima Kasih 😇 Love You* 😙 Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Anonymous
ga ngira...kamuflasenya jd abang sayur...
2024-08-03
0
Cika🎀
astagaaaaa 🤣🤣🤣🤣kuduga sudah🤣🤣🤣itu regan tp tak kuduga kalau dagang sayur...
jauh yaaaaaaa dokter ceo jd dagang sayur🤣🤣🤣🤣🤣🤣astagaaaa
2022-01-26
0
Dwi Leo
udah mulai paham nieh sama yg ReQi... semangat ya..
2022-01-23
0