"Kenapa banyak orang?"
Javir memelankan mobil yang mereka tumpangi lalu berhenti tidak jauh dari rumah mereka.
Regan mengeluarkan ponselnya menghububgi Alaric dan Aslan yang tadi berada dirumah.
"Kenapa banyak orang berjas?" tanya Regan to the point.
"Gue gak tahu, tiba-tiba om Enzo datang dengan banyak anak buahnya. Nyuruh gue bawa cewek yang lo ..."
"Cepet pulang sekarang!"
Suara Emma adik Alaric, belum juga Regan bertanya sambungan panggilan telfonnya dan Aslan terputus.
Regan menatap layar ponselnya dengan kening mengerut, berbagai pertanyaan timbul dalam otak Regan, kenapa Enzo membawa anak buahnya?, kenapa demgan wanita itu?, jika tentang Emma dia tidak akan memikirkannya.
"Jalan, itu Om Enzo dan anak buahnya" ucap Regan dengan nada datar.
Bukan niatnya untuk memerintah, tetapi dia mulai menjadi tidak tenang.
Gea, Javir dan Regan keluar dari dalam mobil, berjalan dengan dada deg-degan melewati banyaknya anak buah Enzo, sambil menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
"Regan!"
Enzo dan Salvator pria berumur yang Regan kenal duduk di sofa ruang tamu. Enzo berjalan cepat menghampironya yang masih diam diambang pintu.
"Bisa kita bicara?" tanya Enzo sambil mebatap Regan.
Kepala Regan mengangguk.
"Gea kamu jaga wanita dikamar, lalu suruh Aslan dan Emma keluar" perintah Enzo dengan tegar.
Akankah Gea berfikir dua kali?, tidak dia langsung berjalan bahkan berlari kecil masuk kedalam kamar yang di tunjuk oleh Enzo.
Sedangkan diruang tamu semua duduk disofa dalam diam menunggu Aslan yang baru saja keluar dari kamar.
Kepala Enzo terangkat setelah memeriksa apakan semua sudah lengkap, semua sudah berada disana Regan, Aslan, Javir dan Alaric semua duduk menatap padanya, Emma dan Salvator.
"Apa benar kamu menyelamatkan dia?" tanya Enzo pada Regan to the poin, sambil melirik pada kamar yang ditempati perempuan itu.
Kepala Regan mengangguk membenarkan, "ya."
Enzo melirik Salvator yang diam menatap Regan tajam. "Tanpa tahu dia siapa?" tanya Enzo lagi.
"Apa kita menolong orang harus tahu mereka siapa?" Regan malah balik bertanya.
Suatu hal yang Enzo sadari dari Regan, sifat dan karakternya hampir sama dengan Ayah Regan, teman Enzo dan Hanna saat kuliah. Mereka akan selalu bersikap tenang, tidak suka diperintah tetapi selalu bergerak cepat dalam segala hal.
"Dia anak dari prmimpin Cartel, geng mereka sedang bentrok dengan Kafendal" bekitu tenang Enzo mulai menjelaskan. "Ada kemungkinan dia dikena tembak oleh salah satu anggota Kafendal, dan jika mereka tahu kamu yang menolongnya maka semua yang terjadi dikehidupanmu sekarang akan berbalik."
Jika Aslan dan Javir menatap Regan dengan tidak tenang, maka Regan sebaliknya.
Denagn santai Regan menyandarkan punggungnya kesandaran sofa menatap Enzo, Emma dan Salvator bergantian. "Apa salah jika seorang dokter meneyelamatkan orang yang butuh bantuan?, kenapa dunia kalian tidak pernah mengandalkan hati tetapi otak?" Regan menatap Emma yang juga menatap dalam pada Regan, "dan teori kalian itupun tidak masuk akal semua, pemikiran kalian bertolak belakang denganku."
Semua terdiam, kata-kata terakhor Regan saja semua dapat mengerti bukan hanya tertuju pada semua orang, melainkan kata-kata itu penuh penekanan pada Emma.
*-*
Regan memainkan ponselnya sejak tadi dia bermain game seharian, saat bangun tidur tiba-tiba dia menemukan email dari rumah sakit dia berkerja jika permohonan cutinya diterima oleh pihak HRD rumah sakit.
Seingat Regan dia tidak pernah mengajukan permohonan itu, tetapi dia tahu siapa yang melakukannya, hanya dua orang yang dapat melakukannya dengan alasan keselamatan Regan, Enzo dan juga Javir.
"Standby!" terdengar teriakan Alaric dilantai bawah hingga kekamar Regan.
Kening Regan mengerut sebelum akhirnya dia memutuskan turun kelantai satu.
Sedangkan dilantai satu semua sedang bersiaga menunggu pintu mobil terbuka. Tangan Enzo bahkan sudah bersiap menarik pistol yang dia sembunyikan di belakang punggungnya.
Saat pintu mobil terbuka dan seseorang keluar, Enzo langsung menghela nafas lega. Yang datang Abraham Ganendra, Ayah Regan, teman Enzo sendiri dan Malvin Ayah Javir. Mereka berdua berjalan dengan langkah lebar memasuki halaman runah melewati baberapa anak buah Enzo.
"Mana Ar?" tanya Abra pada Enzo sambil terus melangkah masuk kedalam rumah.
Regan baru saja turun dari lantai dua tersenyum kecil melihat kedatangan Abra.
Sedangkan Abra tetap dengan wajah khawatirnya berjalan cepat menghampiri Regan. "Are you ok?" tanya Abra memutar tubuh Regan.
"I'm ok Ayah" jawab Regan sambil terkekeh kecil.
Buk ...
"Aw ..." Regan meringis.
Abra memukul lengan Regan dengan cukup keras hingga Regan melangkah mundur memegangu lengannya.
"Kamu masih bisa tertawa?" tanya Abra dengan tatapan mengintimidasi dan wajah datarnya.
Regan tidak menjawab dan berjalan dengan wajah kesal kearah sofa ruang tamu duduk disebelah Malvin yang sudah berkutat dengan leptopnya.
"Kamu pulang hari ini juga" ucap Abra tegas.
"No!" tolok Regan.
"Kamu tidak sedang berada diantara dua pilihan Adam Regan Ganendra!" ucap Abra dengan suara rendah penuh penekanan.
Regan berdecak menyisir rambutnya yang sudah tertata rapi melampiasakan kekesalannya. "Aku baru saja lulus ujian belum wisuda, aku tidak mau pulang begitu saja."
"Keselamatan kamu yang lebih utama dari pada hadir saat wisuda nanti."
"Keselamatan apa?, I'm fine Dad."
Abra melangkah dengan lebar berdiri begitu dekat dengan Regan yang duduk. "Kamu" Abra menunjuk pundak Regan dan menekannya, "belum sadar dengan posisimu sekarang?, Cartel dan Kafendal dua geng mafia yang tidak terkendali. Romanov yang ditakuti banyak mafia masih kalah begis dengan mereka. Why?, because they don't use brains tapi mereka menggunakan otot."
Regan tersenyum sarkas, "mafian mah sembilan puluh persen semua begitu Ayah, menggunakan otot mereka. I'm just helped her, why am I being blamed instead?, I'm a doctor and that's my job."
"I know but Ar, she is ..."
"Patients you shouldn't be helped"
Wanita itu berdiri diambang pintu kamar dengan wajah datar menatap kearah mereka semua satu persatu lalu menarik sebelah sudut bibirnya saat menatap Alaric yang menatapnya denganntatapan datar juga.
"Hello Beb?" sapanya berjalan dengan menyeret sebelah kaki.
Regan yang melihatnya langsung berdiri menghampiri wanita itu dan membantunya berjalan duduk di sofa.
"I'm not your Beb anymore" desis Alari mengalihkan tatapan matanya.
Javir, Regan dan Aslan saling tatap lalu melirik pada Alaric yang cuek tidak menghiraukan tatapan bertanya dari ketiga sahabatnya.
"Mantan pacar Alaric Lorenzo Romanov saat Junior High School" Emma membuka suara menatap wanita itu dengan datar menjawab pertanyaan dalam benak ketiga laki-laki di sana.
"No!" Alaric menyangkalnya.
Emma tersenyum sarkas melirik Alaric yang memelototinya..
"Meliza Dexon putri satu-satunya keluarga Calter, yang menjabat sebagai Cartel warlord" lanjut Emma lalu menatap Regan. "Salah satu alasan kenapa dia diburu Kafendal dan itu salah satu alasan hidup kamu terancam."
*-*
*Thanks udah mampir 😉
Jangan lupa dukungannya ya Say ⭐🔖🎁👍💬
Love you 😙* Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Cika🎀
baru aja lulus udah tegang hidup regan😌😉
2022-01-26
0
Dwi Leo
selalu dukung author... 😊🥰
2022-01-21
0