Istriku, Dhia
"Bagaimana ... apa sudah dapat tentang informasi pemilik perusahaan itu?"
"Belum, Pak. Sepertinya pemilik perusahaan tersebut menyimpan rapat-rapat privasinya."
Terdengar suara sahutan dari balik ponsel pria paruh baya yang sedang menyeruput secangkir kopi dimeja makan itu.
"Dasar bodoh! begitu saja kamu tidak becus."
"Maaf, Pak, Malik. Tapi saya janji dengan bapak, saya akan berusaha semampu saya untuk menggali informasi tentang pemilik perusahaan itu."
Suara dari balik ponsel itu terputus ketika Rossa menghidangkan sebuah roti panggang dengan selai kacang diatas meja.
"Mana anak itu. Apa dia menyetujuinya?"
"Dhia ... "Suara Rossa terputus saat mendengar langkah kecil menuruni tangga.
"Itu dia ..." Malik bergumam menyeringai. Melihat Dhia yang turun dengan wajah dingin. Gadis itu berpenampilan sederhana. Bersiap memulai rutinitas pagi untuk pergi ke kampus."Bagaimana, sayang? Mamamu pasti sudah bercerita. Apa kamu setuju?"Suara pria itu begitu lembut. Sangat kontras dengan apa yang terdengar tadi malam. Berubah drastis. Seperti bukan dia. Malik Mahendra Hartawiawan. Namun kenyatannya, ini adalah pria paruh baya itu. Begitulah sifatnya. Tak jarang bersikap dingan dan kasar. Namun terkadang bisa bersikap lembut. Entahlah. Seakan memiliki kepribadian ganda. Sikapnya sungguh susah ditebak.
"Apa tidak ada pilihan lain, Pa?"Dhia memberanikan diri untuk bertanya.
"Jadi maksudmu kamu tidak mau?"
Dhia menelan ludah berkali-kali. Ketika air muka pria paruh baya itu terlihat berubah.
"Dhia ... percaya sama Papa. Dia itu pria baik-baik, kok. Namanya Dirga Rayyan Megantara. Pemilik perusahan Megantara Group. Dia kaya raya. Ganteng lagi."
"Papa jamin. Kamu tidak akan menyesal menikah dengannya. Kamu justru beruntung."pungkas Malik sambil cengengesan tanpa dosa.
"Lagi pula, katanya dia sudah pernah bertemu kamu. Katanya, sih ... dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama."
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"Dhia kembali menentang. Entah keberanian itu datangnya dari mana. Tiba-tiba saja ia bersuara yang mungkin bisa saja menyebabkan kegaduhan yang lebih parah lagi seperti tadi malam.
Rossa yang mendengar itu hanya berdiri dengan wajah pias. Seraya ujung jemarinya tak henti-hentinya saling memilin. Ditambah lagi tatapan mata Malik yang menghujaninya dengan sorot mata tajam. Saat itu semakin membuat sendi-sendinya terasa lemas.
"Aku sudah bilang kan ... aku tidak ingin ada penolakan. Sore ini dia akan datang. Jangan sampai kalian membuatku malu."Malik menatap Dhia dan Rossa bergantian dengan tatapan penuh ancaman. Sebelum akhirnya pergi dan menghilang dari balik pintu.
Dhia menoleh. Tidak tega rasanya melihat wanita yang sangat ia cintai itu begitu ketakutan. Ia menghampiri. Menyusut bulir bening yang mengalir dipipi yang sudah tak lagi terlihat kencang itu.
"Ma ..."
Rossa menatap Dhia dengan wajah sendu. Ia tak bersuara. Namun air mata yang terus mengalir sudah cukup menggambarkan hatinya yang terluka saat ini.
"Jangan nangis, Ma."Dhia mengukir senyum"Aku bersedia menikah dengan orang itu."
Rossa bergeleng cepat. "Jangan, nak. Jangan lakukan itu. Mama tau hatimu hancur."
"Wiiih ... ada apa ini? Pagi-pagi sudah ada adegan tangis-tangisan."Suara Inka berhasil membuat keduanya menoleh. Gadis cantik namun sedikit tomboi itu turun dengan langkah cepat. Langsung meletakkan tas diatas kursi makan yang kosong.
"Gara-gara, Papa?"tanya Inka dengan gerakan tangan yang cepat mamasukkan potongan-potongan roti kedalam mulut lalu mengunyahnya.
"Kamu ini sok tahu."Rossa berjalan menuangkan susu kedalam gelas."Tadi malam pulang jam berapa?"
"Nggak tahu, Ma. Lupa" Inka menjawab sekenanya.
Rossa mendesah pelan."Kamu ini. Pulang selalu malam-malam. Ingat, kamu itu cewek. Bukan cowok!"
"Tau, Ma."
"Aku berangkat dulu, Ma."Dhia mencium punggung tangan Rossa.
"Nggak sarapan dulu, sayang." tawar Rossa.
"Nggak, Ma. Sarapan dikantin aja."Dhia melangkah keluar.
"Sarapan, Mbak. Jangan sampai enggak. Biar kuat melawan kenyataan hidup yang berat."Celetuk Inka sedikit berteriak. Entah Dhia mendengar atau tidak. Namun Rossa sepertinya sadar kalau Inka tahu, bahwa keadaan sedang tidak baik-baik saja.
"Aku tahu, Ma."Inka kembali membuka mulut ketika Rossa melihatnya dengan tatapan menelisik."Aku tadi nggak sengaja dengar."
"Aku berangkat, Ma."Inka berdiri seraya mencantelkan tas hitam miliknya diatas bahu. Lalu mencium punggung tangan Rossa takzim.
"Hati-hati, nak. Jangan ngebut-ngebut naik motornya."
"Sip, buk, bos" Inka membalasnya dengan gaya hormat.
Rossa hanya bisa bergeleng. Ia tahu betul kepribadian anak bungsunya itu. Tak jarang teman-teman Inka memberitahukan kepadanya jika Inka selalu mengendarai motor dengan sangat kencang. Pernah juga anak bungsunya itu merengek meminta untuk dibelikan motor trail. Namun Rossa menolak keras. Menurutnya itu sudah tidak wajar. Dan pada akhirnya Rossa hanya membelikan sebuah motor matic seloopy. Itupun sudah dimodifikasi dengan bentuk yang menurut Rossa urakan. Biar keren, katanya.
...-------...
"Dhia!" Seru seorang pemuda berpenampilan casual namun terkesan rapih. Pemuda bermata sedikit sipit itu berlari kecil menghampiri Dhia.
Dhia menoleh."Iya, Nu ..."
"Masih ada kelas?"
"Sudah habis. Kenapa?"
"Jalan, yuk."Dhanu menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum manis. Pria yang satu kampus dengan Dhia namun beda jurusan ini sebenarnya sudah lama menyimpan hati pada Dhia. Dhia tau itu. Namun Dhia berpura-pura tidak tahu. Karena baginya, persahabatan antara dirinya dan Dhanu lebih terasa nyaman.
Sebenarnya, Dhanu adalah pria yang baik. Dia juga berasal dari keluarga yang terbilang berkecukupan. Pemuda yang baik, supel dan mudah bergaul. Selalu bisa menjadi pria yang menyenangkan mengisi hari-hari Dhia.
Jika harus beralih pada hubungan yang lebih dalam. Dhia takut. Tak ada yang bisa menebak. Cinta tak selamanya berjalan meluncur mulus. Bisa saja ditengah jalan ada perselisihan. Tak ingin itu terjadi, Dhia lebih memilih aman. Karena tak ingin persahabatan yang hampir empat tahun terjalin harus berjarak karena urusan cinta.
Dhia menghela nafas pelan."Maaf, Dhanu. Aku nggak bisa."
"Kenapa?"Dhanu mengernyit. Tak biasanya Dhia seperti ini. Kerena selalunya Dhia akan menyambutnya dengan wajah riang ketika Dhanu mengajak menghabiskan waktu. Entah itu makan. Atau sekedar jalan-jalan mencari angin sore.
"Aku ada urusan keluarga."Aku Dhia jujur."Aku harus segera pulang."
"Oh, begitu."Dhanu manggut-manggut."Kamu kan nggak bawa mobil. Aku antar, ya."
"Nggak usah, Nu."tolak Dhia cepat.
"Sudah, nggak apa-apa. Nggak perlu sungkan."Dhanu langsung menarik lengan Dhia. Membawanya menuju parkiran dimana motor sport merahnya berada.
"Aku udah janji pulang bareng Inka, Nu."
"Kamu serius mau pulang bareng bocil selengekan itu?" Dhanu meremehkan."Ya ampun, Dhia. Entar yang ada rambut kamu malah jigrak enggak karuan kayak bihun belum disiram air panas."
"Kaku!"tegas Dhanu."Kayak nggak tau aja itu bocil naik motor kayak apa."
Dhia hanya terkekeh pelan mendengar Dhanu yang terus mengoceh mengejek adiknya, Inka. Ia pun langsung menurut naik keatas motor sport tersebut ketika Dhanu memintanya.
Hampir dua puluh menit didalam perjalanan. Keduanya akhirnya sampai didepan rumah mewah bernuansa putih dan pagar berwarna hitam. Dhia pun turun.
"Makasih, Nu."
"Oke."Dhanu tersenyum tulus. Pandangannya kemudian tertuju pada mobil sedan berwarna hitam buatan Eropa keluaran terbaru yang terparkir di pelataran rumah mewah tersebut."Ada tamu itu."
Dhia langsung menoleh. Merasa tidak asing dengan mobil yang terparkir di halaman rumahnya tersebut."Mungkin teman bisnis Papa."
"Oh."Dhanu manggut-manggut namun sedikit ambigu.
"Ini, helmnya."Dhia memberikan helm pada Dhanu yang baru saja dilepas.
Dhia melangkah ragu. Terdengar suara tawa dari dalam ruang tamu. Samar-samar terdengar suara yang membuatnya Dejavu. Bukan suara Papa. Melainkan suara pria lain dari dalam ruang tamu.
"Papa benar-benar serius dengan perkataannya."lirih Dhia pelan. Ia menelan ludah berkali-kali. Hatinya benar-benar takut dan gugup.
"Nah, itu dia sudah pulang."ucap pria paruh baya itu pada seorang lelaki yang duduk memunggungi Dhia. Pria itu langsung menoleh. Seketika bolamata Dhia terkunci pada mata elang yang memandangnya sambil tersenyum.
"Hai."Sapa pria itu.
"Kamu, k-kenapa bisa ada disini?"Dhia kebingungan.
Malik sontak tertawa."Dhia ... kamu ini ngomong apa? Ini dia Dirga Rayyan Megantara yang tadi pagi papa ceritakan. Dia calon suamimu."
"Kemari, nak. Jangan hanya berdiri disitu."ajak Malik dengan lembut. Duduk disini."Dhia pun menurut dan duduk didepan Dirga. Pria yang belakangan ini berhasil menguasai pikirannya. Tak dipungkiri. Sejak pertemuan tanpa disengaja seminggu lalu, dan kejadian tadi malam membuat Dhia terus terbayang wajah tampan pria itu.
Dia calon suamiku? bathin Dhia tak menyangka. Entahlah, kali ini ia harus senang atau merasa sedih. Kebetulan seperti apa ini?
"Ayo, Ma. Kita tinggalkan meraka."Malik mengajak Rossa yang sedari tadi hanya duduk dan diam."Kasih mereka waktu untuk perkenalan lebih dalam. Sebentar lagi kan mereka akan menikah."
Rossa pun berdiri, berjalan mengekori suaminya.
"Jelaskan padaku, kenapa tiba-tiba kamu ingin menikahiku?"Dhia membuka suara dan memandang Dirga.
"Jujur, sejak pertemuan kita seminggu lalu aku sudah jatuh hati padamu."Aku Dirga seraya membalas tatapan Dhia dalam-dalam. Mengenai pinjaman uang untuk perusahaan Papa kamu. Itu adalah alibiku. Itu semua agar papa kamu mau menerimaku.
Dhia mengernyit.
"Kalau aku datang secara tiba-tiba ingin melamarmu. Sudah pasti Papa kamu akan menolakku."sambung Dirga lagi."Aku harap perasaanku tidak salah."
"Karena aku merasa kamu juga merasakan perasaan yang sama kepadaku."Suara Dirga terdengar lembut ditelinga Dhia.
Gadis itupun langsung menunduk. Jantungnya tiba-tiba menghadirkan debaran yang tak biasa. Ada bunga-bunga yang seolah bermekaran dan kupu-kupu yang seakan menari berterbangan dari dalam sana.
"Malam ini, aku berniat mengajakmu keluar. Anggap ini sabagai perkenalan kita agar lebih dekat. Kamu mau?"
Dhia pun, mengangkat wajah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Jans🍒
kalau bgini bentukannya aku mah mau aja😀
2022-02-03
0
Jans🍒
ku nyimak thor. jka brkenan mampir jg k lapakku
2022-02-03
1
keke global
Misi yaaa ... 😥
2022-01-18
2