Sudah seminggu masa-masa pendekatan berlalu. Hubungan Dhia dan Dirga semakin lengket seperti sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Tadi siang adalah hari yang paling membahagiakan bagi Dhia. Hari dimana dirinya sudah sah menjadi istri dari seorang pengusaha muda, Dirga Rayyan Megantara.
Janji suci sudah diikrarkan dalam khidmatnya ijab kabul yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu. Saat ini, malam ini. Kilauan cahaya lampu dan ribuan bunga-bunga berwarna ungu, hijau dan didominasi putih sudah tersusun dan dirangkai rapi disebuah gedung mewah tempat resepsi pernikahan diselenggarakan.
Berbagai jenis makanan dan minuman sudah terhidang diatas meja prasmanan. Ditambah dengan hiburan musik yang dibawakan oleh penyanyi terkenal dari ibu kota. Ratusan mata memandang dari para undangan yang sengaja di undang menghadiri resepsi pernikahan ini. Semuanya terdiri dari tamu-tamu penting dan terhormat.
Ini adalah hari bahagia Dhia. Ini juga pernikahan impiannya. Ia berdiri dengan gaun mewah berwarna biru muda. Lengkap dengan mahkota indah yang bertengger diatas kepalanya. Disisinya, berdiri seorang Dirga Rayyan Megantara. Pria tampan itu memakai tuxedo yang berwarna senada dengannya. Sesekali keduanya pun melempar senyum pada tamu undangan yang hadir. Tak sedikit para tamu yang merasa iri dengan sepasang pengantin yang terlihat sempurna itu.
"Anda benar-benar hebat Pak, Malik. Setahuku, Dirga adalah pengusaha muda yang sulit sekali untuk ditaklukkan. Tapi anda ...."Seno tertawa renyah."Anda bahkan bisa menjadikannya sebagai menantu."
"Kali ini, aku jamin. Perusahaan milikmu semakin kuat. Dan sudah pasti akan semakin banyak pengusaha-pengusaha lain yang tertarik untuk melakukan kontrak kerja sama denganmu."
Malik tertawa."Ya, semoga saja."
"Aku dengar, kamu kalah tender."Seno bertanya seraya menyeruput minuman ditangan kanannya."Apa itu benar?."
Wajah Malik sedikit merah. Ia merasa malu karena kekalahannya sudah tersebar pada sebagian rekan-rekan bisnisnya. Ini kali pertama ia marasa begitu rendah. Seumur usianya yang sudah mencapai kepala lima, ini adalah kegagalan yang baru pertama kali terjadi.
Seno tertawa mengejek."Gila, sih. Kok bisa? Biasanya kamu yang selalu menang. Siapa pemenang tander itu?"
"Aku dengar perusahaan itu berada di Singapura. Kalau tidak salah nama perusahaan itu ..."Seno menggantung kalimatnya seperti sedang mengingat-ingat."D'ray Megatar Corporatin"
"Benar, kan?"Seno memastikan.
Malik mengangkat kedua alis tebalnya."Tapi aku tidak tau siapa pemilik perusaan itu. Apa kamu tahu sesuatu?"
Seno terkekeh pelan."Sayang sekali, aku juga tidak tahu."
Acara resepsi pernikahan berlangsung meriah. Semuanya berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pukul 10:00 malam, acara sudah selesai. Seluruh tamu undangan sudah kembali.
"Tidak menginap dirumah Mama dulu?" begitu Rossa bertanya ketika Dirga berniat membawa Dhia langsung untuk kembali ke Penthouse, miliknya.
"Aku rasa, nggak bisa, Ma. Besok aku ada urusan pekerjaan yang sangat penting. Kebetulan tempatnya lebih dekat jika dari Penthouse. Kalau dari sini, itu akan menyita waktu yang cukup lama."Dirga menolak halus.
"Kalian baru saja menikah. Kenapa tidak cuti dulu?"Malik membuka suara.
"Kebetulan urusan pekerjaan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, Pa. Tidak enak jika harus diundur."
Malik manggut-manggut."Oke lah, mau bagaimana lagi?"
"Aku pergi dulu, Ma." Dhia memeluk Rossa. Wanita paruh baya tampak belum siap melepas putri sulungnya itu. Semua terasa begitu singkat baginya.
Selama diperjalanan menuju Penthouse, Dhia merasakan kecanggungan. Entah apa yang membuat, tiba-tiba saja Dirga yang duduk bersebelahan dengannya berubah dingin. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir pria itu. Ini kali pertama Dhia melihat perubahan sikap Dirga. Sangat berbeda.
"Waduuuh ... pengantin baru sudah tiba. Cantik sekali Mbaknya."celoteh seorang asisiten yang menyambut kehadiran Dhia dan Dirga."Sini, sini ... biar Wiwik yang bawa tasnya."
"Pengantin baru Ndak boleh capek-capek. Biar ... ehem, ehem!"Wiwik tertawa cengengesan dengan gaya malu-malu. Dan langsung berubah ekspresi ketika Dirga melemparkan tatapan tajam kepadanya.
"I-iya, maaf ... Mas Dirga."
"Antar dia ke kamarnya."Perintah Dirga dengan suara dingin.
"Oke, siap, Mas ganteng. Perintah dilaksanakan!"Dengan gaya latahnya Wiwik langsung memasang sikap hormat.
"Ayo, mbak."Wiwik dengan ramahnya mempersilahkan Dhia untuk mengikutinya. Dhia pun menurut. Masih dengan fikirkan yang mengganjal dibenaknya.
"Aku bilang, kamarnya. Bukan kamarku!"tegas Dirga dari belakang.
"Lah, lah ... ini gimana, sih? Bukannya ...."gumam Wiwik pelan hampir terdengar. Ia terlihat bingung. Namun Dhia lebih tak mengerti.
Kamarnya? Bukan Kamarku? bathin Dhia tak mengerti.
"B-baik, Mas Dirga ..."Wiwik menunduk hormat. Kali ini ia bersikap serius. Sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan pernikahan ini.
"Ayo, Mbak ... saya antar ke kamar yang satunya."
Didalam kamar, Dhia masih belum juga paham. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan suaminya. Sebelumnya dia tidak pernah bersikap seperti ini. Apa ada masalah? bathinnya menebak.
Gurat kesedihan terbaca oleh Wiwik. Wanita yang usianya lebih tua tiga tahun dari Dhia itu bisa mengerti perasaan Dhia saat ini."Mbak Dhia ... "Wiwik mendekat."Mbak Dhia jangan sedih, ya ... Mungkin Mas Dirga lagi ada masalah."
"Mas Dirga memang begitu kalau lagi banyak fikirkan. Kadang buat pusing. Serba salah saya ngeladeninya."
"Ya ... mudah-mudahan aja besok sudah berubah jadi baik lagi. Biar bisa ehem ... ehem."Wiwik terkekeh geli membayangkan otaknya yang sudah berkelana kemana-mana.
Dhia mengernyit."Ehem, ehem apa maksudnya?"
Wiwik berdecak pelan"Itu, loh ... Mbak ..."Wiwik menyentil gemas lengan Dhia."Alaah ... si Mbaknya masa gitu aja nggak tau."
Dhia tertawa pelan melihat tingkah Wiwik yang menurutnya lucu.
"Udah, ah ... saya keluar dulu, Mbak. Mau bobok cantik. Udah ngantuk soalnya."ucap Wiwik sebelum akhirnya berlalu.
Selesai membersihkan diri, Dhia membaringkan tubuh setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk melaksanakan shalat isya yang tertunda. Rasanya ia begitu lelah. Matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Namun pikirannya masih teringat tentang pesta pernikahan yang baru saja usai. Rasanya ia tak percaya. Benarkah dirinya yang berdiri dan duduk di pelaminan itu.
Kalau iya, mengapa begini? Dan kenapa dia menghindar? Bukannya harusnya dia bersamaku malam ini? Bathin Dhia terus diselimuti tanya. Sampai ia tak kuasa melawan rasa kantuk. Dan akhirnya tertidur.
...-------...
Disebuah bangku panjang. Tepat didepan kelas jurusan Teknik. Dhanu duduk seraya memainkan ponselnya. Kemudian teralihkan pada suara cempreng yang keluar dari ruang kelas tersebut.
"Heh, Ikan !"seru Dhanu pada seorang gadis yang tak lain adalah Inka Serillya Ayu.
"Waah ... cari masalah ini anak."Inka menggulung lengan kemajanya seperti menantang.
"Eits ... Selo, selo, neng."
"Nama gue, I-n-k-a. 'Inka' "Inka mengeja setiap huruf yang tersemat pada namanya dengan nada geram."Bukan ikan. Sekate-kate, lu."
Dhanu akhirnya tergelak. Menurutnya ekspresi Inka sangat lucu.
"Ada perlu apa"tanya Inka ketus.
"Dimana Dhia? Bukannya seharusnya dia ada kelas hari ini?"
"Bulan madu, lah." Inka menjawab ceplas-ceplos.
Alis Dhanu bertautan."Maksud kamu?"
"Elaah, kemana aja kamu. Nggak tahu apa kalau Mbak Dhia baru menikah. Udah mau ..."Inka menjeda kalimatnya."Berapa hari, ya?"tanyanya pada diri sendiri sambil berfikir.
"Sabtu, Minggu, Senin ... Tiga hari."Inka menyodorkan ketiga jarinya pada Dhanu.
"Serius kamu?"Dhanu melebarkan mata.
"Nggak ada waktu gue bohong-bohong. Ngapain?"
Dhanu yang biasanya ceria dan selalu mengukir senyum manis, kini hanya bergeming. Dalam hati ia berharap ucapan Inka hanya gurauan semata. Namun gadis yang dianggapnya bocil itu bukan tipe gadis yang suka bergurau. Itu artinya ...
Argh!
Pria berpenampilan casual dan selalu rapih itu menyugar rambutnya. Tiga hari ia berlibur bersama keluarganya di Lombok. Tiga hari itu pula, dihari yang sama ia kehilangan Dhia. Cinta rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat didalam hati.
...-----...
Dhia menghidangkan makan malam diatas meja. Hari ini ia ingin menyambut kepulangan suaminya yang kabarnya akan pulang dari Singapura. Dan itu ia dengar ketika Wiwik yang memberi tahu.
Bisa dibilang, ini adalah hari pertama ia berjumpa dengan suaminya setelah pernikahan. Karena saat itu, setelah acara resepsi, pagi-pagi sekali Dirga sudah bertolak ke Singapura, tanpa permisi, dan kabar selama berada di sana.
Sebenarnya Dhia bingung. Dirga benar-benar berubah kepadanya. Tapi ia membuang fikirkan buruk itu jauh-jauh. Berharap perubahan sikap suaminya itu hanyalah sementara. Mungkin masalah pekerjaan yang menjadi pemicu. Pikirnya.
"Mbak Dhia ... kok bisa cantik gitu, sih? Dikasih makan apa dulu waktu kecil?"Wiwik tiba-tiba muncul entah dari mana seraya tersenyum malu-malu.
"Apaan, sih, kamu Wik. Makan nasi, lah. Makan apa lagi?"Dhia bergeleng-geleng mendengar pertanyaan konyol Wiwik.
"Masa sih, Mbak. Lah aku dari dulu dikasih makan nasi kok hasilnya begini. Hidungku mancung ke dalem."Wiwik memajukan batang hidungnya seraya mengembang-kempiskan lobang hidungnya yang besar.
"Nggak cantik kayak Mbak Dhia."
"Hus, nggak boleh begitu. Harus bersyukur dengan apa yang dikasih sama Tuhan. Diluar sana masih banyak orang yang tubuhnya tidak lengkap. Kita masih untung dikasih organ tubuh yang lengkap."
"Tuh, kan ... Mbak Dhia bikin iri aja."Wiwik protes tak terima, sampai-sampai membuat Dhia mengernyit."Udah cantik. Pinter masak, pinter berkata bijak juga. Gimana Mas Dirga nggak kepincut coba?"
"Apa sih, kamu Wik. Nggak usah berlebihan, deh."Dhia kembali bergeleng.
"Eh, Mbak ... cerita dong, gimana awalnya bisa ketemu sampai membuat Mas Dirga bisa kepincut sama Mbak, dan akhirnya menikah."
"Soalnya itu, ya ... Mas Dirga nggak pernah punya pacar. Banyak sih, yang dekatin. Sampai-sampai datang kerumah. Tapi kayaknya Mas Dirga nggak pernah mau serius ngeladenin."
Dhia bergeming. Ia mengingat kembali saat pertama kali takdir mempertemukannya dengan Dirga. Ada kesedihan, tapi sementara. Setelahnya penuh dengan moment-moment indah yang sampai saat ini masih sangat jelas diingatan.
"Rahasia."Dhia nyengir, menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapih.
"Ya, Mbak Dhia ... gitu aja kok dirahasiakan, sih?"
"Iya, dong ... Kasihan nanti yang jomblo ngiri."Dhia terkekeh pelan ketika bersamaan dengan suara pintu yang terbuka.
"Mas Dirga, Mbak ..."Wiwik langsung berlari kedepan. Ia langsung meraih tas dari tangan majikannya itu.
"Akhirnya kamu pulang, Mas."Cicit Dhia setelah tadi sempat mengatur jantungnya yang berdebar lebih dulu. Ia ingin meraih tangan suaminya itu, namun sepertinya Dirga enggan menyambutnya.
"Emm ... Kamu mau makan dulu, Mas? Aku sudah siapin makan malam buat kam ..."
"Nggak usah!"sahut Dirga cepat memotong ucapan Dhia.
"Atau kamu mau mandi dulu ... aku akan siapkan ai ...."
Dirga tiba-tiba membanting pintu kamar dengan sangat keras membuat tubuh Dhia berjengit. Wiwik pun tak kalah terkejut mendengarnya.
"Yang sabar ya, Mbak Dhia. Mungkin Mas Dirga masih lelah. Maklumi aja. Namanya juga baru perjalanan jauh"
"Iya, Wik."Dhia meninggalkan Wiwik. Ia berjalan menuju kamar suaminya dan memberanikan diri membuka pintu kamar pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
mamak"e wonk
awas bucin...nangis darah kau dirga...
2022-03-27
0
keke global
Huh.. dendam apa siapa yg jd sasaran kok Dhia
2022-01-18
2