Part. 4

Terik matahari tak menjadikan Bima pemalas. Ia tetap giat membantu Dewa merapikan motor-motor yang terpakir. Bersama rekan sang Babeh, Bima tak segan lagi bercengkerama. Beristirahat bersama, minum kopi dan makan camilan seadanya. Tak ada segan, ke empat lelaki itu pula menganggap Bima seperti anak mereka.

"Dari mana lu, Tong? Kok, baru nongol?" Bima menghampiri dua orang yang sedang duduk beristirahat di pos yang mereka buat sendiri. Di hadapan keduanya ada dua gelas kopi dan satu bungkus plastik gorengan.

"Tadi ada anak kecil jatoh, Bang. Pisah ama Nyak Babehnya. Bima kasian, dia nangis terus tangannya luka." Bima mendaratkan bokong di atas bale-bale bambu, ia mencomot satu buah bala-bala dan memakannya bersama cabai.

"Wah ... pasti orang kaya ntu, Bim. Lu pasti dikasih uang, ya?" Mereka cengengesan. Sudah bukan hal tabu lagi jika menolong seseorang yang kaya, mereka akan diberi upah yang layak.

"Halah, Bang. Gua mah kagak mikirin ono, yang penting ntu anak ketemu lagi ama Nyak Babehnya. Gua titipin di ruang informasi." Bima mengibaskan tangan, dengan mulut yang penuh ia berbicara apa adanya.

"Yah, sayang bener lu, mah. Coba aja lu tunggu, siapa tahu lu dikasih uang banyakan. 'Kan, lumayan buat kasih Nyak lu, Bim." Ia meminta dukungan temannya. Mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan tadi.

Bima menghela napas, ia mengunyah makanan di mulut dan menenggak air mineral dalam botol yang ia bawa.

"Gua segen, Bang. Kagak enak, masa nulungin orang kudu minta upah. Kata Nyak, kagak bae. Kalau mau nolong, ya, nolong aja kagak usah ngarepin upah. Begono." Bima mengambil cireng dan melahapnya. Ia tak peduli pada ekspresi keduanya yang melongo mendengar penuturan dari mulut kecilnya itu.

"Anak gua emang top dah. Kagak usah lu dengerin mereka-mereka, ya. Inget aja nasehat Nyak lu." Dewa mengacak rambut Bima yang lembab. Tersenyum bocah polos itu. kehidupan yang keras mengajarkannya arti perjuangan. Kesederhanaan mengajarkannya arti keikhlasan.

Kedua teman Dewa menggaruk kepala yang tak gatal. Tak enak rasanya saat anak seusia Bima saja mengerti arti dari kalimat 'tanpa pamrih'. Namun, itu merupakan sebuah cambukan untuk mereka ke depannya. Karena keikhlasan selalu mendatangkan kebaikan.

Keduanya menganggukkan kepala, apa yang diucapkan Bima meskipun terdengar asal mereka menganggapnya sebagai nasihat. Ambil jika itu baik dari mana saja datangnya. Bima yang sudah terbentuk menjadi seorang yang kuat sejak dini, bukan hanya kuat dalam bentuk fisik, tapi juga kuat secara mental. Tak mudah mengeluh, dan tak acuh pada cemoohan orang lain.

Baginya, inilah kehidupan yang dia miliki. Orang lain boleh menilai, tapi tak boleh mengatur. Selama ia tidak melakukan hal keji dan mengganggu ketenangan orang lain, ia tak akan pernah menyurutkan langkah untuk tetap berjalan.

Parkiran ditutup saat pasar tradisional itu tutup. Di jam lima sore, mereka berkumpul menghitung pendapatan dan membaginya secara adil. Tentu saja Dewa tetap pada porsinya karena dia pemilik lapak itu untuk saat ini.

"Gua duluan, ya!" Dewa mengangkat tangan, berpamitan pada empat rekannya yang masih berada di pos mereka. Melaju dengan motor legenda miliknya. Bising, tapi motor itulah yang telah menemani hidupnya selama ini. Berjuang bersama dalam mengais rezeki memenuhi kebutuhan keluarga.

"Beh, Nyak pengen dibeliin mpek-mpek. Tadi bilang ama Bima," ucap Bima saat di perjalanan pulang. Motor berbelok ke lokasi yang menjadi tempat para pedagang makanan menjajakkan jualannya.

Membeli satu bungkus mpek-mpek pesanan sang Ratu di rumah mereka. Hati kedua orang itu selalu diselimuti rasa bahagia setiap kali dapat membelikan sesuatu untuk wanita yang mereka cintai di rumah. Senyum sumringah penuh syukur dan ikhlas akan menyambut kedatangan mereka di teras rumah.

Bunyi motor menderu, pintu rumah cepat terbuka dan senyum itu yang ingin selalu mereka lihat setiap hari.

"Nyak!" Bima berlari kecil, tangannya meninggi menunjukkan bungkusan oleh-oleh untuk Nyak-nya itu.

"Alhamdulillah! Terima kasih, ya." Tina menerima bungkusan itu dari Bima.

"Assalaamu'alaikum!" ucap keduanya hampir bersamaan.

"Wa'alaikumussalaam!" Tina mengusap kepala Bima setelah anaknya itu mencium tangannya. Ia lanjut menyalami Dewa dan mengajak keduanya masuk ke rumah. Adzan Maghrib berkumandang, gegas Bima dan Dewa membersihkan diri dan berangkat ke mushola.

Seperti itu saja kehidupan yang mereka jalani, tapi tetap bisa menikmatinya dengan segala bentuk kebahagiaan yang hadir dalam hati mereka. Tak perlu bahu berbintang, katanya. Tak perlu leher berdasi juga. Kata bang Rhoma, mendapatkan pria yang punya hati sudah lebih dari cukup untuk membawa seorang wanita ke alam kebahagiaan yang tiada batas.

Di rumah sederhana Bima, hidangan makan malam yang apa adanya tersuguh dengan sangat menggugah selera.

Sementara di rumah lainnya, rumah yang tak besar juga tidak kecil, tapi nampak mempesona, sebuah keluarga lain pun sedang menikmati kebahagiaan mereka sendiri.

"Ibu mengatakan pada Kakak, kau tersesat di pasar? Bagaimana bisa kau terpisah dengan Ibu dan Ayah, Dek?" tanya seorang remaja wanita yang cantik jelita. Wajahnya dominan sang Ayah, tapi ada sesuatu yang membuatnya berbeda. Jejak yang ditinggalkan mendiang sang Ibu kandung di bagian mata dan senyumnya.

"Aku tidak tahu, Kak. Kukira mereka Ayah dan Ibu, aku ikuti ternyata bukan." Gadis kecil itu menceritakan semua hingga pertemuannya dengan Bima pada Kakaknya itu. Keduanya sedang duduk bersandar di kepala ranjang mereka.

"Oya? Bagaimana mungkin dia bisa mirip sekali dengan Ayah?" celetuk gadis itu dengan rasa tak percaya. Tidak mungkin seseorang akan mirip sekali jika tak ada sesuatu yang harus diungkapkan kebenarannya.

Mirip sekali dengan Ayah juga Ibu. Mirip Ayah dan Ibu.

Mata remaja itu membeliak, teringat satu nama yang selama sepuluh tahun ini hampir dilupakan.

Baim! Apa dia adik Baim? Adikku?

Hatinya meragu, ini sudah sepuluh tahun lebih. Sudah tak lagi dilakukan pencarian pada bayi itu. Mereka juga sudah melupakannya, dan menganggap bahwa bayi itu telah diambil kembali pemilik-Nya.

"Si-siapa namanya?" Bertanya. Rasa dalam dirinya bergejolak panas, menjalar ke seluruh pembuluh darah yang mengalir di tubuhnya.

Gadis kecil itu tak kunjung menjawab, ia hampir lupa apakah bocah laki-laki itu pernah menyebutkan namanya.

"Mmm ... kalau aku tidak salah mengingat ... Bima namanya. Bima," jawabnya setelah hampir setengah jam membuat penasaran Kakaknya itu. Remaja wanita itu terhenyak, beberapa detik sebelum dadanya turun sambil membuang napas kasar.

"Ada apa, Kak? Apa Kakak mengenalnya?" Bertanya karena reaksi remaja itu tak terduga. Ia tersenyum, mencubit gemas pipi adiknya.

"Tidak, Kakak tidak mengenalnya. Ya, bisa saja dia mirip dengan Ayah. Kita tidak tahu, bukan?" ungkapnya mengusir kejanggalan yang mengganggu hati dan pikirannya. Gadis kecil itu mengangguk setuju.

"Tidurlah! Sudah malam, jangan sampai shalat subuhmu kesiangan lagi." Ia merebahkan tubuh adiknya, menarik selimut menutupi tubuh kecil itu dari dinginnya udara pedesaan. Tak lupa memberikan kecupan di dahi sebagai ucapan selamat malam.

Gulita malam yang kerap ditakuti karena di dalamnya tersembunyi kejahatan-kejahatan yang tak kasat mata, tapi ia-nya juga adalah waktu yang tepat mengistirahatkan tubuh dari lelahnya bekerja selama sehari penuh.

Terpopuler

Comments

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

kl cerita othor ini mah mmng top..sukaaa bngt, bnyk pelajaran yng bisa diambil dari cerita ini...

2022-10-15

1

Qia'badR⃟i 💤

Qia'badR⃟i 💤

akhirnya ada lanjutannya

2022-04-29

1

lidia

lidia

ya itu baimm pratama...adikmu ayra

2022-02-28

1

lihat semua
Episodes
1 Part. 1
2 Part 2
3 Part. 3
4 Part. 4
5 Part. 5
6 Part. 6
7 Part. 7
8 Part. 8
9 Part. 9
10 Part. 10
11 Part. 11
12 Part. 12
13 Part. 13
14 Part. 14
15 Part. 15
16 Part. 16
17 Part. 17
18 Part. 18
19 Part. 19
20 Part. 20
21 Part. 21
22 Part. 22
23 Part. 23
24 Part. 24
25 Part. 25
26 Part. 26
27 Part. 27
28 Part. 28
29 Part. 29
30 Part. 30
31 Part. 31
32 Part. 32
33 Part. 33
34 Part. 34
35 Part. 35
36 Part. 36
37 Part. 37
38 Part. 38
39 Part. 39
40 Part. 40
41 Part. 41
42 Part. 42
43 Part. 43
44 Part. 44
45 Part. 45
46 Part. 46
47 Part. 47
48 Part. 48
49 Part. 49
50 Part. 50
51 Part. 51
52 Part. 52
53 Part. 53
54 Part. 54
55 Part. 55
56 Part. 56
57 Part. 57
58 Part. 58
59 Part. 59
60 Part. 60
61 Part. 61
62 Part. 62
63 Part. 63
64 Part. 64
65 Part. 65
66 Part. 66
67 Part. 67
68 Part. 68
69 Part. 69
70 Part. 70
71 Part. 71
72 Part. 72
73 Part. 73
74 Part. 74
75 Part. 75
76 Part. 76
77 Part. 77
78 Part. 78
79 Part. 79
80 Part. 80
81 Part. 81
82 Part. 82
83 Part. 83
84 Part. 84
85 Part. 85
86 Part. 86
87 Part. 87
88 Part. 88
89 Part. 89
90 Part. 90
91 Part. 91
92 Part. 92
93 Part. 93
94 Part. 94
95 Part. 95
96 Part. 96
97 Part. 97
98 Part. 98
99 Part. 99
100 Part. 100
101 Part. 101
102 Part. 102
103 Part. 103
104 Part. 104
105 Part. 105
106 Part. 106
107 Part. 107
108 Part. 108
109 Part. 109
110 Part. 110
111 Part. 111
112 Part. 112
113 Part. 113
114 Part. 114
115 Part. 115
116 Part. 116
117 Part. 117
118 Part. 118
119 Part. 119
120 Part. 120
121 Part. 121
122 Part. 122
123 Part. 123
124 Part. 124
125 Part. 125
126 Part. 126
127 Part. 127
128 Part. 128
129 Part. 129
130 Part. 130
131 Part. 131
132 Part. 132
133 Part. 133
134 Part. 134
135 Part. 135
136 Part. 136
137 Part. 137
138 Part. 138
139 Part. 139 (END)
140 Pengumuman
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Part. 1
2
Part 2
3
Part. 3
4
Part. 4
5
Part. 5
6
Part. 6
7
Part. 7
8
Part. 8
9
Part. 9
10
Part. 10
11
Part. 11
12
Part. 12
13
Part. 13
14
Part. 14
15
Part. 15
16
Part. 16
17
Part. 17
18
Part. 18
19
Part. 19
20
Part. 20
21
Part. 21
22
Part. 22
23
Part. 23
24
Part. 24
25
Part. 25
26
Part. 26
27
Part. 27
28
Part. 28
29
Part. 29
30
Part. 30
31
Part. 31
32
Part. 32
33
Part. 33
34
Part. 34
35
Part. 35
36
Part. 36
37
Part. 37
38
Part. 38
39
Part. 39
40
Part. 40
41
Part. 41
42
Part. 42
43
Part. 43
44
Part. 44
45
Part. 45
46
Part. 46
47
Part. 47
48
Part. 48
49
Part. 49
50
Part. 50
51
Part. 51
52
Part. 52
53
Part. 53
54
Part. 54
55
Part. 55
56
Part. 56
57
Part. 57
58
Part. 58
59
Part. 59
60
Part. 60
61
Part. 61
62
Part. 62
63
Part. 63
64
Part. 64
65
Part. 65
66
Part. 66
67
Part. 67
68
Part. 68
69
Part. 69
70
Part. 70
71
Part. 71
72
Part. 72
73
Part. 73
74
Part. 74
75
Part. 75
76
Part. 76
77
Part. 77
78
Part. 78
79
Part. 79
80
Part. 80
81
Part. 81
82
Part. 82
83
Part. 83
84
Part. 84
85
Part. 85
86
Part. 86
87
Part. 87
88
Part. 88
89
Part. 89
90
Part. 90
91
Part. 91
92
Part. 92
93
Part. 93
94
Part. 94
95
Part. 95
96
Part. 96
97
Part. 97
98
Part. 98
99
Part. 99
100
Part. 100
101
Part. 101
102
Part. 102
103
Part. 103
104
Part. 104
105
Part. 105
106
Part. 106
107
Part. 107
108
Part. 108
109
Part. 109
110
Part. 110
111
Part. 111
112
Part. 112
113
Part. 113
114
Part. 114
115
Part. 115
116
Part. 116
117
Part. 117
118
Part. 118
119
Part. 119
120
Part. 120
121
Part. 121
122
Part. 122
123
Part. 123
124
Part. 124
125
Part. 125
126
Part. 126
127
Part. 127
128
Part. 128
129
Part. 129
130
Part. 130
131
Part. 131
132
Part. 132
133
Part. 133
134
Part. 134
135
Part. 135
136
Part. 136
137
Part. 137
138
Part. 138
139
Part. 139 (END)
140
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!