Jerat Tanda Cinta
Pria berwajah masam itu memandang sinis Relina Hayati, yang berdiri dengan gugup. Dia sengaja dipanggil ke ruangan itu hanya untuk diberhentikan dari pekerjaannya. Walaupun, tidak ada alasan yang signifikan memecat Relina, tapi Junda Aswara tetap melakukannya. Ia hanya sedang menunjukkan eksistensinya, sebagai pemimpin perusahaan yang berhak penuh, atas nasib karyawannya.
Sebenarnya pemecatan ini karena Junda merasa kesal dan tiba-tiba saja tidak menyukai gadis ini. Beberapa hari yang lalu, dia merasa sial setengah mati dan penyebabnya adalah karena Relina. Menurutnya, gadis itu lah yang sudah membuatnya tidak bisa keluar rumah selama berhari-hari.
Gadis itu berpenampilan sederhana, jauh dari kata menarik, bahkan terkesan kuno. Junda menilainya demikian, sama seperti penilaian Syalu, sahabat sekaligus sekertarisnya, yang mengatakan bahwa gadis biasa saja.
Dia selalu memakai baju dan rok panjang, yang modelnya itu-itu saja. Rambutnya lurus sebahu, kulitnya tidak putih tidak juga coklat, mata dan alis serta hidungnya proporsional seperti kebanyakan wanita lainnya, susunan wajahnya sesuai dari rancangan sang Pencipta. Satu yang sedikit menarik dari gadis itu, bibir yang ujungnya melengkung ke atas, seolah dia selalu tersenyum walau sedang menangis sekalipun.
"Duduk," kata Junda.
Relina pun menuruti perintah sambil menatap Junda sekilas, kekhwatiran terlihat jelas di wajahnya. Posisi mereka saling berhadapan, dengan meja kerja yang cukup besar menjadi jarak antara mereka berdua.
"Kamu tahu, kenapa saya panggil kemari?" Suara Junda terdengar ketus dan dingin.
Suasana ruangan yang ber- AC, terasa bertambah dingin dengan hadirnya Syalu yang tiba-tiba masuk ke ruangan itu. Dua orang itu, adalah atasan Relina, orang yang menentukan nasib perusahaan mereka. Tentu saja pegawai rendahan seperti dirinya pun nasibnya berada di tangan mereka.
Selama ini, Relina bekerja menjadi asisten sekertaris, di ruangan Syalu, lebih tepatnya di bagian kearsipan dan dokumen perusahaan.
Relina menggelengkan kepalanya, "Tidak, Pak," jawabnya sambil meremas tangannya sendiri, ia berpikir buruk pada nasibnya kali ini.
Junda membencinya begitu saja, setelah beberapa hari yang lalu, secara tidak sengaja dia bertemu Relina dan gadis itu sukses membuat tangannya bengkak tersengat kumbang liar di taman kota. Dia tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, selama beberapa hari, bahkan sampai saat ini sakitnya masih terasa.
"Kamu saya pecat!" Kata Junda sambil menyodorkan sebuah amplop coklat pada gadis, yang tercengang mendengar keputusannya. "Kau boleh pergi sekarang juga, ini surat pemecatanmu."
"Tapi, kenapa, Pak. Apa kesalahan saya?" Tanya Relina dengan raut wajah heran dan juga kecewa. Seingatnya, tidak pernah melakukan kesalahan besar selama dia bekerja. Bila hanya kesalahan kecil, semua karyawan juga pernah melakukannya dan mereka semua baik-baik saja.
"Tidak ada ... tapi perusahaan sedang mengalami perombakan kepegawaian, jadi kami memilih beberapa karyawan yang memang tidak seberapa di perlukan," kata Junda sambil berdiri ke sisi meja dan menyelipkan kedua tangannya di saku celana.
Jawaban Junda yang terkesan asal-asalan itu membuat Relina tersenyum masam, dia merasa miris bila ternyata termasuk pegawai yang tidak dibutuhkan. Padahal yang dia kerjakan di ruangan itu sangat banyak dan melelahkan. Tidak mudah menyusun setiap dokumen dan mengelompokkan sesuai jenis, hari serta tanggal, berikut semua kelengkapannya secara lengkap. Semua itu butuh ketelitian.
Syalu tersenyum miring melihat kenyataan yang terjadi di hadapannya. Dia berdiri di samping meja sambil membawa sebuah dokumen yang dibutuhkannya. Dia senang Gadis yang membuat dirinya khawatir itu, akan segera hengkang dari kantornya.
Bagaimana tidak khawatir, Syalu tahu bila ternyata Relina memiliki tanda lahir yang sama dengan yang dimiliki Junda. Syalu sebenarnya menyukai Junda, tapi keluarganya, terutama neneknya, yang masih percaya dengan mitos atau tahayul, membuatnya tak berkutik. Orang tua Junda, hanya membolehkan anaknya, menikah dengan wanita yang memiliki tanda lahir yang sama dengan dirinya.
"Gimana, Sya. Tidak apa, kan? Bawahanku aku pecat?" Tanya Junda, sambil menoleh ke arah Syalu.
Syalu mengangguk sambil tersenyum, "tidak masalah, dia pegawaimu juga. Kau berhak memecatnya," katanya.
Mendengar percakapan kedua orang itu, Relina mengambil napas dalam-dalam, sambil memejamkan mata, mengambil udara ruangan kantor itu untuk terakhir kalinya.
"Baiklah, kalau begitu, saya permisi, dan mohon maaf atas segala kesalahan saya selama ini," jawab Reli dengan tenang, sambil mengambil surat pemecatan dirinya yang berada di atas meja.
Relina pergi setelah membungkuk hormat pada Junda dan Syalu. Sebagai bawahan yang tidak memiliki koneksi atau gelar tinggi, dia tidak bisa membantah lagi, meski, benar-benar merasa tidak melakukan kesalahan yang berarti.
Saat membereskan meja kerja dari barang pribadinya, ingatan Relina berkelana pada saat beberapa hari yang lalu, secara tidak sengaja dis bertemu dengan Junda di Alun-alun Kota, dekat taman Panghegar yang cukup rimbun pepohonannya.
Relina tengah tengah berolah raga, melakukan kebiasaan di pagi harinya saat tidak bekerja, diakhir pekan. Banyak orang yang melakukan kegiatan yang sama dengan dirinya. seperti jalan sehat, atau hal lainnya. Walaupun, kebanyakan mereka lebih memilih bersantai atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Mungkin hal yang sama akan dia lakukan bila sudah menikah dan memiliki anak.
Sudah beberapa saat yang lalu, Relina menyelesaikan olahraganya berlari kecil mengelilingi taman. Kini dia duduk di salah satu bangku yang ada. Ia mendongak untuk menenggak air mineral dari botol yang dibawanya, saat itu dia melihat seekor ular kecil melilit di salah satu ranting pohon yang terjuntai. Secara bersamaan, dia melihat Junda yang kebetulan tengah berdiri tepat di bawahnya.
"Sstt ...." Gadis itu meletakkan jari telunjuk di bibirnya, memberi isyarat pada Junda yang sedang berolahraga, agar pria itu tidak bergerak atau diam.
Ia berjalan mengendap-endap mendekati Junda sambil terus meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Dia bermaksud berbisik pada Pria itu, untuk memberitahu ada ular di atas kepalanya, sehingga dia berhati-hati atau menunduk.
Semula Junda heran, melihat gadis bertingkah aneh mendekat sambil mengendap-endao. Dia tidak mengenalinya, hingga akhirnya dia sadar bila gadis itu adalah salah satu karyawan di kantornya. Mereka memang tidak begitu sering bertemu saat bekerja, membuat mereka tidak begitu akrab, tapi dia tahu Relina adalah anak buah Syalu, sekertarisnya.
Tentu saja Junda tidak mau menurutinya, ia pun meneruskan berolahraga. Untuk apa diam, pikirnya. Gadis itu melotot, tanpa peringatan apa pun padanya dan menarik Junda hingga ia terduduk. Jana hendak menepis tangan Relina dari pergelangan tangannya karena dia pikir Relina tidak sopan.
Saat ia menggerakkan tangan itulah, tiba-tiba terasa panas dan perih seperti ditusuk benda tajam, menyentuh kulit di bagian sikunya. Ia pun menoleh dan ternyata ada seekor lebah yang sedang menyengatnya.
Bila melihat taman kota yang di penuhi pepohonan serta aneka tanaman hias yang cukup besar, keberadaan kumbang atau lebah seperti itu, sangatlah wajar.
Gadis itu menepuk bahunya sambil berkata dengan perlahan, "Pak, makanya tadi saya bilang diam, biar nggak di gigit kumbang begini."
"Sial ...." Gumam Junda kesal. Siku tangannya terasa berdenyut-denyut, seolah-olah dihujani ribuan jarum.
Relina menggamit tangan Junda dan mencabut sengat lebah madu yang masih menempel di kulit sikunya dengan handuk kecil yang biasa dis gunakan untuk mengelap keringat.
"Kamu, jorok sekali!" Kata Junda waktu itu, sambil beranjak dari tanah dan menepis tangan Relina dengan kasar.
"Eh, maafkan saya, Pak."
Tanpa mempedulikan rasa sakit dan Relina, Junda melangkah pergi.
Relina mengikutinya berdiri sambil berkata, "Pak, tunggu. Itu harus cepat diobati dengan ...." Ucapan Reli terputus.
"Cukup! Saya bisa sendiri!" tukas Junda kettus.
Relina pun terdiam, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya melihat punggung lebar Junda yang bergerak menjauh. Sebenarnya dia ingin mengatakan bila ingin bengkaknya segera reda. maka dia harus segera mengompres luka bekas sengatan, dengan air hangat lalu menolesinya dengan gula aren. Itu menurut petunjuk orang tua jaman dahulu.
Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian Junda tidak terlihat di kantornya. Kejadia itu membuat Relina menarik sebuah benang merah bahwa, kemungkinan hal itu yang menjadi landasan drama pemecatan dirinya yang tanpa alasan.
Jadi, apakah karena itu? Pikirnya, tapi jika memang hal itu benar, dia kini tahu, bahwa bosnya seorang pendendam. Relina kesal sekali daj berharap ia tidak akan bertemu lagi dengan Junda setelah ini, walau mereka masih tinggal dalam satu kota yang sama.
Sangat lebah madu bisa digunakan untuk beberapa terapi penyakit, bagi yang mempercayainya. Menurut beberapa sumber, lebah madu liar hanya akan menyengat bagian tubuh manusia yang bermasalah saja. Itupun kalau manusia mengganggu sarangnya.
Ada sebuah kata bijak, yang mengatakan bahwa sebaiknya manusia itu hidup seperti lebah madu, ia mengambil sari bunga tanpa merusak pitik bunganya, lalu menyimpan apa yang sudah diambilnya di tempat yang tinggi dan aman seperti di puncak-puncak pohon. Setelah simpanannya terkumpul, ia rela memberikan semua miliknya yang bermanfaat itu hanya untuk manusia. Itulah madu, minuman yang sangat baik untuk kesehatan siapapun yang hidup di dunia.
******
Beberapa hari kemudian.
Relina tengah berjalan menyusuri sisi jalan kota di pagi hari itu, dengan penuh semangat. Dia menjinjing keranjang berisi beberapa makanan kecil, yang dibuatnya sendiri di tempat kos. Dia mencoba peruntungan nasibnya dengan berjualan di depan sekolah dasar tak jauh dari tempat tinggalnya.
Saat itu sosok bayangan secara tiba-tiba, melintas di depannya, dia adalah seorang anak kecil yang berlari ke arah jalan raya, padahal jalanan waktu itu cukup ramai.
"Hei!" Relina berteriak keras, sambil mengejar anak itu dan refleks meninggalkan dagangannya begitu saja di trotoar.
Lalu, terdengar suara klakson mobil yang sangat kuat saling sahut menyahut, bersama dengan Relina yang berhasil menangkap anak itu, lalu secepat mungkin ia membawa anak itu, berlari, namun naas ia terjatuh, hingga ia berguling ke trotoar di seberangnya.
"Akh ....!" Pekiknya keras sambil meringis.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Eliako
seru
2022-07-01
7
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲
aku mampir kak
2022-06-01
10
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
tanda lahir yg sama? ada dimana?
2022-05-25
12