Relina tertegun sejenak, untuk berpikir tentang ucapan Anne, bahwa untuk menyelesaikan masalah pemecatan dirinya yang sebenarnya tidak perlu terjadi, hanya karena masalah yang terjadi di luar kantor.
Kalau semua dugaan itu benar, maka ia bisa meluruskan dan kembali bekerja. Akan tetap, kalau dugaan Ane salah, bahwa pemecatan yang Junda lakukan karena memang kesalahannya, maka akan sangat memalukan.
Ia tidak akan melakukan nasehat Ane, bisa saja benar bahwa kesalahan yang sudah ia lakukan di kantor, memang cukup fatal, atau memang perusahaanya sedang melakukan penghematan anggaran. Ahk, abaikan saja.
Relina menggelengkan kepalanya, setelah itu ia berdiri, mengambil sebuah map dari laci plastik, satu-satunya perabot yang ada di dekat mereka. Ia menyimpan segala keperluan pribadi di sana, termasuk pakaian, beberapa produk perawatan kulit dan perlengkapan lainnya.
"Aku gak mau bahas soal pak Junda lagi. Aku sudah buat surat lamaran lain, terserah deh, kamu mau masukin ke mana saja." Relina duduk kembali di hadapan Ane sambil menyodorkan map itu kepadanya.
"Serius, mau daftar di kantor lain, Rel?"
"Iya, kamu rencananya mau masukin lamaranku di mana?"
"Ke restoran sama PT, Aurora."
"Ada koneksi di sana, gitu?"
Ane hanya mengangguk sambil memasukkan map milik Relina ke dalam tasnya. Sahabatnya ini memang punya banyak hubungan pertemanan dan saudara di kota itu karena ia lahir di sana.
"Tapi, kalau nanti lamaran kerja di PT. Gunara diterima, aku gak mau kerja di tempat lain."
"Kenapa?"
"Nama perusahaan itu mirip nama kakak kelas kita, Gunara Badru."
"Cie ... ingat mantan. Iya, aku kok baru ngeh ya, kalau namanya mirip nama kak Gun."
Mendengar ucapan Ane, Relina tersenyum, tiba-tiba teringat kakak kelas mereka di kampus, Gunara. Mereka pernah dekat, sering melakukan aktivitas bersama karena kegiatan dan misi mereka sama, seolah mereka satu frekuensi dalam minat dan keinginan. Pramuka, dan pecinta alam, itulah kegiatan mereka.
"Nah, aku juga baru tahu, waktu aku cari kerjaan baru. Gak jauh pula tempatnya. dari sini"
"Ya udah, mudah-mudahan ketemu di sana ... sama mantan." Ane tertawa setelah mengatakannya.
"Mantan apa, dia gak pernah bilang kok soal perasaannya, cuma rumor aku pacaran sama dia."
"Bukannya dia dekat banget ya, sama kamu?" Ane penasaran mengenai masa lalu Relina karena sahabatnya itu tidak pernah membicarakan tentang urusan pribadinya pada orang lain, termasuk dirinya.
"Iya, dekat bukan berarti pacar." Relina berkata sambil mengerutkan hidungnya.
"Masa sih, semua orang bilang kamu pacaran sama dia."
'Iya, tapi dia gak pernah nembak aku, sampai dia lulus, terus menghilang gak ada kabar'
"Sekarang aku jelasin, aku gak pacaran sama dia!"
"Ciee ... gitu saja marah" Kedua wanita itu tertawa bersama, penuh keakraban.
Saat teringat tentang Gunara, kakak kelas yang disukainya, Relina bisa melupakan sakit hatinya pada Junda. Sudah dua kali ia bertemu dengan bekas atasannya itu, dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Anehnya, ia selalu menjadi pihak yang posisinya selalu salah dimata Junda. Akhirnya Relina hanya bisa berharap, tidak akan bertemu lagi dengan pria itu.
*****
Junda tengah berdiri di depan sebuah cermin besar yang menempel di dinding ruang tengah, dekat meja baca. Di sebelah meja itu, ada rak buku yang sengaja diletakkan di tengah ruangan, secara melintang karena difungsikan sebagai pembatas antara tempat menonton televisi dan sofa yang biasa digunakan untuk membaca buku-buku yang tersusun rapi di sana.
Seorang wanita tua lewat di sebelahnya lalu duduk di salah satu sofa, lalu memandang Junda, cucunya. Mereka berdua berada di ruangan, yang terletak di bagian tengah rumah dan itu merupakan ruangan, yang paling besar diantara ruang lainnya.
"Apa yang kamu lihat, apa ada yang berubah?" Tanya Sashi dengan tatapan aneh pada Junda.
"Itu tidak mungkin, Nek!" Junda menyahut dengan ketus, kesal dengan neneknya yang suka sekali mencandainya.
Hubungan mereka berdua sangat dekat, sejak Junda masih kecil, Sashi yang merawatnya. Bukannya Junda seorang anak yang tidak mempunyai ibu, ia menjadi piatu sudah 23 tahun yang lalu. Ayahnya pun tidak tinggal bersama mereka.
Sejak Atmaja, ayah Junda menikah dengan seorang wanita bernama Felia, pria itu memilih tinggal di Jakarta, bersama istrinya. Meninggalkan anak semata wayangnya itu dengan Sashi, ibu dari mendiang istrinya.
"Nggak ada, Nek. Cuma aku lihat, kenapa tanda putih di leherku nggak hilang-hilang."
"Kamu buang dulu kulitmu, baru bisa hilang," kata Sashi sambil tersenyum miring.
Sashi sangat menyayang Junda melebihi dirinya sendiri, cucu yang ia anggap seperti sebuah peninggalan berharga satu-satunya, dari Daysila anak perempuannya.
Junda memiliki seorang ibu yang lembut, namun ia sudah pergi mendahului Sashi, juga anak lelakinya. Wanita itu meninggal, saat Junda masih kecil karena sebuah penyakit menular yang pernah terjadi di Indosia, pada tahun 2003 sampai 2007.
Penyakit itu banyak menyerang unggas di propinsi Jawa Barat, seperti daerah Lumajang, Tasik, Bekasi, hingga akhirnya menyebar ke seluruh Indonesia.
Daysi, tertular virus h5N1, atau yang biasa di sebut influenza Avian, secara tak sengaja. Ia memang menyukai aneka burung kecil yang cantik. Sebenarnya kasus kematian pada manusia sangat kecil, dari jumlah data 29 kasus, yang terinfeksi saat itu, hanya sekedar 13 orang saja yang meninggal, dan itu termasuk ibunya Junda.
Sashi sering menjelaskan padanya perihal kematian ibunya pada Junda, anak itu beberapa kali terlihat serius mempelajari tentang penyakit ini.
Beberapa tahun kemudian, kasus seperti ini terjadi lagi, dengan jumlah menularan yang lebih tinggi, namun Junda sudah tidak memikirkannya lagi.
"Jun, semakin dewasa, kamu makin mirip dengan ayahmu."
"Oh, ya?" Jawab Junda datar. Ia menatap ke depan sebenter, mengenang kembali ibunya. Ingatannya tentang sosok seorang ibu, hampir lenyap dari pikirannya, ia hanyalah anak kecil yang murni, saat ibunya tiada dan masih belum mengerti.
"Kapan kamu telpon ayahmu, gimana keadaannya?" Sashi bertanya ketika Junda sudah duduk di sampingnya sambil membuka sebuah buku.
"Siapa tahu kamu sudah punya adik baru, sekarang." Sashi berkata sambil beringsut menghadap cucunya.
Ayah Junda seorang pria dewasa yang enerjik, penuh kharisma dan juga suka bekerja keras. Dibalik kelebihannya itu, dia terlalu takut dengan penyakit menular atau apapun yang bisa mempercepat kematian. Oleh karena itu dia tidak mau mendekati istrinya, ibu Junda yang sakit waktu itu. Sampai akhirnya, wanita yang sudah menemani kehidupannya selama lebih dari tujuh tahun itu, meninggal.
Mendengar penuturan Sashi, pria yang saat ini memakai kaos berwarna putih dan celana setinggi lutut ini, hanya mengedikkan bahunya.
Ia asyik membaca tanpa menoleh pada Sashi. Sesekali tangannya mengusap rambutnya yang lurus dan selalu rapi. Kulitnya putih bersih, tampak berkilau di terpa cahaya dari jendela yang terbuka lebar.
Junda tidak begitu perduli pada ayahnya, karena memang tidak terlalu dekat, hubungan antara ayah dan anak itu bias saja. Saat dirinya masih kecil, ibu dan neneknya yang mengasuhnya, sedangkan Atmaja selalu sibuk bekerja.
Pekerjaannya sebagai pemimpin perusahaan, yang memaksanya demikian. Apalagi usahanya, di bidang produk-produk properti, baru saja berjalan dan berkembang dengan pesat.
"Mungkin," Jawab Junda ketika mendengar kata-kata neneknya.
"Apa kau tidak ingin ke sana? Sudah hampir setahun kamu tidak ke Jakarta. Dia ayahmu juga. Kalau aku mati nanti ...."
"Nenek, cukup. Jangan bicara soal mati lagi. Aku nggak suka, Nek." Junda berkata sambi menutup bukunya dan menoleh pada Sashi.
"Kalau aku mati, ayahmulah satu-satunya keluargamu. Aku cuma mau bilang begitu." Sashi tersenyum.
"Aku bisa hidup tanpa dia, Nek." Junda berkata sambil mengepalkan tangannya.
"Jangan begitu, kalau bukan karena ayahmu, kau tidak akan punya perusahaanmu yang sekarang."
"Iya, tapi ...." Junda memejamkan mata sambil menarik napas panjang.
Ia ingat kembali cerita neneknya, yang pernah mengatakan bagaimana sikap ayahnya saat kematian ibunya. Atmaja, tidak mau dekat dengan Junda dan juga Sashi begitu ia mengetahui penyakit istrinya. Bahkan ketika mayat ibunya di kuburkan pun, Junda hanya seperti pasir pantai, yang tak berarti, ayahnya itu melihat proses pemakaman dari kejauhan.
Sejak Atmaja menikah dengan seorang wanita, yang berhasil memikatnya lima tahun yang lalu, ia melepaskan Junda begitu saja, dengan segala tanggung jawabnya besar di tangannya. berupa perusahaan dan beberapa properti lainnya.
"Kalau kamu tidak mau sibuk-sibuk mendekati ayahmu, maka bersibuklah mencari pasangan hidupmu," kata Sashi dengan raut wajah datar.
"Aku tidak mau menikah, Nek. Tidak ada wanita yang memiliki tanda seperti di tubuhku." Junda berkata sambil melihat sebuah tanda putih seperti kelopak bunga mawar di dekat lututnya.
Junda memiliki tanda seperti itu, sejak lahir, orang tua jaman dahulu menyebutnya tanda baolawe. Tanda itu punya nama karena jarang sekali bayi yang baru lahir memiliki tanda seperti ini. Kebanyakan tanda lahir yang ada di kulit bayi berwarna hitam, atau merah, itu hal yang biasa, tapi tanda lahir yang ada di tubuh Junda berbeda.
Ini hanya soal kepercayaan sebagian orang, tapi Sashi sangat percaya akan hal ini dan kepercayaan itu terus ia sampaikan pada cucunya ini. Kebanyakan tanda lahir di tubuh bayi, akan hilang seiring waktu yang berjalan dan tidak akan terlihat lagi, ketika anak itu beranjak dewasa. Akan tetapi, tanda yang ada di tubuh Junda tidak hilang sampai sekarang, itulah yang menyebabkan orang zaman dulu memberi julukan, untuk tanda tubuh yang satu ini.
"Artinya kamu dan istrimu nanti adalah orang yang istimewa, tidak mudah mendapatkannya."
"Nek, benarkah kalau aku tidak menikah dengan wanita yang sama, nanti aku bisa mati?"
Bersambung
*Dalam karangan ini, aku hanya mengambil ide cerita dari satu mitos atau kepercayaan yang muncul di masyarakat kuno, tapi masih ada mungkin, segelintir orang yang percaya dengan beberapa mitos di masyarakat. Aku hanya sedikit mendramatisir kepercayaan ini jadi cerita. Aku ambil salah satu mitos yang sangat jarang, bahkan tergolong langka... Untuk nama suku dan asal kepercayaan, sengaja tidak aku sebutkan, agar terhindar dari unsur SARA*
Selamat membaca. Mohon kritik dan sarannya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nama tandanya baolawe?
kamu nikah pun pasti mati junda
2022-05-25
6
SHADOW
jangan minta di tembak, entar kamu modar.hhh
2022-04-24
7
Cahyaning Fitri
keluarga ku juga masih percaya yang namanya mitos...💕💕💕
2022-04-03
7