Beberapa hari yang lalu setelah Relina dipecat, gadis itu menggunakan sisa tabungannya untuk dijadikan modal dagangannya. Ia tidak mungkin pulang kampung saat itu karena jika pulang, maka ia akan sangat malu. Ia membanggakan pekerjan yang ia dapatkan, pada keluarganya, walaupun ia hanya jadi pegawai rendahan saja.
Kehidupan di kampung yang tidak maju dan hanya mengandalkan hasil pertanian saja, tidak lah menyenangkan walaupun bisa berkumpul bersama keluarga dan teman. Semua orang punya harapan dan masa depan yang dibangunnya, sebab tidak ada orang yang akan mempertanggungjawabkan masa depannya selain dirinya sendiri.
Ia membuat makanan dengan bahan dasar agar-agar rumput laut yang warna-warni yang ia cetak dalam wadah plastik sekali pakai. Idenya membuat makanan ini karena mudah, praktis dan menarik. Ternyata pikiran Relina benar, anak-anak Sekolah Dasar tempat ia menjajakan makanan, menyukai agar-agar buatannya. Selama ia berjualan di sana, makanan buatannya selalu habis.
Hasil yang ia dapatkan lumayan walau tidak besar, tapi cukup untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan bila ia hemat, ia bisa menabung setelah digunakan untuk membayar uang kos.
'Ahk, untunglah, terima kasih Tuhan'
Di sinilah dirinya saat ini. Ia yang berjalan ke sekolah penuh semangat, untuk berdagang demi mencari sesuap nasi, tengah meringis kesakitan. Ia menahan dengan sekuat hatinya, merasakan seolah-olah sekujur tubuhnya baru saja dipukuli, pakaiannya kotor dan rambutnya acak-acakan.
Ia menunduk, melihat anak kecil yang ada dalam dekapannya, khawatir dengan kondisinya yang sempat tertindih tubuhnya. Setelah berhasil meraih anak itu, Relina menegakkan tubuhnya kembali, saat itu ia berniat berlari sekencang mungkin ke seberang jalan.
'Yes, anak ini gak apa-apa. Aku berhasil, dan aku masih hidup!'
Hati dan pikiran sedikit merasa takut tertabrak, membuatnya tidak konsentrasi saat berlari dan hasilnya ia jatuh tersungkur. Demi menghindar agar tubuhnya tidak menindih anak dalam gendongannya dan agar tidak ada kecelakaan selanjutnya, ia pun berguling ke trotoar.
"Kamu nggak apa-apa kan?" Kata Relina sambil bangkit secara perlahan lalu mengusap kepala anak kecil itu, tapi ia justru menangis keras. Relina panik dan memeriksa tubuhnya mungkin ia terluka, tapi tidak ada. Ia bersyukur karena anak kecil itu baik-baik saja.
'Ahk, hanya kotor dan tanganku sedikit sakit, sepertinya cuma lecet, syukurlah'
Dalam sekejap suasana mendadak ramai, seperti sebuah kebiasaan di beberapa tempat, bila terjadi kekacauan atau kecelakaan seperti ini, akan menjadi bahan tontonan masyarakat.
Suara klakson mobil masih bersahutan karena ada beberapa kendaraan yang berada di bagian belakang tidak tahu apa yang menyebabkan kemacetan. Padahal pagi itu sangat sibuk, wajar bila beberapa orang tidak sabar.
"Kamu gimana, Neng? nggak apa-apa kan?!" tanya beberapa orang yang terlihat panik. Mereka bertanya saling sahut menyahut.
Relina menggelengkan kepalanya meyakinkan bila ia memang tidak apa-apa. Ia masih menghawatirkan anak kecil yang terus menangis keras, mungkin karena takut atau syok.
"Benar kamu nggak apa-apa, Neng?!" sekali lagi orang-orang bertanya bersahuta.
"Iya, iya, saya nggak apa-apa, saya baik-baik saja!" Akhirnya Relina menjawab tegas.
"Ini anak siapa, si?!" pertanyaan lain muncul kemudian di setujui beberapa orang yang riuh, mempertanyakan hal yang sama.
'Iya, anak ini mana ibunya, si?'
Orang-orang mulai ramai membicarakan apa yang mereka lihat dan saling mengutarakan pendapatnya masing-masing.
Tak lama datanglah seorang ibu bertubuh gemuk yang menangis sambil menyeruak kerumunan massa di sekitar Relina. Ibu itu menangis sambil memeluk anaknya yang tadi di selamatkan oleh Reli, kalau bukan karena gadis ini, siapa yang tahu apa yang akan terjadi.
Ibu gemuk itu sangat bersyukur anaknya baik-baik saja. Anak kecil yang tadi menangis pun menghentikan tangisan setelah dipeluk oleh ibunya.
Sementara lalu lintas di jalan menjadi macet, karena banyak yang berusaha menyeberang atau berkerumun mengganggu ketertiban.
Tentu saja beberapa kendaraan, yang tadi berada di barisan paling depan, berhenti mendadak. Para pengemudi pasti kaget melihat apa yang melintas di hadapan mereka, seorang anak kecil yang berlari di jalan raya.
Salah satu pengendara turun, ia adalah Junda. Laki-laki bertubuh tinggi berkulit cerah, wajahnya tampan dengan mata lancip dan alis tebal melengkung, dagunya seperti belah, serta leher yang kokoh. Ketampanannya dilengkapi dengan rambut lurus yang di cukur rapi, membuat penampilannya sempurna, pagi ini.
Seperti biasa, ia akan pergi ke kantor. Ada rapat penting pagi ini, itulah sebabnya ia memakai stelan jas rapi warna gelap kesukaannya. Hanya saja ia harus terlambat karena insiden pejalan kaki yang menyebarang sembarangan.
Pria itu membanting pintu mobil keras-keras, sambil bersungut-sungut. Ia memandang kerumunan lalu mendekati, sambil berkata dengan suara kuat.
"Siapa yang punya anak tadi?!"
Teriakannya sontak mengalihkan perhatian dari Relina dan semua orang.
'Pak, Junda? Ahk, kok bisa, si? Sial sekali aku!'
"Saya, memangnya kenapa?!" Sahut ibu itu sambil menghapus sisa air matanya. Ia sudah membawa anak kecil itu dalam gendongannya.
"Lain kali, ya Bu. Kalau bawa anak itu hati-hati! Lihat gara-gara anak ibu jadi macet seperti ini! Saya juga jadi terlambat! Mungkin bukan cuman saya, tapi orang lain juga!" Junda mengomel, meluapkan kekesalannya.
"Iya, iya Pak! Tapi gak usah marah. Bapak nggak rugi apa-apa, kan?" Jawab ibu gemuk.
"Kata siapa saya nggak rugi. Banyak kerugian saya, Bu!"
Dua orang berlawanan jenis itu terlibat pertikaian.
"Memang, iya ya, kalau orang kaya mah sombong. Mobilnya rusak aja nggak, bilang rugi!" Kata ibu gemuk itu lag.
"Kenapa kok jadi bawa-bawa Soal kekayaan? Gak ada hubungannya, Bu. Saya rugi waktu, saya terlambat!" Sahut Junda sambil menunjuk jam tangan bermerk di pergelangan tangannya.
"Ya sudah, kalau terlambat, berangkat sana!" Jawab ibu gemuk itu, ketus. Masih ada sisa rasa panik dan kesal pada anaknya, sekarang ada orang lain yang memancing emosinya.
Semua orang mulai berbicara, ikut mendukung salah satu di antara mereka. Mereka jadi adu mulut saling menyalahkan. Junda masih terlihat emosi, suasana hatinya keruh, bagaimana tidak, ia yang semula hendak menggurui seseorang yang dinilainya bersalah, justru tidak menerima kesalahnnya.
"Sudah, sudah, tidak ada yang salah, di sini!" Kata Relina, sambil melangkah dan menepuk-nepuk beberapa bagian bajunya yang kotor.
Junda menoleh ke sumber suara dan matanya pun mendelik sempurna melihat perempuan yang berdiri tak jauh dari dirinya. Dia tentu masih ingat bahwa gadis yang tengah berbicara itu,l adalah pegawai yang sudah ia pecat beberapa hari yang lalu.
"Oh, jadi semua ini gara-gara kamu, pantas saja sial!" Pekik Junda sambil menyentuh hidung dengan punggung tangannya.
"Apa maksud bapak?!" Reli bertanya penuh kekesalan. Ia tidak bersalah, tapi pria yang sudah memecatnya ini memfitnah, bahwa seolah-olah semua yang terjadi adalah kesalahnnya.
"Pasti gara-gara kamu jadi macet, jalan ini. Tahu?!" Junda meraih bahu Relina dengan keras dan mencengkram kuat.
'Aw ....! Sakit, tahu?'
"Enak saja gara-gara saya. Saya tadi ...."
Kata-kata Relina terputus karena ibu gemuk dan beberapa ibu lainnya menyela, melepaskan cengjraman tangan Junda dari pakaian Relina. Beberapa ibu-ibu yang bicara penuh semangat secara bersamaan, membelanya. Mereka melihat secara langsung sikap heroik yang Reli lakukan untuk menyelamatkan anak kecil itu.
Anak kecil itu belum mengerti kondisi jalan yang bisa membahayakan dirinya. Ibunya sedikit lengah saat sedang membayar barang-barang belanjanya. Saat kejadian, mereka tengah berada di warung kecil yang berdiri di sisi jalan raya, anak kecil itu terlepas dari pegangan tangannya hingga ia berjalan sendiri tanpa tahu ke mana arahnya.
"Jadi, gitu, Pak! Jangan asal nuduh orang kalau ngomong!" Kata ibu gemuk dengan nada keras diakhir ucapannya.
"Iya, jadi Neng ini yang nolong, bukan yang jadi gara-garanya." Beberapa orang juga ikut bicara.
Junda diam, tidak akan ada habisnya kalau ia terus meladeni para wanita itu bicara. Ia melirik Relina, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kerumunan yang serentak menyalahkannya. Gadis itu meliriknya juga, sekilas mata mereka bertemu dan saling bicara, huruf-huruf beterbangan di udara membentuk sebuah kalimat, 'awas kau nanti, sudah membawa kekacauan dalam hidupku!'
Junda memasuki mobilnya kembali, masih terbayang tatapan mata Relina yang seperti mengiris nadi. Gadis itu secara tidak langsung membuat Junda menarik kesimpulan bahwa dia gadis pembawa sial.
Namun sejenak kemudian, ia menggeleng sambil terpejam. Secara tiba-tiba bayangan wajah Relina yang berpaling saat bertatapan, sambil menyibakkan rambutnya, terlihat manis di matanya.
Setelah itu terlihat mobil Junda kembali melaju dengan kecepatan tinggi.
"Neng! Terima kasih, ya!" kata ibu gemuk sambil memeluk Relina.
"Tidak masalah, Bu. Saya permisi." Relina baru saja hendak melangkah, tapi ibu itu melarangnya, ia ingin memberikan imbalan pada Relina yang telah menolong anaknya. Relina menolak, karena ia memang membuat satu misi pertolongan atau bantuan pada siapapun setiap harinya.
Mendengar penuturan Relina, ibu gemuk itu menjadi terharu dan ia hanya mengucapkan terima kasih atas kebaikannya lalu memanjatkan doa untuknya.
"Do'akan saja saya, biar bisa sembuh, Bu."
"Memangnya kamu lagi sakit sekarang?"
"Sekarang, saya sehat, kadang-kadang saja kambuh." Relina, menjawab sambil tersenyum.
"Iya, mudah-mudahan kamu cepat sembuh."
"Aamiin." Ia cukup senang hanya di do'akan saja, semakin banyak orang yang mendo'akannya akan semakin baik bagi kesehatannya.
Biar bagaimanapun juga ia masih ingin hidup lebih lama.
Ibu gemuk itu memberikan nomor ponselnya pada Reli, bila sewaktu-waktu ia membutuhkan sesuatu, ibu itu akan siap membantu. Relina pun menyimpannya baik-baik, sebagai penghargaan atas keinginannya.
Semua orang sudah membubarkan diri, suasana jalanan sudah normal dan Relina sudah menyeberang jalan lagi, kembali pada tujuannya semula. Ia akan berjualan, barang dagangan yang ia tinggalkan begitu saja di atas trotoar, sedikit rusak. Ia memilih beberapa yang masih bagus dan ia masih bersyukur karena masih banyak barang yang bisa jadi uang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
insiden yg mempertemukan mereka lagi
2023-08-28
0
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
awal nya gak suka lama lama Bucin tuh
2022-06-01
8
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
relina bener. kamu yg salah junda
2022-05-25
9