Melihat Wajah Dunia

Suasana di pinggir jalan, yang biasa digunakan oleh Relina untuk berjualan begitu ramai. Jalanan pun penuh sesak oleh anak-anak, yang berhamburan pulang sekolah. Relina setia menunggu dagangannya, masih ada beberapa biji lagi yang masih utuh dan ia akan menjualnya di sana sampai habis. Sedangkan sebagian makanan sisa yang rusak karena kecelakaan tadi, ia bagi-bagikan kepada sesama pedagang dan juga ia menikmati sendiri.

Benar saja, beberapa anak pun membeli makanannya, hingga benar-benar habis. Setelah itu ia membereskan barang dan kembali berjalan menyusuri jalan pulang.

"Sudah habis, Neng?" Tanya seorang wanita yang sama-sama menjadi penjual makanan, di depan sekolah dasar bersama dengan Relina.

"Iya Bu, gimana dagangan Ibu, apa habis juga?"

"Oh, masih ada sedikit lagi, sengaja dibawa pulang untuk anak-anak di rumah."

"Oh, punya anak berapa, Bu?" jawab Relina tenang, sambil berjalan beriringan karena tujuan dan arah mereka, sama.

Sejak beberapa hari yang lalu, saat Relina mulai berjualan, mereka menata dagangannya, secara berdampingan. Wanita itu menjual gorengan, cilok serta siomay eceran, dengan cara ditusuk menggunakan batang bambu yang diserut dan dicelupkan ke dalam kuah berbumbu kacang.

Selama perjalanan, mereka saling bertukar cerita dan pengalaman, tentang tempat tinggal, keluarga, sekolah juga pekerjaan.

Relina pun bercerita kalau dirinya adalah seorang perantau dari luar daerah, ia berasal dari luar kota juga propinsi yang berbeda. Ia bisa berada di sana, bekerja dan kos di tempat teman kuliahnya, Keke, yang mengajaknya.

Ia tumbuh besar bersama ibu, ayah dan adiknya di salah satu desa jauh dari tempat tinggalnya sekarang. Ia mencoba mengadu nasib di kota dan Provinsi yang lebih besar.

Gadis itu mulai bekerja di kantor Junda, setahun setelah lulus kuliah, di salah satu perguruan tinggi swasta di kotanya. Dia tidak menyangka, setelah setahun dia menjadi pegawai di sana, dia harus meninggalkan pekerjaannya. Alasan pemberhentiannya pun tidak jelas, bahwa perusahaan sedang dalam masa pemulihan, sangat tidak masuk akal bagi Relina.

Mungkin inilah perjalanan hidup yang memang harus ia tempuh sebagai isi dari umurnya di dunia. Bukankah setiap perjalanan hidup manusia tidak pernah sama? Kalau bisa dilukiskan, kehidupan setiap manusia itu ibarat jalanan yang terus mendaki dan akan kembali turun bila sudah sampai batas usianya nanti.

Ketika sampai di persimpangan jalan, Relina berhenti, ia tersenyum saat mengakhiri cerita tentang keluarganya.

Ternyata tempat tinggal mereka, tak begitu jauh, dari tempat kos-kosan yang cukup besar. Tempat Relina, biasa dikenal dengan kos-kosan pelangi karena tempat kos itu sengaja dicat warna-warni dengan warna yang sangat mencolok mengikuti warna pelangi.

"Kebanyakan orang seperti Eneng ini, bekerja di perusahaan atau menjadi buruh pabrik, di sini kan banyak perusahaan, Neng bisa bekerja di sana, kenapa jualan beginian?" Tanya wanita itu dengan logat bahasa daerahnya yang kental.

"Saya masih melamar di perusahaan yang lain, Bu. Masing nunggu panggilan. Kemarin saya baru dipecat, sekarang saya melamar pekerjaan lagi, sambil jualan, lumayan daripada nganggur di tempat kos."

"Oh gitu ya, Neng," kata perempuan itu sambil mengangguk-angguk. "Semoga Neng, berhasil, diterima kerja di sana." Kembali wanita itu berbicara dengan bahasa daerah yang dicampur bahasa Nasional.

Relina bukan penduduk asli, ia adalah pendatang, sehingga ia belum biasa menguasai bahasa daerah di tempatnya. Bila ia bertemu dengan teman-temannya sesama pegawai waktu itu, ia akan diam dan hanya mendengarkan. Karena rekan kerjanya itu pasti berbicara menggunakan bahasa daerah, yang tidak ia mengerti artinya. Hanya Ane yang setia menjelaskan maksud pembicaraan mereka padanya.

Neng adalah panggilan yang umum digunakan oleh penduduk lokal, untuk memanggil seorang anak keci, remaja perempuan, atau wanita muda.

*****

Relina membukakan pintu untuk Ane, yang datang berkunjung ke kamar kost-nya, ketika gadis itu baru saja selesai mandi. Aroma sabun dan sampo menguar dari tubuhnya ketika sahabatnya itu masuk.

Mereka duduk bersila saling berhadapan di atas karpet kecil yang bisa digunakan untuk alas duduk sehari-hari oleh Relina. Ruangan yang melingkupi mereka kecil sesuai ukuran kamar kost pada umumnya.

"Maaf, Rel. Aku baru sempat ke sini. Gimana kabarmu?" Tanya Ane sambil bersandar pada dinding di belakangnya.

"Gak apa. Aku baik sekarang, udah lewat masa kritis," jawab Relina sambil menyodorkan segelas air mineral pada Ane.

"Masa kritis, sakit apa emangnya kamu, sakit hati sama pak Junda?"

"Iya, masa sih, gak ada angin gak ada hujan, langsung di pecat? Tanpa pesangon lagi." Relina kesal. Ia bekerja menggunakan hati, pikiran dan tenaganya, tapi semua usahanya itu seolah dibuang begitu saja tanpa di beri apa pun juga. Miris sekali nasibnya, di pecat sebelum ia mendapatkan gajinya.

"Coba deh, Rel, kamu intropeksi diri, siapa tahu ada sesuatu, atau sikap kamu yang memang buat Pak Janda, marah." Ane berkata sambil menyeruput air mineral di gelasnya.

Ucapan Ane membuat Relina termenung, sikap atau kesalahnnya pada Junda, sudah ia pikirkan sejak awal mengalami pemecatan, tapi ia memang tidak menemukannya. Misalnya sesuatu yang tanpa sadar atau tidak sudah menyinggung perasaan Junda.

Relina berpikir sangat keras, ia merasa ketika dalam kantor perusahaan, mereka jarang sekali bertemu, sesekali sekali, itupun hanya berpapasan saja. Jadi, kecil kemungkinannya dia bisa menyinggung perasaan atau berbuat salah pada Junda.

Sedangkan pekerjaannya pun tidak berhubungan langsung dengan bosnya itu, dia hanya diperintah, atau membantu semua tugas Syalu sebagai sekertaris perusahaan.

Selama ini, yang Relina rasakan selama bekerja, Syalu yang lebih sering bersikap tegas bahkan cenderung galak padanya. Dia sadar mungkin memang seperti itu perawakan dan wataknya, apalagi dia adalah bawahannya. Jadi wajar apabila Syalu sering marah padanya, bahkan dalam masalah lain yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugasnya.

Relina kembali berpikir, mungkin karena kesalahan atau masalahnya dengan Syalu inilah, yang membuat atasannya itu mengadu pada Junda, kemudian pimpinan perusahaan itu, akhirnya memecatnya.

"Oh, iya Rel, terus gimana sekarang lamaran kamu di PT Gunara, udah diterima?"

"Ah, belum, sudah seminggu aku kirim lamaran ke sana, tapi belum ada jawabannya."

"Gimana kalau gak diterima. Kamu mau ngelamar di tempat lain, sini aku kirimin CV kamu ke PT. Atmaja."

"Tunggu saja, kalau di perusahaan Gunara, gak ada ada jawabannya, baru aku kasihin CV aku ke kamu, oke?"

Ane mengangguk, minuman di gelasnya sudah habis.

"Kamu ngapain aja selama nunggu lamaran, beneran kamu jualan, mana daganganmu?"

"Iya aku jualan, buat muterin uang biar uangku nggak habis. Kalau daganganku sudah habis, aku nggak pernah bikin banyak-banyak ... sedikit, tapi sehari langsung habis."

Roda perputaran hidup terus bergulir dan tidak pernah berhenti, seperti itulah wajah dunia yang sekarang ditatap Relina. Ia harus menghadapi kenyataan yang di luar pikiran serta dugaannya. Ia tidak menyangka akan dipecat, dalam keadaan tidak memiliki uang, hingga ia berputar otak untuk mencari penghasilan.

Ane sahabat yang baik, ia selalu menolong dan memberikan bantuan, tetapi ia tidak akan selamanya bergantung dengannya. Ane juga membutuhkan uang, untuk keperluannya sendiri, mengingat mereka juga seorang perantau di kota itu.

Tiba-tiba saja Relina mengingat setu kejadian, saat ia berada di taman. Ia pun menceritakan semuanya kepada Ane, bagaimana ia berusaha menghindarkan Junda dari gigitan ular pohon yang berbisa. Ane kemudian berkata, ketika Relina sudah selesai bicara.

"Wah, bisa jadi bos mengecatmu karena itu."

"Aku nggak sengaja, dia tersengat lebah waktu itu, kerena kesalahannya sendiri, gak mau tenang, faripada dia digigit ular yang ada di atas pohon." Relina berkata dengan cemberut, seolah Junda ada di hadapannya, kesal sekali rasanya.

"Apa kamu yakin, ular itu mau menggigit Pak Junda?"

"Iya ular itu sudah bersiap-siap mau gigit orang di bawahnya, pas di atas kepala Pak Junda. Lebih baik mana, digigit lebah atau kepalanya dipatok ular?"

Mendengar cerita Relina, Ane tertawa.

"Harusnya, kamu waktu itu ngomong, kalau ada ular di atas kepalanya. Jadi dia gak marah!"

"Mau ngomong gimana? Waktu aku bilang diam, dia justru pergi."

"Aku pikir gitu, bisa jadi masalahnya dia kesal banget sama kamu. Aku sekarang baru tahu, Pak Junda pernah, gak masuk kerja sepekan, mungkin karena tangannya bengkak."

"Ah masa?"

"Hmm ..."

Ane bekerja di divisi yang berbeda dengan Relina, atau di divisi bagian pemasaran produk. Oleh karena itu, ia sering berhubungan dan bertemu langsung dengan Junda, termasuk bagian lain seperti periklanan atau promosi penjualan. Jadi ia tahu bila selama seminggu, bos perusahaan itu, tidak masuk ke kantor.

Tidak semua orang tahu penyebab ketidak hadirannya. Baru sekarang Ane tahu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah tangannya bengkak karena disengat lebah hari akhir pekan.

"Kalau gitu, kamu ngomong, minta maaf sama Pak Juanda soal kejadian di taman itu."

'Hais, buat apa?"

"Ya, biar kamu bisa diterima, kerja lagi di sana."

bersambung

Terpopuler

Comments

⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽

⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽

bgs cerita nya

2022-06-01

6

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

wah.. gak usahlah. ngapai minta maaf. emang junda arogan

2022-05-25

7

SHADOW

SHADOW

bagus

2022-04-22

7

lihat semua
Episodes
1 Satu Kesialan
2 Salah Siapa?
3 Melihat Wajah Dunia
4 Orang Yang Istimewa
5 Gambaran Masa Depan
6 Dia Lebih Manis
7 Kesialan Lainnya
8 Di Ujung Jalan
9 Berhutang Budi
10 Kembali bekerja
11 Bagai Kekasih
12 Bukan Utang
13 Antara Dua Pilihan
14 Rapat Yang Menentukan
15 Bimbang
16 Kebun Rayakan Cinta
17 Phobia Dan Lift
18 Hampir Terpesona
19 Istana Negara
20 Alex
21 Jangan Asal Menyimpulkan
22 Jembatan Merah
23 Jadi Asisten?
24 Meninggalkan Kota
25 Kami Marahan
26 Aku Menyukainya
27 Sebuah Rumor Dan Mitos
28 Bukan Kebetulan
29 Situasi Yang Tidak Terduga
30 Benarkah Dia
31 Pertengkaran Kecil
32 Mungkin
33 Temani Aku Malam Ini
34 Rasanya Lumayan
35 Kamu Berubah
36 Maaf
37 Teh Manis
38 Dia Biasa Saja
39 Kenapa Kamu Perduli
40 Berutang Nyawa
41 Hanya Teman
42 Rahasia Keluarga
43 Pulang Kampung
44 Menolak Jatuh cinta
45 Tentang Ane
46 Sebuah Amanah
47 Lima Persen Saham
48 Rindu
49 Saya Temannya
50 Saya Janji
51 Lepaskan Aku
52 Pelukan Hangat
53 Panggilan Video
54 Seorang Pria Mabuk
55 Obati Lukamu
56 Rapuh
57 Antara Bogor dan Martapura
58 Tetaplah Di Sini
59 Penyakit Lama
60 Rasa Nyaman
61 Dua Cakrawala
62 Angsa Kesayangan
63 Kenapa Dia Ada Di Sini
64 Dia Tidak Menyukaiku
65 Percaya
66 Buku Harian
67 Asisten Pengganti
68 Maafkan Aku
69 Save Junda
70 Dion Untuk Ane
71 Kepergian Shasi
72 Turut Berduka Cita
73 Jam Makan Siang
74 Takut Kehilangan
75 Saling Pengertian
76 Kamu Amnesia
77 Aku Bukan Ibumu
78 Jauhi Dia
79 Pergi
80 Ragu
81 Apa Ini
82 Melamar
83 Melamar
84 Datang Besok
85 Umbu
86 Akhirnya
87 Lima Ratus Ribu
88 Kamu Mau Tidak
89 Dua Pengantin Baru
90 Aku Ikut
91 Bagaimana Kalau Dia Tiada
92 Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
93 Kepanasan
94 Waktu Istimewa
95 Hati Yang Karam
96 Hati Yang Karam Lagi
97 Dia Menyesal? Sangat
98 Tamat
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Satu Kesialan
2
Salah Siapa?
3
Melihat Wajah Dunia
4
Orang Yang Istimewa
5
Gambaran Masa Depan
6
Dia Lebih Manis
7
Kesialan Lainnya
8
Di Ujung Jalan
9
Berhutang Budi
10
Kembali bekerja
11
Bagai Kekasih
12
Bukan Utang
13
Antara Dua Pilihan
14
Rapat Yang Menentukan
15
Bimbang
16
Kebun Rayakan Cinta
17
Phobia Dan Lift
18
Hampir Terpesona
19
Istana Negara
20
Alex
21
Jangan Asal Menyimpulkan
22
Jembatan Merah
23
Jadi Asisten?
24
Meninggalkan Kota
25
Kami Marahan
26
Aku Menyukainya
27
Sebuah Rumor Dan Mitos
28
Bukan Kebetulan
29
Situasi Yang Tidak Terduga
30
Benarkah Dia
31
Pertengkaran Kecil
32
Mungkin
33
Temani Aku Malam Ini
34
Rasanya Lumayan
35
Kamu Berubah
36
Maaf
37
Teh Manis
38
Dia Biasa Saja
39
Kenapa Kamu Perduli
40
Berutang Nyawa
41
Hanya Teman
42
Rahasia Keluarga
43
Pulang Kampung
44
Menolak Jatuh cinta
45
Tentang Ane
46
Sebuah Amanah
47
Lima Persen Saham
48
Rindu
49
Saya Temannya
50
Saya Janji
51
Lepaskan Aku
52
Pelukan Hangat
53
Panggilan Video
54
Seorang Pria Mabuk
55
Obati Lukamu
56
Rapuh
57
Antara Bogor dan Martapura
58
Tetaplah Di Sini
59
Penyakit Lama
60
Rasa Nyaman
61
Dua Cakrawala
62
Angsa Kesayangan
63
Kenapa Dia Ada Di Sini
64
Dia Tidak Menyukaiku
65
Percaya
66
Buku Harian
67
Asisten Pengganti
68
Maafkan Aku
69
Save Junda
70
Dion Untuk Ane
71
Kepergian Shasi
72
Turut Berduka Cita
73
Jam Makan Siang
74
Takut Kehilangan
75
Saling Pengertian
76
Kamu Amnesia
77
Aku Bukan Ibumu
78
Jauhi Dia
79
Pergi
80
Ragu
81
Apa Ini
82
Melamar
83
Melamar
84
Datang Besok
85
Umbu
86
Akhirnya
87
Lima Ratus Ribu
88
Kamu Mau Tidak
89
Dua Pengantin Baru
90
Aku Ikut
91
Bagaimana Kalau Dia Tiada
92
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
93
Kepanasan
94
Waktu Istimewa
95
Hati Yang Karam
96
Hati Yang Karam Lagi
97
Dia Menyesal? Sangat
98
Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!