My Hubby
“Tunggu!” seru pria yang turut melebarkan langkahnya saat wanita yang ia kejar mempercepat jalannya.
“Amira Adiba Az-zahra!” jerit Ardan saat Mira semakin cepat meninggalkannya.
Suara tegas itu membuat langkah Mira terhenti, hingga Ardan dapat menyusul dan berdiri di hadapan Mira.
Mira memejamkan mata, tak ingin menatap pria di hadapannya “Mira, aku..”
“Bersikaplah seolah kita tidak saling kenal, aku mohon” pinta Mira sembari menatap pria itu sendu.
"Dan melupakan apa yang terjadi diantara kita?"
"Ya!"
"Aku tidak bisa, Mira" putus Ardan final membuat Mira menghela nafas lelahnya.
"Setelah malam itu, kenapa kamu menghilang?" ucap Ardan mencoba mengingatkan hal yang selalu ingin Mira lupakan.
"Aku tidak pergi, kamu yang pergi, kamu menikah dengan ibu anak itu, keluarga kalian sangat harmonis" setelah mengucapkan itu Mira berlalu pergi saat air matanya akan luruh.
Mira tidak ingin Ardan melihatnya menangis, sudah cukup semua kesedihan yang ia rasakan akibat pria itu.
Ardan mengumpat dalam hati, dengan cepat ia kembali mencekal tangan Mira, "Mira apakah malam itu.. Apakah kamu hamil setelah malam itu?" tanya Ardan setelah menemukan kosakata yang tepat untuk mengutarakan maksudnya.
"Tidak!" Ardan menatap mata Mira lamat-lamat, seolah mencari kebenaran di sana, namun Mira mengalihkan pandangannya.
"Tapi kenapa aku merasa kamu tidak mengatakan yang sejujurnya Mira?" tuduhan itu membuat Mira menatap Ardan dengan sengit.
"Apa urusanmu? Hamil atau tidak itu tidak ada sangkut pautnya denganmu" ucap Mira dengan penuh penekanan.
Ardan mengeratkan rahangnya marah, wajahnya pun memerah, tapi Mira tidak lagi takut dengan semua itu.
Tanpa kata Ardan pergi meninggalkan Mira yang segera masuk ke dalam ruangannya.
Setelah menutup pintu, tubuh Mira merosot jatuh sembari terisak, lalu memeluk kedua lututnya.
‘Kenapa mereka harus bertemu lagi?’ batin Mira bersamaan air mata yang meluncur deras dari pelupuk mata.
Beberapa waktu lalu...
“Buka mulutnya sayang, aaaaaa” Mira tersenyum saat manusia mungil dihadapannya membuka lebar-lebar mulutnya yang entah kenapa masih terlihat kecil di mata Mira.
“Nah pinter, kalau Arkan makannya banyak bisa cepat sembuh loh”
“Iya bu dokter?” tanya Arkan penasaran.
“Iya dong”
Suara pintu yang dibuka kasar membuat keduanya menoleh ke sumber suara.
“Daddyyyyyyyyy”
Keduanya stuck hanya bisa saling tatap tanpa bisa dicegah.
Bahkan Mira dengan tega mengabaikan pasien kecil yang meneriaki namanya saat ia tiba-tiba pergi begitu saja dari ruang rawat itu.
***
“Daddy!” Ardan yang melamun segera sadar dan sedikit menahan tawa saat pipi Arkan sudah kotor dengan bubur, ia salah menyuapi anak mungil itu.
“Sorry” tidak lagi menjawab Arkan melipat kedua tangannya dan membelakangi Ardan, tanda ia marah saat ini.
“Hey, Daddy minta maaf, ok?” Arkan bergeming di tempatnya, membuat Ardan memutari ranjang Arkan untuk berbicara dengan anak itu.
“Dimaafkan tidak?”
“Daddy nakal!”
“Tidak, Daddy tidak sengaja boy, maaf ya”
“Sungguh?”
“Sure! I’m sorry” Ardan bisa bernafas lega saat Arkan mau menatapnya, dan kegiatan mereka berlanjut dimana Ardan menyuapi Arkan, melanjutkan apa yang Mira lakukan sebelumnya.
Mira.
Pikiran Ardan tidak pernah terlepas dari wanita itu sejak pertemuan mereka beberapa waktu yang lalu.
“Daddy?!” lagi-lagi Ardan tersentak saat teriakan kecil itu memenuhi gendang telinganya.
“Ya boy?”
"Dokter tadi takut sama Daddy karena Daddy seperti monster, hihi" ucap Arkan sembari terkekeh lucu setelah mengatai Daddy-nya sendiri.
"Daddy seperti monster, hmm?"
"Iya"
"Hmmm baiklah monster ini akan menyerangmu" ucap Ardan yang setelah itu berperang menggelitiki Arkan.
"Aaaahh, Daddy stop, ini geli sekali, hahaha, stop Daddy"
setelah lelah, keduanya diam lalu tertawa bersama, tanpa sengaja Ardan memeluk tubuh kecil itu.
“Bu dokter tadi cantik dan baik ya Daddy? ” Ardan menyetujui hal itu dalam hati.
“Kalau memang Daddy sedang mencarikan Mommy untuk Arkan, boleh tidak jika Bu Dokter tadi saja yang menjadi Mommy Arkan?” Ardan tersedak liurnya sendiri seketika.
Mata Arkan yang mengerjap lucu membuat Ardan tak kuasa menolak namun juga tak bisa mengiyakan, akhirnya hanya senyuman yang bisa Ardan berikan.
Pria itu mengusap rambut Arkan dengan lembut hingga tak lama anak itu tertidur.
***
Ardan menegakkan tubuhnya saat melihat Mira yang kini berdiri kaku di hadapannya.
Ardan rela menunggui wanita itu di depan ruangannya, Ardan belum merasa puas dengan pertemuan mereka sebelumnya.
“Mira, boleh kita bicara?”
“Maaf jam praktek saya sudah habis” ucap Mira dengan memaksakan senyumnya dan bergegas dari hadapan Ardan.
“Sampai kapan kamu akan lari Mir?” langkahnya terhenti, Mira menarik nafas dalam hanya untuk membuatnya bisa tetap berdiri.
“Jika kamu ingin melakukan itu lagi, maka akan aku katakan kamu tidak akan bisa lari” langkah Ardan terdengar mendekat.
Mira menatap wajah itu yang sudah berada di hadapannya dengan jarak sebagai pemisah.
“Aku mencarimu selama ini” emosi Mira memuncak begitu saja.
Jika memang itu yang terjadi, kenapa mereka tidak pernah saling bertemu? Mira bukannya tidak tau siapa pria di hadapannya ini, Mira tau betul Ardan adalah pria beruang yang mudah saja membayar detektif handal untuk mencarinya.
Tapi itu tidak terjadi.
Tidak ingin memperpanjang masalah, Mira berusaha menegakkan bahunya, perlahan mengambil nafas untuk melonggarkan dadanya yang tiba-tiba sesak.
“Kita sudah bertemu sekarang, masalah selesai?” dengan tegas Ardan menggeleng.
“Masalah kita tidak sesimpel itu Mir, perlu ku ingatkan kejadian terakhir kali kita ketemu?”
“Aku sudah mengatakan tidak ada apa-apa setelah itu, tolong jangan memperkeruh semuanya, kamu sudah memiliki keluarga, jangan membuatku berada di posisi sulit karena dianggap sebagai perusak keluarga orang” setelah mengatakan itu Mira berlalu pergi meninggalkan Ardan yang terpaku di tempatnya.
Tak mau terlalu lama terlibat dengan Ardan membuat Mira memilih pergi tanpa menghiraukan pria itu, Ardan menggeram marah, tangannya mengepal, ia benci diacuhkan.
Dengan mengambil langkah lebar Ardan menyusul Mira, diraihnya tangan yang lebih kecil dari miliknya itu, lalu dengan cepat menghimpit tubuh Mira ke dinding.
Mira ketakutan, merasa de javu dengan kejadian beberapa tahun yang lalu.
Tapi ia tidak ingin terlihat seperti itu, dengan berbagai keberanian yang ia punya Mira bisa membalas tatapan tajam Ardan padanya.
“Kamu tau betul aku bukanlah orang yang sabar, kamu tau betul itu Mira” ucapnya datar dengan tatapan yang Ardan buat mengintimidasi wanita di hadapannya.
“Kalau kamu pikir aku akan takut, kamu salah Dan, aku bukanlah Mira yang dulu yang bisa dengan mudahnya kamu hancurkan, aku bukan lagi wanita lemah beberapa tahun lalu!” jawab Mira tak kalah sengit.
Sekuat tenaga Mira melepaskan diri dari Ardan namun tidak bisa.
Mereka saling tatap dengan marah.
Kriiiinggg kriiing
Sadar ponselnya berbunyi, Mira mencoba sekali lagi mendorong tubuh Ardan yang menghimpitnya, kali ini berhasil!
“Halo?”
“Bundaaaaaaaa” keduanya menegang mendengar panggilan itu dari ponsel Mira, sadar Ardan yang masih di sampingnya membuat Mira berlari menjauh.
“Aiden sudah makan Nak?”
Samar-samar Ardan mendengarnya, 'Apakah itu darah dagingnya?'.
“Bunda?” Mira menoleh, saat tatapan mereka bertemu, Mira mendadak takut ketika Ardan berjalan ke arahnya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ready
anak SD udah tau istilah murahan
2022-12-14
0
Kadek
Aku bawa boomm like n rate 5
semngt ya kk, jangan lupa mmpir kk
~kisah pendekar ramalan
~melik
makasi ya kk
2020-07-28
0
Nur Syamsiah Harahap
Semangat dan Lanjut terus ya :)
Kalau berkenan, silakan mampir di karyaku judulnya : Cinta Pertama Sang Bidadari
Vote , share dan komen sangat membantu untuk penyempurnaan karya ini. Terima kasih :) ;)
2020-04-22
0