“Aiden mau berlibur kemana?” tawar Mira seperti tahun sebelumnya.
Mereka akan pergi berlibur berdua saat hari ayah itu tiba.
Alasannya karena Mira tidak bisa melihat anaknya yang akan diejek teman-temannya saat hanya dirinya yang tidak memiliki ayah, di hari ayah itu.
“Bunda, boleh tidak kalau tahun ini Aiden ikut acara itu?” nafas Mira tercekat saat wajah polos itu menatapnya penuh harap.
“Aiden ingin mengikuti acara itu?” dengan sigap Aiden mengangguk.
“Hari ayah tidak harus bersama Ayah, Bun, karena Aiden hanya punya Bunda, saat semua murid merayakan hari Ayah di sana, kita bisa melakukan Hari Bunda di sana” mata Mira berkaca-kaca seketika, terharu dengan perkataan putranya.
Betapa dewasanya pemikiran putranya ini.
Mira kembali tersadar saat jemari kecil itu mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
“Tidak boleh ya Bunda?” cecar Aiden saat bundanya malah menangis, tidak mau mengecewakan sang putra kini tangan Mira membingkai wajah kecil itu dengan air mata yang masih berjatuhan.
“Boleh kok, kalau Aiden ingin pergi ke acara itu Bunda pasti temani” wajah Aiden mendadak sedih.
“Tapi Bunda menangis, itu artinya Bunda tidak ingin menghadiri hari Ayah itukan?”
“Bunda mau kok, Bunda menangis karena Bunda baru sadar kalau putra Bunda sudah semakin pintar dan berani, ini air mata bahagia” ucap Mira sembari mengusak hidung mereka, kemudian mengecup kedua pipi Aiden bergantian
“Terimakasih Bunda” Mira mengangguk.
“Bunda bakal ajukan cuti ya biar bisa menemani Aiden nanti” Aiden tersenyum senang meski wajahnya masih terlihat tidak terima.
“Acaranya dua hari lagi kan?” anak itu kembali mengangguk.
“Oke, Bunda akan ajukan libur untuk dua hari lagi, Aiden senang?” Mira tau jika saat ini Aiden sedang memaksakan senyumnya.
“Baiklah mari tidur besok Aiden harus pergi sekolah kan?” dengan patuh anak itu merebahkan diri di samping Mira.
Mata Aiden perlahan tertutup saat Mira mengusap-usap punggungnya dengan lembut.
Hal yang membuatnya selalu merasa bersalah pada anak itu, Mira bukan tidak tau apa yang sebenarnya Aiden inginkan.
Hari ayah selalu menjadi momok mengerikan bagi Mira meski Aiden pun tidak pernah menuntut apapun padanya.
Tapi bagi seorang ibu, Mira tetap merasa bersalah pada putranya sendiri.
Kalau tahun lalu ia bisa membuat putranya senang dengan mengajaknya berlibur, Kini Mira tak bisa melakukan hal yang sama.
Sadar saat putranya sudah tertidur, Mira merebahkan dirinya, berdiam diri menatap langit kamar sembari memikirkan hal berat yang akan terjadi di kemudian hari.
Mira tidak tau sampai kapan Aiden tahan untuk tidak bertanya keberadaan Ayahnya, meski anak itu sangat pintar menyembunyikan sesuatu tapi Mira tidak buta.
Terlalu berat memikirkan itu membuat Mira hanyut dalam angannya.
“Bundaaaa, hiks bundaaaa” isakan itu membuat Mira berjalan ke sumber suara.
Semakin lama tangis itu semakin jelas di telinga Mira.
Ada seorang anak disana, “Bundaa”
Mira terpaku di tempatnya saat anak itu berbalik dengan merentangkan tangannya.
Aisyah.
“Bunda kangen kamu nak” Mira memeluknya menuntaskan segala kerinduan yang ia punya, kemudian Aisyah mendongakkan kepalanya membuat pelukan mereka merenggang.
“Bunda jangan sedih yaa, kalau bunda sedih Aisyah sama Abang juga ikutan sedih Bun” kata Aisyah dengan senyuman yang manis.
“Iya sayang bunda janji gak bakal sedih lagi”
“Ikhlas ya bunda, aku sudah bahagia disini. Jangan ada rasa benci di hati bunda, maafin semuanya bunda” kata Aisyah yang membuat Mira terperangah hingga tak sadar jika Aisyah sudah pergi menjauh dari hadapanku, Mira yang melihat itu berusaha mengejar Aisyah yang semakin mendekati cahaya putih hingga akhirnya aisyah hilang ditelan cahaya putih itu.
“Aisyaaaaaah” pekik Mira berharap perempuan manis itu kembali, namun semuanya menggelap hingga Mira merasakan ada seseorang yang mengguncang tubuhnya.
“Bundaaaaaa, bunda kenapa teriak-teriak?” kata Aiden dengan mata berair yang ia punya
“Bundaaaaa, bunda kenapa sih, kok keringetan?? Bunda sakit ya??” tanyanya setengah terisak.
Mira memeluk tubuh kecil itu, masih mencerna apa yang ia lihat tadi, Aisyah sudah tidak ada, hanya Aiden yang kini di pelukannya.
Itu hanya mimpi.
“Aiden takut bunda teriak-teriak tadi, Bunda kenapa?”
“Bunda gak apa-apa sayang, maaf ya Bunda bangunin Aiden” anak itu mengangguk.
Mira kembali melamun, hingga pandangannya tertuju pada jam di kamarnya.
Pukul 00.00
Pantas saja Aiden bangun dan menangis, anak ini pasti terkejut karena teriakannya tadi.
“Tidur lagi ya?”
“Bunda mimpi dek Aisyah lagi ya? Bunda pasti kangen kan sama dek Aisyah, Aiden juga kangen sama dek Aisyah, Bunda” ucap Aiden tanpa memperdulikan ajakan Mira sebelumnya.
“Iya sayang, bunda juga kangen” hanya itu yang bisa Mira katakan sambil mencerna mimpi tadi.
“Gimana kalau besok pagi kita kunjungin dek Aisyah bunda?” kata Aiden dengan wajah yang berbinar.
“Boleh, sekarang Aiden tidur ya” Aiden mengangguk dan kembali mengambil posisi di samping Mira.
Hingga keduanya kembali tertidur bersama.
***
Seperti yang sudah direncakan sebelumnya, kini Mira dan sang putra sudah berada di area pemakaman setelah mengajukan cutinya dua hari.
Jantung Mira kembali berdetak kencang saat menginjakkan kakinya di makam ini. Tempat putrinya dimakamkan, kembaran Aiden.
Aisyah Salsabila.
Nama yang Mira pilihkan untuk putri kecilnya yang tak selamat saat dilahirkan.
'Maaf Ibu, tapi putri Ibu telah berhenti berdetak, kami sudah melakukan yang terbaik'
Mira kembali merasakan momen itu, momen dimana hidupnya hancur saat tidak bisa merawat putrinya sekali lagi setelah keluar dari kandungannya.
“Hai adek, Abang datang sama Bunda nih, maafin kami baru bisa datang hari ini” Mira masih tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Aiden pada kembarannya yang telah tiada.
Mira memang sudah menceritakan semuanya pada Aiden, tepatnya saat itu menginginkan seorang adik.
Meski tak pernah bertemu keduanya seperti memiliki ikatan, tanpa bertanya lagi Aiden langsung percaya bahwa Aisyah memang adik kembarnya.
“Bun, jangan nangis terus dong, kata pak Ustad kita gak boleh sedih, nanti Adik Aisyah juga sedih loh” dengan kasar Mira menghapus air matanya, perkataan yang juga Aisyah katakan dalam mimpinya semalam.
“Iya sayang”
“Kita doain Adik ya Bun” lagi-lagi Mira mengangguk.
“Aamiin” Mira bisa lihat anak itu mengusap wajah saat setelah menyelesaikan do’anya.
“Bun..” cicit Aiden membuat Mira menatap putranya penasaran.
“Aiden mau beli itu boleh?” pandangan Mira tertuju kemana tangan mungil itu menunjuk.
Ada penjual es krim di sana, dengan senyum lucu Mira mengangguk, sembari mengerahkan uang Mira mengusap puncak kepala Aiden dengan gemas.
“Setelah itu kembali kesini ya?” Aiden mengangguk senang.
Mira kembali menunduk menatap pusara sang putri, masih teringat jelas bagaimana tangan mungil itu menggenggam jemarinya, saat tubuh yang lebih kecil dari Aiden itu menggeliat dalam pelukannya.
Mira masih mengingatnya.
“Maafkan Bunda sayang, Bunda akan selalu menyayangi kamu, Bunda akan tepati janji Bunda semalam, Bunda akan mengikhlaskan kamu meski itu sangat berat Bunda lakukan” ucap Mira yang sudah larut dalam tangisannya.
Perlahan ia menegakkan badannya, mengusap kasar air mata itu.
“Bunda akan lakukan apa yang kamu minta, Bunda akan berusaha dengan keras demi kamu dan demi Abang”
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Kadek
semngt ya
2020-07-28
0
Tiqa Rantika Novista
semangat up thor
udah mampir nih
jangan lupa mampir y
jangan nikah muda nak
dan
11x menikah
2020-04-17
0
Vivian Lopez-,
kk ak boom like dn rate5 jgn lupa mampir y kk mksh smngt up kk
2020-04-17
0