Chapter 2

"Kamu berbohong padaku, Aiden, dia putraku kan?" tanya Ardan dengan sengit, bahkan ia dengan tega meremas pergelangan tangan Mira dengan kencang

“Dia putraku!!”

Ardan sungguh malas dengan perdebatan ini, dia menatap lawan bicaranya dengan tajam, sedikit mengikis jarak diantara mereka, "Kalau aku punya bukti bahwa Aiden adalah putraku, aku tidak akan segan-segan untuk merebutnya darimu Mira" bisik Ardan yang semakin membuat emosi Mira meledak.

"Kamu tidak bisa melakukan itu!"

"Aku bisa, sangat bisa, bersiaplah, kamu yang memilih untuk bermain-main denganku"

Setelah mengeluarkan semua ancaman itu Ardan segera berlalu meninggalkan Mira yang kini menangis tanpa suara.

Mira berlari secepat yang ia bisa agar segera pulang ke rumah, dia butuh Aiden, dia butuh putranya saat ini juga.

Setelah sampai di area parkiran Mira segera memasuki mobilnya, menyalakan mesin, mobil hitam itu segera keluar dari area parkir.

Mira benar-benar tidak menyangka hari ini akan terjadi, Mira juga tidak pernah berharap untuk kembali bertemu dengan pria masa lalunya.

Isakan-isakan kecil itu mewarnai perjalanan pulang Mira menuju rumah.

Sementara di tempat lain, terlihat dua pria tampan sedang bicara dengan serius.

"Harusnya kamu tidak sekasar itu padanya Bro, Mira akan semakin takut dan membencimu" ucap Edo, salah satu sahabat Ardan yang sedang menjenguk Arkan ke rumah sakit.

“Aku tau dia berbohong, dan jika itu benar aku tidak bisa menahan diriku untuk segera bertemu dengan Aiden dan membalas semua kebohongannya malam ini"

Edo tau apa yang dirasakan sahabatnya, tapi tetap saja, Ardan dan keras kepalanya adalah hal yang sulit dipisahkan.

***

Setelah beberapa kali berhenti untuk membeli makanan kesukaan sang Putra akhirnya Mira telah sampai di rumah yang ia beli sendiri dengan hasil keringatnya selama ini.

Pintu terbuka dan muncul pria kecil dengan wajah sama dengan pria yang membuatnya menangis beberapa waktu lalu.

“Bunda kok bengong didepan pintu sih?” tanya Aiden membuat rasa takut kehilangan pria kecilnya ini semakin besar.

Mira berjongkok di hadapan anak berusia tujuh tahun itu lalu memeluknya erat, rasa nyaman semakin besar saat Aiden menepuk pelan punggung Mira dengan tangan kecilnya.

"Bunda sayang sekali sama Aiden, Bunda kangen"

"Aiden juga sayang Bunda, kangen juga" Mira tak bisa menahan dirinya untuk mencium sang putra.

Tak mau membuat putranya khawatir, Mira menghapus air matanya, melepas pelukan mereka lalu menangkup wajah kecil itu untuk menatapnya "Bunda belikan makanan kesukaan Aiden looohh"

"Asyiiiiikkk, terimakasih Bunda, saaaayaaaaang Bunda banyak-banyak"

Mira senang melihat Aiden yang girang setelah menerima beberapa bungkusan itu, setidaknya hari yang kacau ini ditutup dengan hal yang menyenangkan.

“Bundaaa kenapa tadi berangkat gak bangunin Aiden sih??? Kan Aiden pengen dimandiin sama bunda” kata Aiden dengan bibir penuh yang sudah mengerucut ke depan membuatnya tampak menggemaskan di mata Mira, hal inilah yang selalu membuatnya rindu rumah.

“Maaf sayang tadi ada panggilan darurat, maaf yaaa. Tapi tadi gak rewel kan sama mbok Minah?” Aiden menggeleng.

“Nggak dong bun, Aiden pinter hari ini” jawabnya dengan cengiran khas anak kecil lalu ia melanjutkan makan makanannya.

“Sudah selesai Bunda”

“Gosok gigi lalu tidur ya.. Sisanya Bunda taruh di kulkas ya, kalau Aiden ingin makan lagi tinggal ambil di kulkas” anak itu mengangguk dengan dua jempol kecil Aiden yang mengacung di hadapan Mira, dengan gemas Mira mencapit dua jembol Aiden itu hingga sang empu merengek.

“Sakit Bunda”

“Masak sakit sih?”

“Ihh Bunda lepas nanti jempol Aiden bengkak, siapa yang susah nanti?”

“Bunda kan?”

“Tidak dong, Aiden yang susah, nanti kalau bengkak sakit Bunda” Mira sedikit terkekeh mendengar itu.

“Nanti Bunda obatin, kan Bunda dokter” jumawanya.

“Tetap aja itu akan sakit” Mira mengalah, dan melepas tangan itu dengan tawa yang menguar, membuat wajah kecil itu semakin cemberut.

“Ahh akhirnya lepas”

"Maaf ya boy, bunda hanya bercanda"

"Bunda, Aiden mau susu"

"Okey siap" ucap Mira sembari berjalan ke kitchen set dan membuatkan susu pesanan Aiden.

Sementara anak itu duduk di kitchen bar memperhatikan Mira.

Mira tertegun, tujuh tahun sudah mereka hidup tanpa Ardan dan semuanya baik-baik saja, kenapa ia harus kembali bertemu pria itu lagi?

"Bunda, airnya sudah mendidih" Mira tersadar dari lamunannya dan segera mematikan kompor.

“Bunda kenapa melamun terus sih?” tanya Aiden yang hanya Mira hadiahi dengan gelengan pelan.

“Pasien hari ini banyak ya Bun?” dengan lemah Mira mengangguk.

Perlahan ia kembali teringat dengan pasien bernama Arkan yang ternyata putra dari pria masa lalunya.

Entah apa yang terjadi esok, yang jelas setelah separuh info tentang Aiden tadi Mira yakin Ardan tidak akan diam saja.

“Hari ini Aiden tidur sama Bunda ya?” pinta Aiden saat Mira memberikan botol susu miliknya.

Dulu saat Aiden pertama kali masuk sekolah dasar, Mira harus mati-matian meminta agar tidur sekamar dengan putra kecilnya.

Karena pria kecil itu menolak dengan alasan ingin mandiri sejak dini, Mira tertawa pelan saat itu, tapi tidak menolak keinginan Aiden.

Namun kini ia dibuat heran karena ini kali pertama Aiden memintanya untuk tidur bersama seperti dulu.

“Kenapa mau tidur sama Bunda? Biasanya juga gak mau” ucap Mira pura-pura merajuk dan berjalan meninggalkan putranya.

Biar saja jika Aiden merasa kesal dengan penolakan itu, Mira ingin membalas dendam pada putra kecilnya itu, hihi.

“Eh, eh Bunda, Aiden belum selesai bicara”

Brug!

Mira kembali menahan tawa saat Aiden perlahan mengusap dahinya yang menabrak pinggang Mira saat wanita itu berhenti secara mendadak.

“Bunda kok berhenti gak bilang-bilang”

“Katanya Aiden belum selesai ngomong, makanya Bunda berhenti” Aiden mengerucutkan bibirnya kesal, Mira tak lagi bisa menahan tawanya.

“Say sorry please!” tawa Mira berhenti dan kini ia berjongkok di hadapan putranya.

“Maaf ya sayangnya Bunda”

“Dimaafkan”

“Oke, sekarang jelaskan kenapa Aiden mau tidur sama Bunda lagi” wajah anak itu seketika berubah.

“Aiden gosok gigi dulu Bunda, sampai jumpa nanti” ucap Aiden yang sudah berlari meninggalkan Mira dengan rasa penasarannya.

Mira menggelengkan kepala heran.

Namun ia akhirnya juga bergegas untuk mandi, dan mendengarkan alasan dari sang anak.

Aiden sudah duduk di head board saat Mira baru keluar dari kamar mandi dengan tampilan yang lebih fresh tentu saja.

Pria kecil itu membukakan selimut bagi sang Bunda, botol susu yang tadi penuh sudah tak bersisa.

Setelah berada di ranjang yang sama Mira memeluk erat tubuh kecil itu, penguatnya, alasan mengapa Mira masih memilih untuk tetap hidup hingga saat ini.

“Bunda kangen banget ya sama Aiden”

“Iya” setelah menerima jawaban itu Aiden juga mengeratkan pelukannya pada sang Bunda.

“Aiden juga kangen Bunda sangat-sangat” Mira terkekeh dalam pelukannya, putranya ini selalu bisa membuatnya bahagia, terharu dan segala macam emosi yang lain ada dalam diri Mira dalam waktu yang bersamaan.

“Oh ya, Aiden mau cerita sesuatu ya?” dapat Mira rasakan tubuh kecil itu menegang.

“Aiden” pria kecil itu merenggangkan pelukan mereka, kepalanya menunduk seakan takut pada sang Bunda.

“Aiden ada apa?”

“Bunda, sebentar lagi ada hari ayah” kini Mira juga menegang di tempatnya, ia sudah tau kemana arah pembicaraan ini akan berlabuh.

TBC

Terpopuler

Comments

Kadek

Kadek

keren kk

2020-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!