MASIH TANDA TANYA
"Pasti banyak, orang yang kesepian didunia ini. mereka yang tidak memiliki teman untuk dipercaya atau memercayai mereka. Ada juga yang lebih asyik dengan dunia nya sendiri hingga melupakan dunia nyata dan sekitar. Kuberitahu, kesepian itu tidak lah menyenangkan. Pergi dan carilah teman mu lalu hiduplah bahagia bersamanya. Percayailah dia maka ia juga akan memercayaimu jua. Akan tetapi, sesekali jangan pernah kamu merusak kepercayaan yang telah ia berikan padamu. Itu akan menjadi akar dari semua masalah disekitarmu dimana kamu tidak pernah dipercayai oleh sekitarmu."
*
*
*
Perkenalkan, namaku Linia umur 25 tahun, seorang karyawati disebuah perusahaan produk makanan. Pagi hari ini, aku harus kembali terbangun dengan suasana sedikit buruk karena mimpiku malah seperti diceramahi oleh mediang kakekku. Semua manusia juga tahu, apa itu kata percaya dan bagaimana menghandle nya. Hanya saja, di dunia yang semakin modern ini tentu pola pikir kuno seperti itu akan dimakan jaman dan di tertawakan. Sembari mandi, di dapur apartemenku sudah ku panaskan air untuk menyeduh teh untuk ku sarapan. Hari ini, katanya akan ada penyambutan manajer baru di divisi ku setelah perombakan posisi dan mutasi kemarin. Untung saja aku masih aman dan ditempatkan di kantor pusat. Nah, salah satu yang membuatku sedikit badmood karena teman akrab ku Sia harus dipindahkan di kantor cabang yang berada di luar kota. Selain Sia, aku tidak terlalu akrab dengan yang lain.
Sudahlah.
*
*
*
Cukup dengan curhatan Linia, wanita karir itu nampak duduk dengan tenang di bangku MRT sembari mendengarkan lagu dari ponselnya melalui earphone dan saat MRT berhenti di stasiun yang tak jauh dari kantornya, barulah ia beranjak keluar dan berjalan santai menuju sebuah gedung yang cukup tinggi bernama "IN FOOD CORP". Linia masuk kedalam gedung dan langsung menuju pintu lift khusus karyawan dan menekan angka. Tak seramai biasanya yang menunggu didepan pintu lift.
"Pagi Linia,tumben sekali kamu cepat datangnya?"
Linia menoleh pada penumpang lift lainnya yang merupakan seorang senior Linia di divisinya.
"Halo kak Elda...heheh...karena pagi ini ada rapat, maka aku harus siapkan ruangan dulu. terlebih akan ada manajer baru di divisi. enggak enak kalau nanti ruangan nya malah berantakan." jawab Linia sembari tersenyum ramah pada wanita yang sedang hamil muda itu.
Elda mengangguk setuju sembari mengelus perutnya yang sedikit buncit itu.
"Linia ngga pernah berubah. Selalu datang cepat. kenapa kamu ngga naik jabatan aja jadi pengawas sih? dan milih jadi sekretaris manajer. Kan manajer kita bukan pak Imal lagi. kamu nanti malah kelabakan menyesuaikan dengan manajer baru itu." ujar Elda sedikit cemas.
"Heee...santuy kak. lagipula sesantai dan seramah nya pak Imal. Tetap aja, kalau kita terlambat ngumpulkan laporan, habis disindir sama beliau. saya ngga betah. Lagi pula, kita harus naik tangga perlahan kak jika ingin mencapai puncak." Ujar Linia bijak.
"Amboy....bijak sekali anda....sarapan apa kamu pagi ini? kok seperti terberkati kamu ya" ujar Elda menggoda Linia.
Wanita itu terkekeh geli.
"Ini efek karena ditinggal Sia pindah kak. Saya jadi ngga punya patner gila lagi selain dia dan kakak dalam keadaan berisi, takutnya mempengaruhi anak kakak kelak. Ga enak saya." canda Linia membuat Elda mencubit pipi Linia gemas dan ingin memakan Linia saat itu juga.
Ting.
Lift berhenti tepat di lantai 5 tempat dimana kantor Linia dan Elda berada. Keduanya masih saling bercanda saat menuju ruang meja masing-masing.
"Yaa... karena kamu sekarang sekretaris jadi harus di meja yang cukup jauh dari kakak."
"Heeyy... hanya berjarak empat meja dari kakak bukan berarti jauh. Kita pun masih menghirup AC yang sama kak. Jangan lebay deh." ujar Linia sembari menuju mejanya dan merapikan bawaannya.
Sementara itu di sebuah apartemen yang cukup mewah dan minimalis, dicoraki oleh banyak ornament berwarna putih dan hitam khas seorang pria maskulin yang menempatinya. Dengan ditemani musik jazz yang menenangkan, mengisi pagi dan meramaikan sedikit ruangan itu.
"Iya ma... sebentar lagi berangkat. Sudah semua ku siapkan..." ujar seorang pria menyambut ucapan dari telepon yang ia letakkan di meja ruang tamunya sembari pria itu memasang dasinya.
Pria dengan perawakan oriental, tinggi semampai, memiliki tulang rahang yang tegas dan berkulit putih itu segera mengambil kunci mobil nya sembari mata tajam nya mencari sesuatu.
"Sudah dulu ya ma. Aku berangkat." ujar pria itu meraih ponselnya lalu mengambil jasnya.
[Jho, pesan mama... Jangan terlalu mengikuti ego mu ya. Kamu pasti mengerti kenapa papa mu menempatimu di posisi yang sekarang ini, jangan ngebut juga.]
Pria itu hanya mengiyakan ucapan ibunya lalu mematikan ponsel nya dan segera bergegas berangkat ke kantor dengan menggunakan mobilnya.
Sementara itu, Linia sibuk merapikan meja yang akan digunakan oleh atasan barunya dan mempermanis dengan tanaman mini lidah buaya yang diletakkan di atas meja.
Tok tok tok
"Lin, kamu udah selesai? Sebentar lagi beliau tiba." ujar Elda pada Linia.
Linia menatap Elda dan mengangguk.
"Sebentar lagi. Papan namanya belum ku lap." Ujar Linia.
"Oke. Kalau sudah selesai susul kakak ke depan ya."
Linia mengangguk lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Diraihnya papan nama bertuliskan "K. Jonathan" lalu di bersihkan agar nampak mengkilat.
Tak lama Elda tiba di tempat semua staf menunggu acara penyambutan manajer baru, Linia pun muncul dengan sedikit terburu-buru dan langsung berdiri di samping Elda.
"Lama sekali sih..." Tanya Elda bingung.
"Maaf, tadi ke toilet sebentar. Apa mereka sudah datang?"
"Sudah, lagi berbincang sebentar dengan pak Imal dan pak direktur. Kamu tahu, dengar-dengar manajernya masih muda. Beruntung kamu." ujar Elda pada Linia.
Linia tersenyum memaklumi semangatnya kak Elda ketika mendengar manajer baru mereka.
"Heh... tidak ada kaitannya dengan saya. Kan, saya tipe yang menyesuaikan. Selama enak di ajak kerja sama. Tidak akan menjadi masalah buat saya." ujar Linia santai.
Elda nampak tersenyum dan merasa tidak heran lagi dengan pola pikir Linia. Tak lama setelah obrolan Linia dan Elda, muncul beberapa orang dari ruangan rapat. Yang mana salah satu dari mereka merupakan manajer baru divisi Penjualan, tempat Linia ditempatkan.
"Ok, selamat pagi semua... hari ini, kalian akan bekerja dengan pak Jho, beliau merupakan manajer baru di divisi ini menggantikan saya. Saya harap, kedepannya kinerja kalian meningkat dan lebih baik lagi.. silahkan pak, perkenalkan diri anda." ujar pak Imal selaku manajer lama.
Seorang pria muda dan tampan itu pun maju kedepan dan menghadap sekitar sepuluh orang yang ada didepannya termasuk Linia yang berada di ujung barisan.
"Selamat pagi semua, saya Kristo Jhonathan, saya akan menjabat sebagai manajer kalian. Panggil saja Pak Jho. Ada yang ingin kalian tanyakan?" ujar Jho memperkenalkan dirinya pada patner kerja untuk beberapa waktu kedepan.
Seorang karyawati muda mengangkat tangannya kemudian dipersilahkan oleh Jhonathan.
"Maaf bertanya, umur bapak berapa ya?" tanya wanita itu dan menghasilkan tatapan tajam dari pak imal serta cibiran dari patner kerja nya. Menyikapinya, Jhonathan hanya tersenyum manis.
"Kalau itu, anda bisa lihat sendiri... bisa jadi saya lebih tua dari anda, atau bahkan lebih muda dari anda." jawab Jhonathan disambut tawa renyah dari pak Imal.
"Bapak sudah menikah?" tanya salah satu karyawan.
"Saya masih lajang dan belum memikirkan kesitu." ujar Jhonathan santai. Tentu jawaban ini disambut baik oleh karyawati yang juga masih melajang. Hingga Elda pun iseng menyenggol siku Linia yang sibuk memperhatikan suasana.
"Apa sih kak?" bisik Linia risih.
"Masih lajang Lin." Goda Elda.
Linia hanya memasang wajah senyum poker face nya.
"Ah iya.... Kalau sudah selesai. Kalian bisa melanjutkan pekerjaan kalian. Ingat, jika ada masalah atau semacamnya langsung Tanya saja pak Jho, jangan whatsapp saya lagi ya. Kecuali yang lagi rindu. Sampai jumpa." ujar pak Imal menutup pembicaraan.
Akhirnya semua orang pun bubar dan kembali ke meja kerja masing-masing, kecuali Linia yang tiba-tiba dipanggil oleh pak Imal untuk menghampirinya dan Jhonathan.
"Linia, setelah ini. tunjukkan ruangan pak Jho ya..." ujar pak Imal pada Linia.
Linia pun mengiyakan dan langsung mengantar Jho ke ruangannya.
"Linia Bernadetha, jika ada yang bapak butuhkan meja saya tak jauh dari meja bapak." ujar Linia pada Jhonathan saat mereka sampai di meja Jhonathan. Pria itu pun mengangguk dan langsung duduk dan memperhatikan mejanya.
"Siapa yang membersihkan meja ini??" tanya Jhonathan tiba-tiba.
Linia pun langsung menunjuk dirinya.
"Kalau bisa jangan ada tanaman di meja saya. Saya tidak suka meja saya kotor." ujar Jhonathan sembari memberi Linia pot mini berisi lidah buaya itu. Linia pun tersenyum canggung dan langsung pamit kembali ke meja nya.
Makan siang pun tiba. Linia langsung membereskan mejanya dan mengambil dompetnya karena Elda nampak sudah menunggu di ambang pintu untuk pergi ke kafetaria kantor bersama. Namun baru saja ingin beranjak.
"Linia, bisa ikut saya sebentar?" Tanya Jhonathan tiba-tiba.
Mau tak mau Linia pun mengikuti Jhonathan dan memberi kode untuk Elda untuk duluan saja.
"Iya pak. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Linia pada Jhonathan.
"Dokumen yang kamu kirim lewat email tadi, saya akan ubah total formatnya karena menurut SOP baru perusahaan. Lalu, nanti sore ada rapat bersama direksi, tolong siapkan ruangannya." ujar Jhonathan.
Linia baru mengingat jika terdapat perubahan pada SOP perusahaan. Baru saja bekerja sama, sudah ada kesalahan seperti ini. padahal ia sudah berusaha keras membuat dokumen itu dan sekarang malah akan diubah total. Anehnya, bukannya diminta untuk diubah, malah Jhonathan sendiri yang akan mengubahnya, bukankah itu adalah tugas Linia untuk memperbaikinya? Kalau untuk menyiapkan ruangan Linia tidak mempermasalahkan nya sama sekali.
"Baik pak. Bapak yakin tidak ingin saya yang memperbaikinya?" tanya Linia meyakinkan kembali.
"Tidak perlu, silahkan kembali ke tempatmu." ujar Jhonathan pada Linia.
Linia tidak dapat mengomentari lagi dan langsung undur diri dari ruangan Jhonathan. Perutnya sudah menahan lapar sejak tadi karena ia hanya sarapan sedikit saja tadi pagi. Iya, Linia pikir mungkin Jhonathan itu terlalu rajin hingga pekerjaan Linia malah ia yang memperbaiki.
"Hey, Linia. Kenapa wajah mu pucat sekali?" tegur seseorang saat Linia baru keluar dari kantornya.
Linia tersadar dan langsung tersenyum canggung pada pria muda yang baru saja menatapnya itu.
"Eh... si Dheo.... Benarkah? Mungkin karena aku belum makan siang. Mau ke kafetaria bareng?" tawar Linia pada pria muda berkacamata itu.
"Tidak. Aku masih ada yang harus kukerjakan. Apa pak Jho ada diruangan nya?" tanya Dheo.
Linia mengangguk.
"Hmm... dia ada diruangannya, masuk saja." ujar Linia.
"Kalau begitu sampai jumpa..." ujar Dheo sembari masuk kedalam kantor divisi Linia menuju meja Jhonathan.
Tok tok tok
Setelah mengetuk pintu Dheo langsung masuk kedalam ruangan kecil tempat Jhonathan berada. Entah harus senang atau apa, Dheo masuk tanpa dipedulikan keberadaannya oleh Jhonathan yang sibuk mengetik di komputernya. Hingga membuat sang tamu sedikit kesal.
"Baru hari pertama, kenapa kau terlihat sibuk sekali sih?? Ck...ck..." ujar Dheo sembari duduk di kursi di depan Jhonathan.
"Sekretarisku membuat dokumen dan bahan untuk rapat dengan format lama, sehingga aku harus mengubah total formatnya. Kau tahu kalau aku sama sekali tak menyukai adanya kesalahan." ujar Jhonathan sembari masih sibuk mengetik.
"Memangnya siapa sekretaris mu? Hey, itu kan kerjaan dia. Kenapa tidak suruh dia saja yang menyelesaikannya? Kau ingin dipandang sibuk atau apa?" tanya Dheo heran.
"Tidak, yang ada dia malah tertekan dan malah menghancurkan hasilnya. Aku tidak bisa menyerahkan hal yang begitu penting untuk rapat nanti padanya." ujar Jhonathan.
"Iya...iya... aku tahu posisimu saat ini sedang berada di ujung tanduk. Ah iya, aku kesini memberimu ID card mu. Kau tahu, tadi pagi aku sedikit terlambat jadi aku lupa memberikannya padamu. Siapa suruh kau tidak mau kutitipkan dengan patner kerja ku yang lain dan malah harus diriku yang memberikannya." ujar Dheo sembari memberikan ID card di atas meja Jhonathan.
"Berkatmu aku harus masuk dan meminjam ID card pak Imal. Kau kira jika kau titipkan ke orang lain, bisa saja nanti hilang atau rusak. Tidak aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Ujar Jhonathan sembari menatap Dheo yang ada dihadapannya.
Dheo nampak terkekeh dengan ucapan Jhonathan yang terdengar merepotkan itu.
"Hei, apa kau tak lapar?" tanya Dheo.
"Hmm... aku lapar, tapi waktu istirahat sebentar lagi." ujar Jhonathan sembari melihat arloji yang terpasang di pergelangan kirinya.
"Kenapa tidak pesan saja? Kau mau aku memesan makanan untuk mu? Kebetulan teman ku yang satu divisi dengan mu sedang berada di kafetaria." tanya Dheo sembari menunjukkan chatnya dengan Linia.
"Tdak. Aku hanya makan makanan rumahan." ujar Jhonathan.
Dheo nampak sudah lelah dengan respon yang diberikan Jhonathan.
"Hnn.... Kurasa tante tidak seketat ini, kenapa kau ketat sekali dengan dirimu? Ini tidak, itu tidak, ini jangan, itu jangan."
"Ini hidupku. Sana kau, pergi. Mengganggu ku saja." ujar Jhonathan sembari mengusir Dheo untuk pergi dari ruangannya.
Sementara itu di kafetaria, Linia dan Elda sudah ingin beranjak dan masih di depan rak berisi roti-roti yang siap dibeli.
"Gimana Lin? Dheo jadi nitip?" tanya Elda.
Linia masih berkutat dengan ponselnya.
"Dia bilang beli saja, entahlah.... Ya sudah, kalau dia tidak jadi buatku saja rotinya." ujar Linia pada Elda.
Jam istirahat pun berakhir dan Linia sudah kembali ketempat nya untuk melanjutkan pekerjaannya. Enath kenapa, sesekali ia memandang Jhonathan yang nampak sibuk di ruangannya. Jika Linia perhatikan, wajah Jhonathan sedikit pucat dan lemas.
'Apa mungkin karena tidak makan siang?' batin Linia pada dirinya sendiri. Namun di sisi lain, kenapa ia harus peduli pada atasannya satu itu? Siapa tahu memang seperti itu wajah Jhonathan saat sedang bekerja. Seperti mayat hidup atau zombie.
Tok tok tok
"Masuk" ujar Jhonathan saat Linia mengetuk pintu ruangan Jhonathan lalu masuk dengan perlahan.
"Pak, saya sudah siapkan ruangan rapatnya pak. Bahan-bahan rapatnya juga sudah saya atur." lapor Linia.
"Ah iya... terima kasih... aduh." baru saja ingin beranjak, Jhonathan sudah mengaduh pada ulu hati nya yang nampaknya sakit itu hingga membuat pria itu duduk kembali.
Tentu saja Linia langsung panik dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan.
"Pak Jho? Anda baik-baik saja?" tanya Linia bingung.
"Tidak, saya baik-baik saja. Ini karena asam lambung saya naik."
"Bapak belum makan siang?" tanya Linia.
"Saya lupa membawa bekal."
"Padahal di kafetaria kan gratis untuk karyawan pak." ujar Linia heran.
Jhonathan tersenyum tipis.
"Saya tidak biasa makan di kafetaria atau restoran."
"Saya punya roti jika bapak mau." ujar Linia.
"Tidak... saya baik-baik saja."
"Bapak yakin? Wajah bapak pucat lho, nanti rapatnya tidak bisa konsentrasi."
"Bisa panggil Dheo sekarang?" bukannya menjawab, malah mengalihkan pembicaraan. Pikir Linia. Ya, karena atasan dirinya mau tidak mau Linia menuruti dan menelepon Dheo.
Tak lama kemudian, Dheo pun datang keruangan Jhonathan. Dari tadi, sakit nya belum kunjung hilang dan Linia hanya membawakan air hangat untuk Jhonathan. Padahal rapat tinggal 30 menit lagi dan Jhonathan bersikeras tidak ingin makan. Linia awalnya berpikir apa Jhonathan itu diet atau semacamnya. Tapi ternyata....
"Jhonathan merupakan sepupuku yang paling pilih-pilih tentang segalanya, ia memiliki trauma tergadap kepercayaan atau semacamnya semasa SMA nya. Maka ia tidak akan mau makan makanan resto maupun instant dan memilih mengerjakan pekerjaannya sendirian." jelas Dheo pada Linia saat Linia bertanya Jhonathan kenapa. Mereka pun membicarakannya tepat di hadapan orang yang sedang sakit itu.
"Pak Jho, anda yakin bisa rapat? Jika begini, lambung anda bisa rusak. Anda harus makan ya." ujar Linia pada Jhonathan.
"Tidak... terima kasih, aku baik-baik saja."
Linia menatap pasrah pada Dheo.
"Kau sudah hampir sepuluh tahun pilih-pilih dengan hal yang tak penting sekalipun."
Belum selesai Dheo meneruskan perkataannya, Jhonathan tiba-tiba bangkit.
"Aku baik-baik saja. Ayo, keruang rapat sekarang. Aku memanggil mu bukan untuk menceramahiku, tapi kau juga harus ikut rapat sore ini." ujar Jhonathan lalu pergi keluar ruangannya menuju ruang rapat yang telah ia sediakan.
Linia dan Dheo menatap satu sama lain dan menyusul langkah Jhonathan pergi dari ruangan itu.
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Lindaindut
pantes dikit chapter x , trnyata panjang bnget isi nya😆😆😆
2020-11-22
2
Caramelatte
Belong to Esme mampir dan meninggalkan jejak kakak🤗 semangat terus! jangan lupa mampir balik💐
2020-11-21
1
Ayunina Sharlyn
nyimak
2020-08-20
1