CHAPTER 3

"Kita akan pergi kunjungan kerja selama dua hari di Bandung." ujar Jhonathan pada Linia setelah membaca surat masuk yang Linia berikan padanya.

Linia mencerna ucapan Jhonathan barusan dan melihat kembali isi surat itu. Memang perihal didalamnya bertuliskan kunjungan kerja kesalah satu pabrik pengolahan produk.

"Karena kamu adalah sekretaris saya, tentu kamu wajib mengikuti saya kemana pun kunjungan kerja saya, seharusnya kamu mengetahui jika ini adalah tugasmu."

"eh... saya mengerti kok pak saya hanya heran saja, tumben sekali bapak tidak pergi sendiri karena biasanya kemana-mana sendiri." ujar Linia menyinggung kebiasaan Jhonathan.

"Itu kalau masih di ranah Jakarta dan sekitarnya saya bisa sendiri, tapi ini Bandung. Ya, mungkin kamu bisa bergantian menyetir dengan saya nanti." ujar Jhonathan.

Linia hanya ber'oh' ria dan mengangguk paham.

"Kalau begitu saya akan mempersiapkan apa-apa saja yang bapak butuhkan besok." ujar Linia.

"Tidak perlu, itu biar saya nanti saja kerjakannya."

Linia memutar bola matanya malas. Jhonathan mulai lagi dengan kebiasaannya. Tentu Linia tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Apa bapak ingin membiarkan mata bapak tidak tidur semalaman dan kelelahan esok hari? Bukankah itu pekerjaan saya selaku sekretaris bapak?" tanya Linia pada Jhonathan.

Pria itu menatap Linia dihadapannya.

"Kamu tau kan saya tidak suka adanya kesalahan sekecil apapun?"

"Pak Jho, saya akan mengerjakannya sesempurna mungkin tanpa adanya kesalahan dan kekeliruan sedikit pun. Lagi pula, jadwal bapak padat sekali hari ini. masih ada 3 pertemuan dan rapat setelah makan siang nanti. Belum lagi rekap harian, tapi itu bisa saya kerjakan... jangan sampai bapak masuk rumah sakit lagi seperti kemarin." jelas Linia.

Jhonathan sedikit bungkam akibat ucapan Linia barusan. Tidak disangka jika wanita itu akan banyak bicara juga. Terlebih ucapan Linia benar-benar menyinggung Jhonathan. Entah di detik selanjutnya, Linia tiba-tiba tertegun dan menatap Jhonathan panik.

"Ma-maafkan saya pak saya telah berlaku tidak sepantasnya, saya benar-benar menyesali kesalahan saya barusan pak!". ujar Linia panik. Bahkan wanita itu masih menatap Jhonathan harap-harap cemas dan berharap Jhonathan tidak menghukumnya.

"Ehem.... Saya mengerti. Bagaimanapun juga kamu tetap menjalani tanggung jawabmu atas pekerjaan yang seharusnya milikmu. Saya minta maaf, mungkin bukannya meringankan malah memberi beban tersendiri bagimu. Tidak apa-apa... silahkan lanjutkan pekerjaanmu." ujar Jhonathan tenang.

"Bapak tidak marah?" tanya Linia pelan dan berhati-hati. Masalahnya Linia merasakan atmosfer yang berat luar biasa di ruangan Jhonathan.

"Hmm... saya tidak marah atau sebagainya kembalilah ketempatmu. Kau tidak ingin pekerjaan mu diambil orang, bukan?" tanya Jhonathan yang terdengar seperti menyinggung.

Hufftt.

Linia mencoba mengambil napas dalam-dalam dan mencoba rileks. Ia barusan menhabiskan sebungkus roti isi kacang hijau kesukaannya di kantin pada saat makan siang juga sekotak susu rasa stoberi sebanyak 250 ml. Namun apa daya, Linia coba merasakan sejuknya AC dan pemandangan teras kantor yang hijau karena banyaknya pot tanaman. Entah kenapa hatinya serasa masih dibakar dan disirami minyak untuk tetap memanas. Bahkan sikap Linia saat ini terlihat aneh dimata Elda dan Dheo yang kebetulan makan bersama juga.

"Lin, kamu PMS?" tanya Dheo asal sembari menyeruput kopi panasnya perlahan.

Linia kembali menarik napas panjang dan rileks lalu menatap Dheo tanpa arti.

"Hapal sekali kamu dengan tabiat wanita. Tapi, sayang nya kamu salah. Aku baik-baik saja." jawab Linia.

"Tapi, seperti kecapean? Apa tekanan darahmu turun lagi?" tanya Elda sembari membereskan kotak makanannya.

"Tidak kak, aku barusan sudah minum obat penambah darah. Hanya lagi capek aja...biasa."

"Gara-gara pak Jho?" terka Elda.

"Haah.... Bisa jadi, tapi tidak serius-serius amat. Cuma lagi proses penyesuaian." ujar Linia.

"Tuh kan... tidak mudah tau kerja sama Jhonathan. Ya udah, pindah aja ke divisi aku. jadi asisten aku, Mau?" tawar Dheo.

Linia menatap Dheo datar. Jujur saja, sudah berapa kali Dheo menawarkan hal tersebut pada Linia, dan wanita sekantor lainnya? Itu karena masalah nya di divisi IT tidak ada staf wanita dan memang disengajakan begitu.

"Dasar pria yang kurang belaian wanita." ujar Elda.

Linia hanya terkekeh geli mendengar perdebatan bumil dan pria yang haus akan belaian wanita itu.

"Kak Elda mah gitu!! Bantu aku cari pacar dong! Teman kakak kan banyak yang cantik." ujar Dheo usil.

Elda dan Linia hanya terkekeh dan mengatakan tak ada wanita yang ingin mereka kenalkan pada pria play seperti Dheo.

Sementara itu, Jhonathan terlihat baru muncul di kantin dengan nampan berisi makanan dan duduk tak jauh dari meja tempat Linia, Dheo dan Elda duduk.

"Tumben sekali muncul di kantin? Dan dia makan makanan kantin?" tanya Linia pada Dheo.

"Bagaimanapun juga manusia juga butuh makan. Hanya saja, Jho mengawasi langsung proses pembuatan makanannya di dapur, ya... karena perusahaan ini milik keluarganya, ia bisa dengan mudah melakukan apapun yang diam mau." jelas Dheo.

Linia mendapat satu poin penting dari ucapan Dheo barusan.

"Eh? Punya keluarganya?" tanya Linia kaget namun masih dalam batas suara yang wajar.

"Iya begitulah."

Linia merenung lagi.

Air dari wastafel otomatis itu terus mengalir karena tangan Linia masih sibuk mencuci tangannya di bawah mulut keran wastafel. Ia tahu jika tangannya sudah bersih, namun ia masih belum niat untuk menarik tangannya dan mengeringkannya.

'Duh... apa aku sudah bicara berlebihan tadi ya? Bisa-bisa karir ku terancam...' Linia terus menerus merutuki dirinya dan menyesali ocehan yang keluar dari mulutnya tadi. Sekarang bahkan ia mungkin tak sanggup menghadapi Jhonathan atau menatap wajah pria itu Linia tidak sanggup.

"Lin, tolong berikan ke pak Jho ya..."

"Bu Lin, tolong minta pak Jho tanda tangan dokumen ini."

"Lin, ini copyan yang dimintai oleh pak Jho, tolong berikan ke beliau ya... karena kakak nggak sempat, ada pertemuan mendadak."

Linia tertegun menatap tumpukan dokumen yang akan ia distribusikan pada Jhonathan. Ia baru saja bertekad untuk menghindari Jhonathan hanya untuk hari ini walau ia rada hal itu adalah hal yang mustahil. Namun, apa daya Linia tetaplah akan bertemu Jhonathan di hampir semua situasi kerja. Mau tidak mau, walau dengan hati yang berat dan tertekan Linia bangkit dari kursinya dan melangkah menuju ruangan Jhonathan.

Tok...tok...tok

"Permisi pak, ini dokumen yang harus bapak periksa dan tanda tangani." ujar Linia sembari langsung meletakkan tumpukkan dokumen beserta map diatas meja Jhonathan yang sedang sibuk dengan layar komputernya.

'Aku rasa cuma aku saja yang terlalu memikirkan ucapanku sendiri, lalu tertekan sendiri.' Linia menatap Jhonathan sekilas yang sibuk bekerja itu. Sama sekali tenang dan tekun, tipe orang serius akan pekerjaan seperti Jhonathan mana mungkin memikirkan hal yang bahkan tidak penting seperti yang Linia pikirkan.

"Kamu masih merasa nggak enak sama saya?" tanya Jhonathan sembari menatap Linia serius.

"*E*h... bukan begitu, saya tidak seperti itu kok." ujar Linia sedikit panik.

"Kamu yakin? Nanti bisa memengaruhi hasil kerjamu."

Linia tersenyum canggung demi menyembunyikan kepanikannya.

Linia pun kembali duduk di kursinya dan menatap layar laptopnya. Ia tidak menyangka jika Jhonathan memikirkan rasa canggung Linia saat ini. jika Linia pikir lagi, ini salah dirinya yang terlalu nampak terbebani, padahal orang lain tidak memedulikannya sama sekali.

"Kadang masa bodoh itu ada gunanya juga." gumam Linia pelan lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Tuk!

Jhonathan menyusun kembali dokumen yang sudah ia periksa dan ia tanda tangani. Kebetulan, matanya lurus memandang seorang wanita yang berada di luar ruangannya melalui dinding kaca tebal. Linia sibuk dengan laptop dan dokumen di mejanya dan seperti menyadari sesuatu ia mengalihkan pandangannya pada ruangan Jhonathan dan mendapati pria itu sibuk bekerja. Mungkin hanya perasaannya atau semacamnya jika Jhonathan memandang kearahnya barusan. Takutnya ada pekerjaan yang bisa dibantu, pikir Linia. Namun jika dilirik, pria itu sangat serius dan mustahil mengalihkan fokus ke hal lain. Linia tidak ingin tahu dan kembali focus.

'tipe orang yang fokus.' - Jhonathan.

"Lin, tidak ada yang lupa?" tanya Jhonathan saat Linia sudah masuk kedalam mobil milik perusahaan.

"Saya sudah cek semua dan semuanya lengkap pak." ujar Linia mantap.

"Oke, pakai seatbelt mu, kita akan berangkat." ujar Jhonathan sembari menyalakan mesin mobil milik perusahaan itu.

Hari ini, Linia menemani Jhonathan perjalanan dinas menuju Bandung. Dimana mereka akan mengunjungi beberapa pabrik milik perusahaan dan kolega bisnis perusahaan. Bagi Linia, ini merupakan perjalanan dinasnya yang keberapa kalinya. Karena ia termasuk sering bepergian selama beberapa waktu bekerja. Akan tetapi, perbedaannya adalah jika di masa lalu ia bepergian secara berkelompok. Kali ini berbeda, ia harus pergi berdua dengan Jhonathan. Memang hanya sebatas bos dan sekretaris, namun rasanya canggung bagi Linia.

Terlebih saat ini, hampir satu jam Linia dan Jhonathan benar-benar sunyi bungkam satu sama lain. Bahkan musik pun tak ada. Linia yang bukan tipe pendiam akut seperti ini mana tahan, ia bisa saja memasang earphone dan tidur. Namun tepat disebelahnya adalah bosnya sendiri.

"Kalau kamu mengantuk, kamu boleh istirahat." ujar Jhonathan memecah keheningan.

"Eh, iya pak...." ujar Linia lalu diam memandang kembali jalanan. Sesekali Linia melirik pria yang mengenakan kaos polo hitam disampingnya itu. Jhonathan benar-benar focus dan diam. Linia pikir, apa pria itu tidak mengantuk saat diam seperti ini??

Sementara itu dikantor.

"Eh... tumben makan siang sendiri? Linia mana?" tanya Dheo pada Elda sembari mengambil tempat di samping Elda yang kebetulan kosong.

"Dia ada perjalanan dinas dengan pak Jho ke Bandung dua hari. Kamu ya, kalau ga ada dicariin, kalau ada malah di usilin." Ujar Elda.

"Kakak ceramah mulu dari kemarin. ngga' cape apa? Kasihan sama dede bayi." ujar Dheo.

Elda hanya diam dan melanjutkan makannya sembari mengelus perutnya yang semakin membesar itu.

"Ha... yang ada mereka mendiami satu sama lain." ujar Dheo sembari menyeruput susu kotak rasa stoberi yang baru ia beli itu. Elda yang sedang makan itu nampak sedikit heran.

"Tumben beli susu? Biasanya ngopi rasa stoberi pula." ujar Elda iseng.

Dheo terkekeh.

"Biarin, sesekali nyusu." ujar pria berkacamata itu.

Sudah hampir dua jam Jhonathan menyetir mobil dijalanan dengan tenang karena pada dasarnya ia bukanlah seorang yang terburu-buru. Suasana di dalam mobil pun sepi karena Linia sudah berlayar kedalam mimpi sejak tadi. Memang Jhonathan yang menyuruh wanita itu istirahat. Walau Jhonathan tidak menyakini jika Linia dapat tidur nyenyak karena keadaan sekarang. Terlebih sinar matahari dari pantulan mobil didepan mereka nampaknya membuat Linia terusik dan risih. Dari ujung mata Jhonathan, ia dapat melihat ekspresi lucu wanita itu. Wajah Linia menjadi kerut dan nampak lucu kemudian wanita itu terbangun dan membenarkan duduknya yang sedikit melorot itu.

"Kenapa Lin? Kok bangun?" tanya Jhonathan pura-pura tak tahu.

"Silau pak. Saya ga bisa tidur." ujar Linia dengan suara seraknya.

"Ngomong-ngomong, ini dimana?" tanya Linia bingung sembari memandang keluar jendela dan masih terlihat tempat asing baginya.

Jhonathan mengulas senyum tipis melihat tingkah kebingungan Linia dari ujung matanya disela kegiatan menyetirnya. Jika dipikir, wanita disampingnya lucu.

"Tiga puluh menit lagi sampai kok." ujar Jhonathan.

"Eh? Bapak sudah menyetir hampir dua jam? Kenapa tidak bilang pak? Kita kan bisa gantian." ujar Linia pada Jhonathan.

"Saya tidak mungkin membangunkan kamu. Saya juga tidak mungkin membiarkan kamu menyetir di keadaan setengah mengantuk sehabis bangun tidur."

Alasan Jhonathan ada benarnya juga. Linia jadi bingung ingin menjawab apa dan memilih diam. Namun dalam hati wanita itu, ia pasti mengganti kelalaiannya nanti.

"Tidak usah dipikirin. kamu kan wanita, tidak mungkin saya biarin kamu yang menyetir selama saya masih mampu."

Linia menatap Jhonathan dalam diam dan berpikir tumben sekali pria disampingnya itu mengucapkan kata-kata yang manis.

To Be Continued.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!