Pelangi Senja

Pelangi Senja

Menolak

"Apa maksud, Ayah?"  

Mata Devan membulat sempurna, seluruh tubuhnya lemas seketika, masih tak percaya dengan ucapan Ayahnya berapa menit yang menyesakkan dada. Jantung dan hatinya terhimpit oleh batu hingga tak bisa berfungsi dengan baik. 

Bunda terus menepuk punggung Devan yang nampak gemetar,  air matanya lolos membasahi pipi. Si kembar Daffa dan Daffi hanya mengintip dari balik pintu kamarnya, Syakila memilih pergi dari ruangan yang semakin mencekam itu, ia tak sanggup melihat kemarahan ayahnya yang di batas kewajaran. 

Mbak Nining menarik tangan Asyifa,  si bungsu yang baru saja pulang sekolah.

"Ada apa, Mbak?" tanya Asyifa berbisik.  Gadis yang masih memakai seragam putih abu-abu dengan balutan hijab pashmina itu terkejut dengan keadaan ruang tengah yang penuh dengan keheningan. Nampak dari depan pintu guratan wajah Ayah dan bundanya suram, kakaknya yang duduk di bawah tampak redup mengalahkan gumpalan awan hitam yang siap menumpahkan air hujan. 

Mbak Nining hanya mendaratkan tangan di bibirnya dan membawa Asyifa ke belakang.

"Kamu harus menikah dengan Raisya, titik!" Untuk yang kedua kalinya Ayah mengucap lalu meninggalkan tempat duduknya  menuju kamarnya. 

Pintu tertutup dengan suara keras menandakan kalau ayah masih dengan mode marah.

Bunda memeluk tubuh kekar Devan dari belakang, mengelus rambutnya yang sudah mulai gondrong, namun itu tak menyurutkan ketampanannya. 

"Kamu yang sabar, Kak. Tidak ada orang tua yang menjerumuskan putranya, mungkin ayah punya maksud yang lebih baik untuk masa depan kamu," ucap Bunda di sela-sela tangisnya. 

Devan menahan air matanya yang sudah menumpuk di pelupuk. Benar apa kata bundanya, tapi keputusan ayahnya bagaikan pukulan yang mematikan. 

"Tapi kenapa baru bilang sekarang, Bund. Kenapa nggak dari dulu waktu aku mengenalkan Alisa pertama kali." 

Devan tak terima dengan keputusan Ayahnya yang menurutnya sangat mustahil. Pria yang sudah berumur dua puluh lima tahun itu menatap kedua mata bundanya yang sembab. Ia juga merasa bersalah sudah membuat bundanya menangis.

Itu karena Ayah baru tahu kalau Alisa  adalah anak Camelia, Nak. Bunda hanya mengucapkannya dalam hati.

Setelah lulus SMA, Devan melanjutkan kuliahnya di Turki, sejak saat itu ia mengenal Alisa,  gadis yang mampu memikat hatinya dalam sekejap, dan  beberapa kali ia membawanya ke Indo dan mengenalkannya ke Ayah Dan Bundanya, namun di saat ia sudah memantapkan  hatinya ayahnya malah menolaknya. 

Bunda menunduk, ia tak bisa menjelaskan apapun, di satu sisi ia tahu posisi suaminya, dan di sisi lain kasihan dengan putranya harus menerima imbas dari masa lalu orang tuanya.

"Biar Bunda yang bicara sama ayah, kamu duduklah!"

Bunda menarik tangan Devan dan membawanya ke sofa. Memberi waktu untuk bisa menjernihkan pikirannya.

Setelah Bunda menghilang dari balik kamar, Daffa dan Daffi keluar dari kamarnya menghampiri Devan. 

"Kakak yang sabar, mungkin ayah saat ini sedang khilaf," ucap Daffa. 

"Semoga bunda segera menyadarkan ayah," timpal Daffi,  disaat hatinya menguap, kedua adiknya mampu membuatnya tersenyum.

Daffa dan Daffi memeluk Devan, menurut mereka kakaknya itu adalah panutan yang patut diacungi jempol. Terbukti beberapa piala menghiasi rumah mewahnya, berbagai prestasi Devan raih karena kepintarannya yang di atas rata-rata. 

"Kak, nanti kita jalan bareng ya!" Hampir dua tahun tak bertemu, Daffa dan Daffi sangat merindukan Devan. Terlebih kangen saat ketiganya balapan. 

Ck, Devan menoyor jidat Daffa yang mulai merayunya. "Aku lagi sedih nggak mood untuk balapan."

Daffi hanya cekikikan dalam hati.

Di dalam kamar, Ayah menyeka air matanya saat mendengar pintu terbuka, Matanya terus menatap ke arah jendela yang terhalang tirai putih. 

Bunda menepuk bahu lebarnya dari belakang lalu mengulas senyum. 

"Bagaimana dengan Devan?" Ayah mencoba menetralkan suaranya, sesekali menghirup ingus yang hampir saja lolos. 

"Ingusnya di lap dulu, Mas. Jangan sampai kena baju." Candaan terus terukir dari sudut bibir Bunda. Dalam keadaan apapun, keduanya selalu menyelipkan kebahagiaan. 

Bunda mengambil tisu dan mengusap peluh serta air mata suaminya, terakhir mengusap cairan yang mengalir dari rongga hidung. 

"Apakah kamu mau memaafkanku?" Ayah dan Bunda saling pandang, Bunda menggenggam dan mencium tangan Ayah yang masih terasa dingin. 

"Tidak ada yang salah, dan tidak ada yang perlu dimaafkan, hanya waktunya saja yang belum tepat,  Bunda tahu kalau maksud Ayah itu baik,  tapi Devan masih sangat muda dan belum mengerti jalan pikiran kita,  yang dia tahu, dia harus bisa memiliki orang yang dicintainya."

"Tapi aku menyakitinya lagi, dan aku rasa ini memang tidak adil untuk si sulung."

Ayah semakin sesenggukan dan memeluk bunda dengan erat. Pikirannya buntu, dan menurutnya jalan satu satunya adalah menjodohkan Devan dengan Raisya untuk menghalangi hubungan Devan dengan Alisa. 

Kamu tidak salah, Mas. Aku tahu kalau ini sangat sulit,  tapi harus ada yang tersakiti di antara kamu dan Devan.

"Apa mas sudah bicarakan masalah ini dengan mas Randu?" tanya Bunda.

"Sudah, dia juga setuju, tapi Raisya juga belum tahu karena hari ini dia juga baru pulang dari luar kota, dan rencananya setelah ini, Raisya akan bekerja di rumah sakit milik Ayah."

Setelah Pak Yudi dan Bu Risma meninggal dunia, Mahesa menggunakan warisan orang tuanya untuk membangun rumah sakit yang sangat besar, dan sebagian membangun sebuah panti asuhan seperti keinginan istrinya.

"Ya sudah, sekarang mas istirahat dulu, aku akan mencoba bicarakan ini dengan Devan. 

Bunda mencium kening ayah dengan lembut, kebiasaan yang tak pernah di tinggal kan, selalu memberikan kehangatan untuk suami dan anak anaknya. 

Mendengar pintu kamar terbuka, Devan beranjak dari duduknya menghampiri bundanya yang baru saja keluar dari kamarnya. 

"Gimana, Bunda?" Apa ayah mau membatalkan perjodohanku dengan Raisya?" tanya Devan antusias. 

Daffa dan Daffi ikut mendekat, dalam hati  jedag jedug menanti jawaban bundanya yang masih penuh dengan teka-teki. 

Bunda menghela napas panjang dan menangkup kedua pipi Devan. 

"Maaf,  bunda nggak bisa membujuk ayah kamu," ucap Bunda dengan penuh penyesalan. 

Devan menggeser tubuh bunda dan membuka pintu kamar ayahnya dengan kasar. 

Dadanya semakin terasa meletup letup, amarahnya sudah tak bisa dibendung lagi. 

Devan menghampiri ayahnya yang masih duduk di tepi ranjang. Pria itu berlutut di depan ayahnya dengan mengatupkan kedua tangannya. 

"Ayah, aku janji tidak akan minta apapun setelah ini, tapi aku mohon, batalkan perjodohan ini,  aku tidak mencintai Raisya, dan satu-satunya perempuan yang aku cintai adalah Alisa," ucap Devan memelas,  ia tak tahu lagi dengan cara apa supaya ayahnya mau menuruti permintaanya. Tapi sepertinya ucapan Devan sedikitpun tak berpengaruh, nyatanya sang ayah masih tetap bergeming di tempat, bibirnya tertutup rapat dengan mata memandang ke arah nakas. 

Ayah mengambil sebuah pisau tajam dan menyodorkan ke arah Devan, bunda yang ada di ambang pintu itu menjerit histeris. 

Daffa dan Daffi ikut panik dan memeluk bundanya yang hampir berlari itu dengan erat.

Devan hanya menatap pisau itu tanpa ingin menyentuhnya. 

"Kamu mau menikahi Alisa, kan? Sekarang juga kamu bunuh ayah, dengan begitu kamu bebas menikah dengan siapapun pilihanmu, termasuk Alisa."

Terpopuler

Comments

Siti solikah

Siti solikah

seperti nya bagus

2024-10-08

0

Ida. Rusmawati.

Ida. Rusmawati.

/Smile/

2024-07-10

1

Pelangi Senja

Pelangi Senja

semangat

2024-06-04

1

lihat semua
Episodes
1 Menolak
2 Penjelasan
3 Menerima
4 Lamaran
5 Menikah
6 Rencana
7 Rumah baru
8 Penuh kepalsuan
9 Hampir saja
10 Berubah
11 Berpisah
12 Dokumentasi
13 Mati lampu
14 Menghargai
15 Cemburu
16 Cemas
17 Mabuk
18 Pingsan
19 Skin to skin
20 Sadar
21 Masih pantaskah?
22 Pamit
23 Turki
24 Putus
25 Ucapan perpisahan
26 Bercerita masa lalu
27 Rencana ayah Emir
28 Hampir menyerah
29 Kado perpisahan
30 Pendekatan
31 Mulai dengan yang baru
32 Jalan-jalan
33 Makan malam bersama
34 Pesan dari Afif
35 Rencana yang gagal
36 Anugerah di malam sunyi
37 Malam penuh cinta
38 Ceroboh
39 Kehadiran Alisa
40 Hari pertama kerja
41 Bertemu
42 Ungkapan Raisya
43 Bertemu sang ayah
44 Diterima dengan baik
45 Tidak berani jujur
46 Aktivitas sore
47 Debat
48 Rasa bersalah
49 Takut jarum suntik
50 Makan malam
51 Gendut
52 Negatif
53 Hadiah berujung ranjang
54 Penjelasan Afif
55 Akad nikah
56 Bidadari surgaku
57 Cemburu
58 Pesta finish
59 Rencana pulang
60 Menyambut pengantian baru
61 Curiga
62 Penjelasan Afif
63 Cuek
64 Kebaikan Raisya
65 Libur lagi
66 Bidadari tak bersayap
67 Sindiran
68 Pertolongan Afif
69 Kekhawatiran Devan
70 Kagum
71 Membantu merawat Alisa
72 Mencoba bertahan
73 Bingung
74 Saling mengaku salah
75 Fakta yang mengejutkan
76 Menjelaskan
77 Perhatian
78 Jalan keluar
79 Calon mantu
80 Pengumuman
81 Melamar
82 Menikah dadakan
83 Narsis
84 Hampir putus asa
85 Ingin sendiri
86 Pergi
87 Akhirnya bisa tersenyum kembali
88 RPL?
89 Curiga
90 Mengurai rindu
91 Meeting terindah
92 Jodoh untuk si kembar
93 Minta jamu
94 Pulang ke rumah
95 Perintah David
96 Perubahan Naimah
97 Melamar Naimah
98 Akhirnya diterima
99 Rindu yang terobati
100 Tips
101 Merendahkan
102 Pusing, mual
103 Hamil
104 Kembar 3
105 Cerita bunda
106 Goyah
107 Rencana
108 Mencari bukti
109 Peringatan
110 Hukuman
111 Persiapan pernikahan
112 Rumah Pak RT
113 Pernikahan
114 Pagi yang baru
115 Sarapan rendang
116 Obat mujarab
117 Pov Ayah Mahesa
118 Siang yang panas
119 Minta maaf
120 Fairuz Rahardjo
121 IUD
122 Cemburu buta
123 Minta maaf
124 Tes calon mantu
125 Rencana menikah
126 Fitting baju
127 Alara datang
128 Pov bunda Sabrina
129 Akad nikah
130 Icip-icip
131 Malam pertama si Kembar
132 Rencana bulan madu
133 Maldives
134 Pertanda
135 Awalku memilihmu
136 Farhan, Farid, Farida
137 Ngidam lagi
138 Saling rebut
139 Rencana ke Turki
140 Keberanian Fadhil
141 Liburan
142 Hukuman Fadhil
143 (Bonus chapter) Resepsi pernikahan David dan Naimah
144 Pernikahan Asyifa
145 Rencana tugas
146 Khitan
147 Fadhil pulang
148 Pelangi senja
149 Pengumuman
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Menolak
2
Penjelasan
3
Menerima
4
Lamaran
5
Menikah
6
Rencana
7
Rumah baru
8
Penuh kepalsuan
9
Hampir saja
10
Berubah
11
Berpisah
12
Dokumentasi
13
Mati lampu
14
Menghargai
15
Cemburu
16
Cemas
17
Mabuk
18
Pingsan
19
Skin to skin
20
Sadar
21
Masih pantaskah?
22
Pamit
23
Turki
24
Putus
25
Ucapan perpisahan
26
Bercerita masa lalu
27
Rencana ayah Emir
28
Hampir menyerah
29
Kado perpisahan
30
Pendekatan
31
Mulai dengan yang baru
32
Jalan-jalan
33
Makan malam bersama
34
Pesan dari Afif
35
Rencana yang gagal
36
Anugerah di malam sunyi
37
Malam penuh cinta
38
Ceroboh
39
Kehadiran Alisa
40
Hari pertama kerja
41
Bertemu
42
Ungkapan Raisya
43
Bertemu sang ayah
44
Diterima dengan baik
45
Tidak berani jujur
46
Aktivitas sore
47
Debat
48
Rasa bersalah
49
Takut jarum suntik
50
Makan malam
51
Gendut
52
Negatif
53
Hadiah berujung ranjang
54
Penjelasan Afif
55
Akad nikah
56
Bidadari surgaku
57
Cemburu
58
Pesta finish
59
Rencana pulang
60
Menyambut pengantian baru
61
Curiga
62
Penjelasan Afif
63
Cuek
64
Kebaikan Raisya
65
Libur lagi
66
Bidadari tak bersayap
67
Sindiran
68
Pertolongan Afif
69
Kekhawatiran Devan
70
Kagum
71
Membantu merawat Alisa
72
Mencoba bertahan
73
Bingung
74
Saling mengaku salah
75
Fakta yang mengejutkan
76
Menjelaskan
77
Perhatian
78
Jalan keluar
79
Calon mantu
80
Pengumuman
81
Melamar
82
Menikah dadakan
83
Narsis
84
Hampir putus asa
85
Ingin sendiri
86
Pergi
87
Akhirnya bisa tersenyum kembali
88
RPL?
89
Curiga
90
Mengurai rindu
91
Meeting terindah
92
Jodoh untuk si kembar
93
Minta jamu
94
Pulang ke rumah
95
Perintah David
96
Perubahan Naimah
97
Melamar Naimah
98
Akhirnya diterima
99
Rindu yang terobati
100
Tips
101
Merendahkan
102
Pusing, mual
103
Hamil
104
Kembar 3
105
Cerita bunda
106
Goyah
107
Rencana
108
Mencari bukti
109
Peringatan
110
Hukuman
111
Persiapan pernikahan
112
Rumah Pak RT
113
Pernikahan
114
Pagi yang baru
115
Sarapan rendang
116
Obat mujarab
117
Pov Ayah Mahesa
118
Siang yang panas
119
Minta maaf
120
Fairuz Rahardjo
121
IUD
122
Cemburu buta
123
Minta maaf
124
Tes calon mantu
125
Rencana menikah
126
Fitting baju
127
Alara datang
128
Pov bunda Sabrina
129
Akad nikah
130
Icip-icip
131
Malam pertama si Kembar
132
Rencana bulan madu
133
Maldives
134
Pertanda
135
Awalku memilihmu
136
Farhan, Farid, Farida
137
Ngidam lagi
138
Saling rebut
139
Rencana ke Turki
140
Keberanian Fadhil
141
Liburan
142
Hukuman Fadhil
143
(Bonus chapter) Resepsi pernikahan David dan Naimah
144
Pernikahan Asyifa
145
Rencana tugas
146
Khitan
147
Fadhil pulang
148
Pelangi senja
149
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!