Tawa canda terus menghiasi sudut kamar Raisya. Gadis yang baru saja tiba itu melepas rindu pada tiga saudaranya, David, Airin dan Nanda. Harapan ketiga saudara itu terkabul, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali setelah sekian lama saling berpisah. Raisya tinggal di luar kota karena tuntutan pekerjaan yang baru satu tahun digelutinya, sedangkan David tinggal di rumah dan mulai membantu sang ayah di kantor. Nanda baru saja daftar kuliah, sedangkan Airin masih duduk di bangku SMA, usia mereka hanya terpaut satu tahun dan itu yang membuat keduanya saling bertengkar dengan hal yang sepele.
Mama Aya datang dengan membawa empat jus yang tertata rapi di nampan. Rasa bahagia dan haru itu terus menyelimuti hatinya melihat kebersamaan yang jarang terjadi.
"David, Nanda, Airin, kak Raisya masih capek, kenapa harus diajak bercanda terus sih?"
Mereka bergelak tawa dan terus menggoda Raisya. Tak peduli dengan kakaknya yang cemberut, baginya tak afdol jika tak membuat Raisya jengkel.
Mama Aya meletakkan nampan itu di meja kecil yang ada di samping ranjang lalu mendekati keempat putra putrinya yang masih bercanda. Suasana kamar semakin riuh kala Airin menemukan sesuatu yang menakjubkan baginya.
"Ma, Kakak sudah punya pacar lho," ucap Airin sembari membaca tulisan yang ada di buku diary Raisya.
"Nggak Ma, dia cuma teman aku," kata Raisya malu-malu.
Wajah Raisya merona, meskipun sudah dewasa dan siap menikah ia masih enggan untuk mengatakan kepada orang tuanya jika ia sudah memiliki kekasih hati.
Senyum Mama Aya tiba-tiba saja meredup, wajahnya pucat pasi dan tak bisa berkomentar apapun.
Ini nggak mungkin, kalau Raisya sudah punya pacar, bagaimana dengan perjodohan yang direncanakan mas Randu dan Mas Mahesa.
Mama Aya duduk di tepi ranjang, memunggungi keempat anaknya yang masih sibuk dengan candanya.
"Mama kenapa?" tanya Raisya sambil memeluk mamanya dari belakang.
Hening sejenak, Airin dan David serta Nanda saling pandang dan saling mengangkat bahu saat mamanya membisu.
Mama Aya tersenyum paksa, ia tidak mau membuat Raisya khawatir saat melihat dirinya yang sedikit cemas.
"Mama nggak papa, kalian lanjutkan lagi, mama mau ketemu ayah dulu."
Raisya hanya bisa menatap punggung mama Aya hingga menghilang di balik pintu kamarnya.
Sepertinya mama menyembunyikan sesuatu, tapi apa? Apa mama nggak setuju kalau aku punya pacar?
"Dor…" Suara David membuyarkan lamunan Raisya, gadis itu mengelus dadanya.
"Mas, Mas!" teriak Mama aya, matanya terus menyusuri setiap sudut ruangan, mencari suaminya yang tak nampak batang hidungnya.
"Aku disini," sahut ayah Randu dari teras samping, seperti biasa pria itu menikmati waktu senja dengan memandikan beberapa burung kesukaannya.
"Mas, kita harus bicara!" ucap mama Aya dengan serius, menarik tangan Ayah Randu yang masih membawa botol sprayer.
Terpaksa Ayah Randu menjeda aktivitasnya dan menghampiri istrinya yang nampak cemas.
Keduanya duduk di taman saling berhadapan, sesekali Mama Aya mengedarkan pandangannya ke arah pintu, takut ada yang datang.
"Mas, ternyata Raisya sudah punya pacar."
"Apa!" pekik Ayah Randu, sedikitpun tak pernah menyangka jika putrinya sudah berani berhubungan dengan seorang laki-laki tanpa sepengetahuannya.
"Bagaimana ini, Mas? Kalau dia tahu rencana kamu dan Mas Mahesa, pasti dia sangat terpukul."
Ayah Randu menyandarkan punggungnya. Mengusir rasa ragu yang mengendap memenuhi dada dan pikirannya.
"Kita harus secepatnya bicara sama Raisya, kata mas Mahesa pernikahannya akan dilangsungkan secepatnya."
"Kenapa mendadak sih, Mas? Bukankah lebih baik mereka lebih dekat dulu, selama ini kan mereka jarang berkomunikasi. Dan menurutku itu sangat penting untuk sebuah hubungan," timpal mama Aya.
Ayah Randu menghirup udara dalam-dalam, membenarkan apa yang diucapkan Istrinya, tapi ia dan Mahesa sudah sepakat untuk mempercepat pernikahan Raisya dan Devan.
"Itu bisa dilakukan setelah menikah."
"Mas __"
Ayah Randu mengangkat tangannya setinggi dada, memberi kode mama Aya untuk menghentikan ucapannya.
Mama Aya hanya bisa berdecak, ia tak bisa berbuat apa-apa jika suaminya itu sudah berkehendak.
•
•
•
Tak seperti biasanya yang hanya berlima, kini ruang makan itu sangat lengkap dengan kehadiran Raisya. Hanya ada suara dentuman sendok dan piring yang menggema, sesekali Ayah Randu menatap putri pertamanya yang sedang melahap makanannya.
"Sya, besok ayah Mahesa dan Devan mau ke sini."
Raisya memelankan kunyahannya, entah kapan terakhir kali mereka bertemu, yang pastinya Raisya sedikit lupa dengan wajah Devan.
"Tumben, biasanya ayah dan mama yang ke sana." Raisya menatap ayah dan mamanya bergantian.
Mama Aya hanya menundukkan kepalanya, pura-pura menyendok makanannya, padahal tenggorokannya terasa menyempit dan tak sanggup untuk menelan sebutir nasi.
"Ayah Mahesa mau melamar kamu untuk Devan."
Raisya terpaku, sendok yang ada di tangannya terjatuh seketika.
"Jangan menolak, jangan bikin malu ayah, dari bayi bunda Sabrina yang merawat kamu. Dia yang sudah merawat bunda Arum saat sakit. Ayah Mahesa yang sudah berjuang demi keluarga kita, dan anggap saja ini adalah permintaan ayah yang pertama dan terakhir," imbuhnya tanpa jeda.
Dengan kata itu saja mampu melumpuhkan semua alasan yang ingin Raisya katakan, ia merasa terkunci dan berada di sebuah ruang hampa dan gelap, tak bisa menatap sedikitpun celah yang akan membawanya pada cahaya.
Ayah Randu meninggalkan tempat itu, sebenarnya ia juga tak sanggup menyakiti anaknya, tapi hanya itu jalan satu-satunya supaya Raisya tidak membantahnya.
Mama Aya berhamburan memeluk Raisya yang terisak. "Kamu yang sabar ya, Nak. Devan adalah pria yang baik, mama tahu ini sangat sulit bagi kamu, tapi mama juga tidak bisa membantu."
David menarik kursinya mengikis jarak antara keduanya, mengelus punggung Raisya yang mulai bergetar hebat.
"Maaf ya kak, aku juga nggak bisa bantu, tapi aku akan berdoa semoga Kakak bisa bahagia bersama kak Devan."
Nanda dan Airin ikut memeluk Raisya, memberi kekuatan untuk tetap tegar menghadapi ayahnya yang se kaku sapu lidi.
Raisya diam, sebagai anak yang patuh ia pun tak berani melawan ayahnya, apalagi berbagai alasan itu sudah dilontarkan seakan dirinya memang harus bertanggung jawab atas semuanya yang terjadi di masa lampau.
Maafkan ayah, Sya. Ayah tahu kalau ini akan menyakiti kamu, tapi ayah harus melakukannya demi kebaikan semuanya.
Raisya beranjak dari duduknya dan menatap wajah mama Aya dengan lekat. Mengusap air mata yang membasahi pipi mamanya.
"Mama jangan sedih lagi, aku nggak papa kok, aku akan melakukan apa saja asalkan Ayah dan Mama bahagia."
Meskipun hatinya terasa perih, Raisya tetap menampilkan senyum saat di depan Mama Aya. Ia tak ingin melihat wanita di depannya itu ikut bersedih seperti dirinya.
Raisya berjalan menuju kamar Ayahnya dan mengusap sisa air mata yang tertinggal di pipinya.
Setibanya di depan pintu, Raisya mengetuknya tiga kali.
Pintu terbuka, Ayah Randu berdiri di depannya.
"Aku sayang Ayah." Gadis yang memakai piyama coklat dengan hijab yang senada itu memeluk ayahnya.
"Aku mau menikah dengan kak Devan."
Ayah Randu tersenyum dan mengeratkan pelukannya sebagai ungkapan terima kasih.
Ya Allah, semoga ini adalah jalan yang terbaik untuk semuanya. Maafkan aku mas Afif, mungkin kita tidak berjodoh. Tapi aku tidak akan melupakan kamu, pria baik yang pernah mengisi kekosongan hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Dwi Hartati08
sampai sini mewek akunya....
2022-09-02
1
Dwi Hartati08
setuju dengan mama aya....
2022-09-02
0
Zainab Ddi
kasian jg Raisya
2022-07-03
0