Seminggu yang lalu Raisya dan Devan masih menjadi kakak adik yang baru saja bertemu. Sekarang mereka sudah menjadi suami istri. Ucapan sakral di depan penghulu beberapa jam yang lalu itu masih terngiang-ngiang di telinga Raisya. Devan sudah menghalalkannya secara sah di depan Agama dan Negara.
Raisya nampak cantik dan anggun dengan balutan gaun pengantin berwarna putih yang sangat mewah, begitu juga dengan Devan, pria itu sangat tampan dengan baju yang dipakainya, keduanya sangat serasi, banyak yang mengabadikan momen pernikahan mereka, namun tak berani mengupload ke sosmed atas permintaan ayah. Mewanti-wanti dengan sangat untuk tidak memviralkan, melainkan untuk mendoakan supaya langgeng.
Seharusnya ini adalah hari bahagia untuk sang mempelai, namun Devan merasa ini adalah hari yang paling buruk dalam sejarah hidupnya, dimana ia sudah menghianati sang kekasih yang sekarang menanti kedatangannya.
Aku akan jelaskan semuanya. Itulah yang terus terbesit dalam benaknya saat nanti bertemu dengan Alisa.
Pesta yang diadakan Ayah Mahesa cukup meriah. Kendati Acara resepsi hanya dikhususkan untuk orang tertentu saja, suasana ballroom yang menyerupai istana bunga itu sangat ramai. Lantunan piano yang berpaduan dengan suara artis ternama terus mengiringi acara demi acara.
Hampir dua jam berdiri menyalami tamu, akhirnya Raisya menyerah, selain kakinya nyeri, pinggangnya juga terasa pegal.
"Kak, aku mau duduk, kaki ku sakit," bisik Raisya, sebenarnya ia merasa tak enak, tapi kali ini kakinya benar-benar tak bisa diajak kompromi.
Devan hanya mengangguk tanpa suara, ia membantu Raisya menyingkirkan gaun yang menghalangi jalannya.
Saat berjongkok merapikan baju Raisya, tak sengaja ia melihat kaki istrinya yang tampak memerah.
"Ya Allah, Sya. Kakimu kenapa?"
Raisya menghentikan tangan Devan yang hampir saja menyentuh kakinya.
"Nggak papa, ini cuma luka kecil. Nanti juga sembuh," ucap Raisya meyakinkan.
Tidak bagi Devan, sekecil apapun ia tak pernah mengabaikannya, apalagi menurutnya itu sedikit parah.
Devan meninggalkan pelaminan dan menghampiri salah satu pelayan yang sedang bertugas, entah apa yang dibicarakan Devan nampak serius.
Selang beberapa menit Devan kembali dengan membawa salep di tangannya.
"Harus diobati Sya, jangan dibiarkan, bisa bahaya." Saking seringnya balapan dan jatuh, Devan sudah hafal dengan rasa benturan di berbagai tempat, termasuk dadanya yang pernah terluka parah karena gesekan aspal.
Raisya tersenyum, dulu waktu masih sekolah dasar Ia juga pernah jatuh, dan Devan lah yang menjadi pahlawannya.
Devan meletakkan kaki Raisya di atas pahanya, perlahan ia mengoleskan salep di bagian yang terluka. Devan juga meniup-niup saat Raisya terdengar mendesis.
"Raisya kenapa, Van?" tanya Bunda antusias.
"Kaki Raisya lecet, Bund, mungkin karena high heels yang dipakainya terlalu sempit."
Melihat perhatian Devan yang lebih, Bunda Sabrina tersenyum lalu meninggalkan keduanya, mungkin dengan begitu mereka bisa lebih dekat dan saling mengisi ruang hati lawan.
Acara demi acara terus berjalan dengan baik hingga yang terakhir adalah sesi pemotretan.
Dari sekian banyak keluarga, adik-adik yang paling ribut untuk berfoto. Apalagi si kembar, kedua cowok tampan itu tak pernah ketinggalan jika menyangkut kamera.
"Kak, selamat ya, aku doakan semoga malam ini bisa menjebol gawang," ucap Daffi berbisik, namun masih bisa di dengar oleh Raisya yang berdiri di samping Devan.
Sebuah tonjokan dari Devan mendarat di perut Daffi hingga membuat sang empu meringis.
"Gimana rasanya?" tanya Devan seraya mengelus tangannya yang masih mengepal.
Daffi menggeleng. "Nggak enak."
Kedua tangannya mengelus perut yang mulai terasa nyeri.
Giliran Daffa yang mendekat. "Awas kalau macam-macam!" cetus Devan sebelum adik yang satunya itu memeluknya.
"Selamat ya kak, aku doakan kakak banyak anak dan banyak rezeki."
Daripada harus kena pukulan, Daffa membatalkan apa yang akan diucapkan dan mengalihkan dengan kalimat yang lebih sopan.
Daffa masih cekikikan saat membantu Daffi turun dari pelaminan.
"Selamat yang kak Raisya, akhirnya kamu sudah menikah. Aku kapan?" Syakila merengut.
"Kamu itu masih kecil, nggak boleh menikah dulu," tukas Devan dengan tatapan tajam. Sebagai kakak yang paling besar, Devan selalu ikut campur urusan adik-adiknya termasuk urusan laki-laki.
Beralih Airin dan Nanda serta Asyifa, mereka sangat polos saat di depan kedua kakaknya tersebut.
"Kalian belajar yang rajin, jangan pacaran dulu sebelum dewasa nanti."
Asyifa menyunggingkan bibirnya, jengkel dengan kakaknya yang selalu melarangnya pacaran.
Satu persatu tamu undangan meninggalkan tempat, kini tinggal keluarga Devan dan Raisya yang ada di sana. Saking lelahnya, Raisya hanya bisa mengangguk saat ditanya, dan diam jika Devan bicara dengan yang lain.
"Sya, bunda pulang dulu ya, kamu dan Devan malam ini nginep di sini, dan besok baru pulang ke rumah kalian."
Raisya memeluk Bunda Sabrina dengan erat sebagai tanda perpisahan. Seperti permintaan Devan, setelah menikah mereka akan tinggal di rumah sendiri.
"Ingat pesan bunda! Patuh pada suami dan selalu ingatkan Devan untuk terus ke jalan yang benar."
Setelah seluruh keluarga pergi, Devan meraih tangan Raisya dan menuntunnya menuju kamarnya.
Setibanya di depan sebuah suite room Devan membuka pintu dengan lebar.
"Sekarang sudah malam tidurlah, aku akan tidur di sebelah kamar ini, jika butuh sesuatu kamu telpon saja."
Raisya mengangguk dan masuk. Setelah memastikan Raisya sudah berada di dalam, Devan beralih membuka pintu kamar yang ada di sebelahnya.
Baru saja melepas jas yang melekat di tubuhnya, ponsel yang ada di saku celananya berdering, nama Alisa yang berkelip, Devan merapikan rambutnya sebelum menerima panggilan video dari Alisa.
"Halo sayang," sapa Devan saat wajah yang ada di balik ponsel itu tersenyum.
"Aku kangen, kapan kamu ke Turki?" ucap Alisa dengan manja.
Devan menghela napas panjang. Menghempaskan tubuhnya di atas pembaringan.
"Mungkin bulan depan aku baru bisa ke sana," ucap Devan ragu.
"Tapi aku sudah rindu ingin memeluk kamu."
Devan mengalihkan pandangannya, menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk.
"Aku juga, tapi gimana lagi, saat ini aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku." Bibir Devan mulai bergetar menahan emosi yang sudah meluap di ubun-ubun.
Alisa mendekatkan wajahnya hingga memenuhi layar, ia menatap Devan dengan lekat untuk mengurangi rasa rindu yang menggebu.
"Nggak papa, aku paham kok, tapi kamu janji ya, bulan depan ke sini, aku ingin menghabiskan waktu bersama kamu, hanya berdua."
Devan mengangguk kecil. "Sudah malam, aku mau istirahat."
Seperti biasa, Alisa selalu nurut apa kata Devan, setelah melambaikan tangannya Alisa Menutup teleponnya.
Setelah wajah sang kekasih menghilang, Devan menitihkan air mata, ia tak sanggup untuk mengatakan semuanya dalam waktu dekat. Akan tetapi ia juga tak mau menyimpan sebuah fakta yang terjadi saat ini.
Maafkan aku. Hanya kata itu yang berulang kali Devan ucapkan dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Dwi Hartati08
kalo belum bisa mencintai nya seenggaknya bisa jaga perasaan nya
2022-09-02
2
Zainab Ddi
Krn kesalahan orang tua kasian Alisa Raisya dan devan
2022-07-03
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
hari pertama dh pisah kamar
2022-02-22
0