BAB 3

Author POV

Ny. Sujono sedang sibuk membereskan rumah saat tiba-tiba suara telfon rumah berdering beberapa kali.

"Bi, tolong angkat telponnya sebentar!" serunya pada Bi Inem yang sedang menyapu halaman rumah.

"Nggih Ndoro." 

Bi Inem setengah berlari menuju pesawat telfon.

"Halo," suara bi Inem mulai menjawab panggilan tersebut.

*"*Selamat siang. Benarkah ini rumah keluarga Sujono, orang tua dari saudari Adinda Putri Wardhani?"

"Iya benar. Dari mana ini?"

*"*Kami dari rumah sakit, mau memberitahukan kalau saat ini saudari Dinda mengalami kecelakaan dan sedang di rawat di rumah sakit Kasih Ibu."

"Astaghfirullah hal adzim." Seruan bi Inem membuat bu Ratih sedikit tersentak dan buru-buru meninggalkan pekerjaannya dan datang menghampiri bi Inem berada.

"Siapa Bi?" tanya bu Ratih penasaran bercampur bingung. Wanita yang hampir lanjut usia itu hanya bisa berdiri terpaku dengan sebelah tangan yang menutup mulutnya dan tubuh yang sedikit gemetar. "Bi, siapa?" desak bu Ratih tak sabar.

"Ke-ketiwasan Ndoro. Non Din...Dinda..."

"Ada apa dengan Dinda?" Bu Ratih mulai panik.

"Itu...itu Ndoro. Dinda mengalami kecelakaan."

"Apa?"

Suasana panikpun mulai terjadi. Tanpa menunggu waktu lagi Bu Ratih mencari suaminya. Dan dia baru sadar kalau pak Sujono sedang ada urusan di kelurahan. Akhirnya dia mengajak pak Doni, sopir pribadi mereka untuk segera meluncur lebih dulu ke rumah sakit yang di tuju.

"Mbok, tolong beri tahu Bapak supaya cepat menyusul ke rumah sakit." Bu Ratih masih sempat berpesan pada bi Inem sebelum ia pergi.

"Baik Ndoro."

Bi Inem mengantar majikan perempuannya sampai depan rumah untuk kemudian dia berlari segera ke kelurahan untuk menemui majikan prianya.

👇

👇

👇

Beberapa waktu kemudian, Bu Ratih sudah sampai di rumah sakit setempat. Tidak memerlukan waktu banyak baginya untuk mencari dimana ruangan putrinya berada.

"Bagaimana keadaanmu, Nduk?" tanya wanita itu saat sudah sampai di ruang Mawar yakni ruang yang di tempati Dinda.

Gadis remaja itu hanya tersenyum masam. "Saya ndak apa-apa, Bu. Cuma kaki dan lengan saja yang luka dan ini juga ndak parah kok."

"Tapi ini tetap membuat Ibu khawatir, Ngger. Sebenarnya bagaimana kejadiannya? Kenapa kamu bisa seperti ini?"

"Semua terjadi secara nggak sengaja, Bu. Ada motor yang melaju, dan salahnya Dinda ndak melihat motor itu. Dinda terlalu sibuk baca buku sampai mengabaikan cara bertata krama di jalan raya," cerita Dinda membuat Bu Ratih berdecak. Dia benar-benar menyayangkan keteledoran putrinya.

"Kalau sudah begini, berarti ini menjadi pelajaran bagimu, Dinda. Jangan pernah ulangi lagi kebiasaan buruk seperti ini. Seperti main ponsel di jalan. Atau bersendau gurau dengan temanmu. Karena jalan raya bukanlah tempatnya."

"Nggih Bu. Maaf. Dinda ndak akan ulangi lagi." Gadis itu merasa bersalah. Dia menyesal sudah membuat orang lain repot karenanya.

"Terus bagaimana keadaan orang yang menabrakmu?" Sang ibu menelusur.

"Dia lebih parah dariku, Bu. Kasihan. Motornya juga rusak karena menabrak pembatas jalan."

"Lalu? Dimana dia dirawat? Ibu juga harus menjenguknya."

"Dia ada di rumah sakit ini juga kok, Bu. Kalau ndak salah. Dia ada di ruang Anggrek. Namanya...." Dinda terlihat mengingat-ingat siapa orang yang menabraknya itu. "Mas Abi. Ya. Abimanyu kalau nggak salah."

"Masih anak-anak?"

"Kayaknya dia masih kuliah Bu. Saya juga ndak paham." Dinda terdiam sejenak. "Tolong jenguk dia Bu. Kasihan dia. Dinda merasa bersalah padanya."

"Ya. Tenanglah. Ibu pasti akan kesana. Sekarang nunggu bapakmu datang dulu." Dinda hanya mengangguk pelan. Bu Ratih lalu menyuruhnya istirahat. Sedang dia sendiri berusaha menghubungi Adrian. Setidaknya kakak kedua putrinya ini harus tau kalau adiknya terkena musibah.

👇

👇

Sekitar tiga puluh menit kemudian Pak Sujono sampai di rumah sakit. Perasaan cemas juga menyelimuti hati pria paruh baya itu. Tapi setelah melihat kondisi putrinya yang tidak terlalu parah, Pak Sujono merasakan sedikit kelegaan.

"Pak, tolong temani Dinda dulu. Ibu mau ke ruang Anggrek sebentar. Ibu mau menjenguk pria yang sudah menabrak Dinda," Bu Ratih meminta ijin suaminya.

"Apakah dia juga di rawat disini?"

"Iya Pak. Katanya lukanya parah. Ibu harus memastikan kalau orang itu baik-baik saja. Dan lagi pula, Ibu juga ingin meminta maaf. Karena kesalahan putri kita, orang itu jadi kena akibatnya." Pak Sujono menarik napas panjang. Dia sudah mendengar kronologis kejadiannya. Tentu pria itupun tak bisa menyalahkan pemuda yang sempat menabrak Dinda, karena ini juga bukan semata-mata kesalahannya.

"Baiklah Bu. Pergilah kesana dulu. Nanti kita gantian menjenguk. Aku juga harus melihatnya." Bu Ratih mengangguk setuju

"Oh...iya. Aku tadi menghubungi Adrian, dan katanya nanti setelah pulang dari kantor, dia akan kesini dengan Anggun." Pak Sujono hanya terdiam mendengarkan. "Kalau begitu, aku tinggal dulu Pak."

Bu Ratih kemudian berlalu dari ruangan itu. Sekilas matanya mencari-cari dimana letak ruang Anggrek berada. Dan setelah sukses mendapat informasi dari seorang perawat, wanita paruh baya itupun melanjutkan langkahnya ke ruang yang di tuju.

Tok...tok...tok...

Bu Ratih mengetuk pintu kamar tersebut. Dan seorang wanita muda seusia Anggun menoleh seketika ke arah pintu.

"Iya, anda mau cari siapa?" tanya wanita itu heran.

"Maaf, saya adalah orang tua Dinda. Anak yang sempat di tabrak sama...." Bu Ratih tak meneruskan kalimatnya. Hanya matanya saja yang menoleh seketika pada sosok pemuda yang tengah berbaring di ranjang dengan beberapa perban yang menempel di tubuhnya.

Perlahan-lahan Bu Ratih mendekati pemuda itu. "Maafkan kesalahan putriku, Nak. Karenanya, kau jadi seperti ini," ucap wanita itu dengan nada yang sangat menyesal.

"Ndak kok, Bu. Saya tidak menyalahkan putri Ibu. Saya sendiri juga salah karena mengendarai motor dengan kecepatan tinggi sampai tak bisa mengerem mendadak." Pemuda itu berusaha menyandarkan tubuhnya. Dan karena kesulitan, Bu Ratih cepat-cepat membantunya. "Terima kasih, Bu." Wanita itu hanya tersenyum.

"Anda siapanya?" tanya Bu Ratih pada wanita yang ada di sampingnya kini.

"Saya Ayu, kakak Abimanyu," jawab wanita itu sambil mengulas senyum. Dia lalu mengambilkan sebuah kursi lipat untuk Bu Ratih duduk. "Silahkan duduk!"

"Terima kasih."

"Maaf, saya belum sempat menjenguk putri anda, Bu. Karena tidak ada yang menunggu Abi di sini." Perempuan itu tersenyum tipis.

"Tidak masalah nak Ayu. Lagi pula Ibu juga sudah kesini."

"Gimana keadaan putri Ibu?" tiba-tiba Abi menyela. "Ehm...maaf, saya tidak tahu namanya," lanjutnya pelan.

Bu Ratih tersenyum. "Namanya Dinda. Dia baik-baik saja nak Abi. Kau tak perlu mencemaskan keadaannya. Justru Ibu khawatir saat mendengar kalau lukamu lebih parah dari Dinda."

"Ehm...tapi saya sekarang sudah tidak apa-apa kok Bu. Oh...iya Kak, nanti kalau Kakak mau besuk Dinda, Abi ikut ya," serunya kemudian pada sang kakak.

"Tapi lukamu masih belum pulih, Abi. Kau tak boleh terlalu banyak bergerak," Ayu mulai mengkritisi.

"Ah...ini sudah tidak apa-apa, Kak. Lihatlah, aku bahkan bisa menggerakkan tangan dan kakiku sekarang. Boleh ya Kak?" Ayu dan Bu Ratih saling berpandangan untuk kemudian saling melempar senyum satu sama lain. Merasa lucu dengan sikap kekanak-kanakan Abimanyu.

👇

👇

Bu Ratih sudah keluar dari kamar inap Abimanyu dan bermaksud kembali ke ruangan putrinya di rawat. Namun di tengah jalan dia di kejutkan oleh sapaan seseorang.

"Ibu," suara halus itu membuat Bu Ratih menoleh seketika. Dan begitu terkejutnya ia saat melihat siapa orang yang menyapanya. 

"Andini?" Desis Bu Ratih dengan mata yang membulat penuh.

"Apa kabar Bu? Lama tidak bertemu dengan Ibu," kata gadis itu lalu menyalami Bu Ratih. Kebiasaan lama yang tak pernah hilang dari perempuan yang pernah menjalin ikatan dengan putranya itu.

"Ya. Kabar Ibu baik Nak. Bagaimana denganmu sendiri?" Bu Ratih bertanya balik.

"Alkhamdulillah saya juga baik, Bu." Gadis itu menatap penuh pada sosok wanita paruh baya di hadapannya. Perempuan itu mengingatkan kembali akan hubungannya dulu dengan Adrian. Andini cepat-cepat membuyarkan lamunannya yang sempat menerawang. "Eh, ngomong-ngomong, ada perlu apa Ibu disini? Apakah ada yang sakit?"

Merasa kurang nyaman, Andini lalu mengajak Bu Ratih duduk di bangku taman rumah sakit yang kebetulan ada di dekat situ.

"Dinda. Dia mengalami kecelakaan," terang Bu Ratih setelah mereka duduk di bangku tersebut.

"Benarkah? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dia baik-baik saja. Hanya mengalami sedikit luka ringan di lengan dan kakinya."

"Hmm, baiklah. Mungkin nanti setelah saya selesai dari tugas, akan menyempatkan waktu menjenguknya." Ah, bagaimana Bu Ratih bisa lupa kalau gadis itu juga bekerja di rumah sakit tersebut. Bu Ratih hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Bagaimana dengan Adrian, Bu? Mungkin anaknya sekarang sudah besar ya?"

Ingatan Andini melayang pada saat dimana ia bertemu terakhir kali dengan Ny Sujono di rumah sakit yang sama dan pada saat itu dia sedang mengantar istri Adrian memeriksakan kandungannya.

"Ehmm, ya. Tapi sayangnya dia tidak ikut dengan Adrian. Tapi diasuh oleh ayahnya sendiri, Bagas." Penjelasan Ny Sujono barusan membuat Andini menautkan alisnya tak mengerti.

"Maksud Ibu?"

"Kau tau kan, kalau anak itu adalah anak Bagas. Jadi karenanya, Bagas ingin menyelesaikan tanggung jawabnya dengan mengasuh anak itu." Andini semakin bingung di buatnya. Matanya menajam menandakan rasa keingin tahuan.

"Mas Bagas? Apa hubungannya dengan mas Bagas, Bu? Dini tidak mengerti?" Kini Bu Ratih yang dibuat membeku. Matanya berkedip-kedip memandang gadis di hadapannya.

"Apakah kamu tidak tahu, Nduk, kalau Bagas yang menghamili Anggun."

"Mbak Anggun?"

"Ya. Adrian terpaksa menikahi Anggun karena Bagas menghamili Anggun dan sebelumnya dia tak mau bertanggung jawab sampai akhirnya Adrian mengorbankan perasaannya dengan menikahi Anggun hanya demi menyelamatkan kehormatan keluarga."

Serasa ada petir yang menyambar kepala Andini saat itu juga. Bagaimana bisa dia tidak tahu soal alasan itu? Dan kini, ingatlah dia saat pertama kali Adrian memutuskan hubungan dengan dirinya, dia bilang karena sebuah alasan. Dan untuk berhari-hari lamanya pria itu masih saja berusaha mengejar Andini sekedar meyakinkan kalau perasaannya pada gadis itu tak pernah berubah.

Jadi karena itu? Jadi karena ingin menyelamatkan kehormatan keluarganya, dia menikahi wanita lain. Dan itu adalah wanita yang tak asing lagi buatku. Yaitu mbak Anggun. Kalau begitu, Adrian....mungkinkah dia masih mencintaiku hingga sekarang?

🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃

Terpopuler

Comments

Isme_MakRem

Isme_MakRem

mulai bau² pelakor😏

2020-06-22

0

Dayuokakumaladewi

Dayuokakumaladewi

aq relain deh adrian ama andini😁

2020-03-27

0

Yulia

Yulia

clbk aja lah sma andini lagian ak lebih suka anggun sma dion

2020-03-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!