BAB 4

Adrian POV

Aku tergesa-gesa mengendarai mobilku. Setelah mendapat telfon dari Ibu tadi siang bahwa Dinda mengalami kecelakaan, maka hatiku sudah tidak tenang lagi. Konsentrasiku dalan bekerja pun tak bisa sepenuhnya fokus. Yang kuharap adalah waktu cepat beranjak sore agar aku bisa segera pulang dan menjenguk Dinda di rumah sakit.

Sebelumnya aku sudah mengabari Anggun kalau aku akan menjemputnya, dan mengajaknya sekalian ke rumah sakit. "Kau tidak makan dulu, Adrian?" tanyanya saat aku sampai di rumah.

"Tidak. Aku tidak lapar. Aku hanya ingin cepat ke rumah sakit sekarang," tolakku lalu berlari segera ke kamar hanya untuk sekedar mengganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu. "Yuk!!" ajakku kemudian setelah aku selesai dengan pekerjaanku.

Anggun mengikuti langkahku setengah berlari. Ah, mungkin aku sedikit keterlaluan sampai harus membuatnya menyamakan langkah denganku. Tapi sungguh, saat ini aku benar-benar khawatir. Maklum, Dinda adalah saudara perempuanku satu-satunya. Dan selain itu, dia paling bungsu sendiri, jadi tak heran kalau aku dan mas Bagas sangat menyayanginya.

"Apa yang kau bawa?" tanyaku sambil melirik sekilas pada sebuah bungkusan yang di bawa Anggun.

"Makanan. Aku pikir, jika kau tidak makan di rumah, kau bisa makan disana nanti." Aku tersenyum sendiri. Seperhatian itukah Anggun padaku? Ya, setelah selama ini aku berusaha mengikhlaskan perasaanku dan belajar mencintainya, aku baru menyadari kalau Anggun adalah wanita yang istimewa. Dia selalu menunaikan tugasnya sebagai istri dengan baik. Dan aku sedikit kagum dengan kecerdasan yang di milikinya. Pernah dia mengatakan akan ikut lomba antar daerah. Yakni lomba Karya  Inovasi Pembelajaran (INOBEL), dan nyatanya namanya selalu sukses lulus dalam seleksi yang di adakan. Sampai pada tingkat terakhir lomba, tak sia-sia karena akhirnya ia menyabet juara kedua setelah guru yang berasal dari sekolah lain. Ya. Aku harus bangga padanya.

Tidak terasa mobil yang ku tumpangi hampir sampai di rumah sakit. "Adrian, bukankah ini tempat...." Anggun tak melanjutkan kalimatnya. Aku pun menoleh seketika padanya.

"Apa?" tanyaku dengan dahi berkerut.

"Tidak. Tidak apa-apa," ucapnya dengan senyum hambar.

"Baiklah. Ayo kita turun," lanjutku saat mobil sudah terparkir di halaman rumah sakit.

"Di ruang apa Dinda di rawat?" tanya Anggun kemudian dalam perjalanan kami melangkah menuju ruang rawat inap Dinda.

"Ibu bilang di ruang Mawar," jawabku sambil membaca satu-persatu tulisan di rumah sakit itu. Mencari dimana ruang Mawar berada. Dan hal serupa juga di lakukan Anggun. "Nah...itu dia!" seruku kemudian saat melihat bayangan pak Doni sedang berdiri di luar ruangan. Aku yakin kalau di dekat situ adalah tempat Dinda di rawat.

Dan benarlah dugaaanku. Dinda ada di sana. Kubuka pintu kamar begitu saja tanpa mengetuknya terlebih dulu. Dan kini semua mata tertuju ke arahku.

"Kamu sudah datang, Le?" sambut ibu tersenyum senang. Aku dan Anggun lalu menyalami Bapak dan Ibu bergantian.

"Saya bawakan makanan, Bu," kata Anggun kemudian meletakkan bungkusan yang di bawanya dari rumah.

"Wahhh, kebetulan sekali. Kamu mau makan, Dinda?" tanya ibu kemudian pada adikku. Dinda mengangguk.

Sementara Anggun menyiapkan makanan, aku berjalan mendekati Dinda perlahan. Bapak mencoba menyingkir untuk sementara dan pergi keluar. "Bagaimana dengan keadaan Dinda, Bu? Apa kata dokter?" tanyaku kemudian.

"Mas Rian gak perlu khawatir kok. Dinda gak apa-apa. Ya kan, Bu?" Dinda menyerobot. Ibu tersenyum simpul.

"Iya. Adikmu benar. Kau tak perlu cemas. Dia hanya mengalami luka ringan saja," Ibu memperteguh jawaban Dinda. Anggun lalu menyodorkan sepiring makanan pada Dinda. Rupanya dia sudah berjaga-jaga sampai menyediakan piring plastik dari rumah. Dinda menerima makanan itu sambil tersenyum tipis.

"Lalu, bagaimana dengan orang yang menabrakmu? Apakah dia tidak bertanggung jawab atas kondisimu ini? Meskipun kau tidak kenapa-napa, orang itu tetap harus menerima pelajaran dan tetap harus bertanggung jawab pada perbuatannya," aku berceramah.

"Sudah Adrian....sudah...." Ibu mengelus pundakku lembut. Berusaha menenangkan kemelut hatiku. Ya. Aku sedikit kesal kepada orang yang sudah mencelakakan adikku. "Orang itu juga sudah memperoleh pelajarannya sendiri. Dia justru mengalami luka yang lebih parah dari adikmu."

"Hah? Benarkah? Baguslah kalau begitu."

"Heii, tidak boleh seperti itu, Le. Ndak baik punya dendam sama orang lain."

"Sebaiknya kau makan saja dulu, Mas. Saat ini mungkin perutmu lebih membutuhkan nutrisi supaya emosimu tak labil seperti ini." Anggun lalu menyodorkan sepiring makanan padaku. Aku sempat berdecak karenanya, tapi ibu dengan cepat memberi kode padaku dengan menajamkan indra penglihatnya.

👇

👇

👇

Suara dering telfon dari ponselku berbunyi. Ku lihat itu panggilan dari Aryo, teman sekantorku. Aku buru-buru keluar dari ruangan itu dan menyisihkan diri bermaksud mengangkat telfon tersebut.

"Iya Yo."

"....."

"Hmmm, baiklah. Besok biar aku yang menangani. Memangnya kau mau kemana?"

"....."

"Oh...maaf. Aku turut berduka cita untukmu."

"....."

"Baiklah. Jangan khawatirkan soal pekerjaan. Aku akan menangani semuanya."

"....."

"Sama-sama. Sampai jumpa."

Aku menutup telfon tersebut. Rupanya Aryo besok berhalangan masuk kantor karena ada salah satu keluarganya yang meninggal dunia. Dan pastinya, pekerjaan yang di pegang Aryo akan terlimpahkan padaku.

Aku hendak berbalik menuju ruangan Dinda kembali saat tiba-tiba aku tidak sengaja menabrak seseorang. "Eh...maaf...." ucapku cepat. Namun betapa terkejutnya aku saat menjumpai siapa orang yang ku tabrak itu. Tubuhku terasa membeku seketika.

"Andini?" desisku pelan bahkan hampir berbisik. Mata itu tak lepas menatapku. Aku hanya bisa menelan ludah pahit. Baiklah. Mungkin aku lupa kalau dia juga bekerja disini.

"Apa kabar, Rian?" sapanya masih dengan tatapan yang membekukan. Aku tak mengerti. Namun tatapannya kali ini terasa lain buatku.

"Ehmm...a...aku...baik. Ya. Dan bagaimana denganmu sendiri?" jawabku sedikit gugup dan balik bertanya. Ah, mungkinkah aku salah jika bertanya demikian? Pertanyaan macam apa itu? Aku bahkan tak yakin apakah dia bisa baik-baik saja setelah aku mencampakkannya dan terlebih setelah ia di khianati oleh Niko.

"Ya. Seperti yang kau lihat juga. Meski sebenarnya aku tak sebaik yang kau lihat." Tepat sekali dugaanku. Setelah terakhir kali aku bertemu dengannya di rumah makan waktu itu, aku bahkan tak pernah melihatnya lagi. Dan baru kali ini kami bertemu kembali.

Saat inilah, aku di buat salah tingkah. Aku tidak tahu harus berkata apa atau berbuat apa. Aku merasa aneh saja bertemu dengannya. Ya. Semua terasa canggung untukku.

"Sebenarnya aku kesini untuk menjenguk Dinda." Aku berusaha mencari topik pembicaraan.

"Aku tau. Tadi aku sempat bertemu dengan Ibu."

"Ah, benarkah?" Aku mengelus tengkuk leherku. Benar-benar percakapan ini terasa dingin dan basi.

"Adrian, aku ingin bicara denganmu. Apakah kau punya waktu?" Aku memandangnya tak berkedip. Mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang saat ini tengah menggelayuti pikiranku. Namun aku tak menemukan apapun disana kecuali sebuah tatapan kosong yang dingin dan beku. Kenapa aku merasa teriris dan sakit sendiri? Aku merasa bersalah karena dulu sudah mencampakkannya.

"Ya. Tentu."

👇

👇

👇

👇

Kini kami sudah duduk di cafetaria rumah sakit. Aku sempat memesan secangkir kopi untukku sedang Andini sendiri menolak saat aku menawarinya minuman.

"Jadi, apa yang bisa aku bantu?" Aku memulai pembicaraan saat pelayan selesai menghidangkan minumanku.

"Aku sedang tidak memerlukan bantuan, Rian. Aku hanya ingin meminta penjelasan darimu." Aku mengerutkan keningku sesaat.

"Penjelasan?" tanyaku tidak mengerti.

"Ya. Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya dulu padamu. Apakah kau bahagia dengan pernikahanmu?" Aku sedikit tersentak dengan pertanyaan Andini yang diluar persepsiku.

"Ehmm...te...tentu saja, Dini," jawabku seraya menelan ludah.

"Apakah kau mencintai istrimu?" Kedua kalinya jantungku di buat berdenyut tidak normal. Apa sebenarnya yang ingin ia sampaikan padaku dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan ini?

"Kenapa kau menanyakan hal itu, Din?" Aku mulai penasaran.

"Jawab pertanyaanku, Rian. Apakah kau mencintai istrimu?" Satu hal yang tak pernah terpikirkan olehku. Ya. Pertanyaan ini. Apakah aku mencintai Anggun, istriku? Kenapa aku baru sadar kalau selama ini aku tidak pernah mengatakan hal ini padanya. Tak pernah sekalipun aku mengatakan kalau aku mencintainya. Dan saat pertanyaan ini di todongkan padaku, aku bingung harus menjawab apa.

"Baiklah. Kau tak mau menjawab. Tapi aku tau jawabannya." Kata Andini kemudian membelah kebisuan. "Sebenarnya, bukan itu satu-satunya hal yang ingin ku bicarakan. Aku hanya ingin menuntut penjelasanmu, kenapa kau tak memberi tahuku bahwa kau menikahi wanita itu hanya demi menyelamatkan kehormatan keluargamu?"

Dan untuk kesekian kalinya aku di buat terkejut. "Kau tau?"

"Ya. Bahkan aku juga tau siapa wanita yang kau nikahi itu. Bukankah dia adalah kekasih kakakmu sendiri?" Mataku membulat penuh. Waktu serasa berhenti berputar. Jadi, Andini sudah tau semuanya? Aku menunduk untuk sesaat.

"Adrian, kalau aku mengajukan sebuah permintaan, apakah kau mau menerima permintaanku tersebut?"

"Katakan Dini. Kalau aku bisa, aku pasti akan memenuhinya."

Untuk sesaat suasana hening. Aku masih menunggu perkataan apa yang akan di cetuskan oleh gadis yang pernah menjalin hubungan denganku itu.

"Adrian, bagaimana kalau aku memintamu kembali padaku?"

🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃

Terpopuler

Comments

Efan Zega

Efan Zega

hubungan yg rumit bekas bagas diambil adiknya rian. dan sekarang mantan rian mau balik

2021-04-13

0

Isme_MakRem

Isme_MakRem

gatel amat sih andini.. gak ada harga dirinya banget jd perempuan🤧🤧🤧

2020-06-22

0

Dayuokakumaladewi

Dayuokakumaladewi

uweeeeee,,, monggo diambil adriannya mba, anggun ama dion aja 😁

2020-03-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!