...***...
Sosok misterius itu tertawa keras. Ia menertawakan apa yang dikatakan oleh Setan selendang jingga kematian. Entah dimana letak lucunya, namun ia tidak bisa menahan hasrat untuk tertawa.
"Kau itu masih saja bodoh ya?." Ucapnya dengan nada merendahkan. "Tapi siapa sangka, setan selendang jingga kematian itu adalah kau?!." Tunjuknya kasar. "Nila ambarawati."
Deg!.
Tentunya membuat mereka semua terkejut, bagaimana mungkin orang itu tau nama asli dari Setan Selendang Jingga kematian?. Apakah ia pernah bertemu sebelumnya?. Atau orang yang pernah dekat pada zaman dahulunya?.
"Ternyata kau masih hidup?." Hatinya sedang menahan amarah. "Sangat luar biasa sekali kau ini ya?."
"Siapa kau bedebah?!." Umpatnya. "Mengapa kau mengetahui nama asliku?!." Hatinya terasa membara. "Kau bahkan berani sekali mengatakan aku ini bodoh?! Hah?!." Setan Selendang Jingga kematian terlihat sangat marah. "Apakah kau sudah bosan hidup? Hah?!.
"Apakah kau tidak ingat denganku?." Ia membuka cadar merah yang menutupi sebagian wajahnya. "Nila ambarawati." Senyum itu, senyuman lebar penuh misteri. "Aku sangat yakin kau masih ingat dengan wajah ku ini."
Deg!.
"Kau?! Bukankah kau!." Setan Selendang Jingga kematian terkejut, ia masih mengingat sosok itu, sosok yang paling ia benci. "Delapan belas tahun telah berlalu!." Amarahnya benar-benar memuncak. "Tapi aku tidak akan mudah melupakan semua, yang kau lakukan padaku, bedebah busuk!." Umpatan dan kata-kata kasar keluar dari mulutnya.
"Heh!." Ia mendengus kesal. "Kau lah yang berbuat salah!." Balasnya. "Tapi kau malah menyalahkan aku?!."
Sosok misterius itu ternyata adalah Rembulan indah, atau nama lainnya adalah pendekar pembunuh bayaran Selendang Merah.
"Kau ini memang manusia yang sangat tolol!." Ucapnya. "Yang pernah aku temui." Hatinya terasa jengkel. "Tidak mau mengakui kesalahannya sendiri."
"Diam kau!." Balasnya penuh amarah. "Tutup mulut busukmu itu!."
"Wah? Cepat sekali marahnya." Dalam hati pendekar selendang merah.
"Aku telah bersumpah!." Tegasnya. "Jika aku bertemu denganmu lagi? Akan aku bunuh kau!." Kemarahan yang menguasai dirinya tidak bisa ia tahan lagi, ia langsung menyerang Selendang merah.
"Terdengar menyeramkan sekali sumpahmu itu." Responnya. "Aku sangat takut." Pendekar selendang Merah berpura-pura takut.
...***...
Di sebuah tempat.
"Bagaimana persiapan kalian?." Matanya menatap mereka dengan serius. "Apakah sudah ada perkembangan?."
"Tentu saja ada Gusti." Ia memberi hormat.
"Bagus kalau begitu." Responnya. "Kebetulan sang Prabu sedang berada di luar istana." Hatinya terasa senang. "Kalian lakukan pekerjaan dengan baik."
"Laksanakan Gusti."
Setelah itu ia memberi kode pada beberapa orang pemuda, segera meninggalkan dirinya.
"Gusti yakin? Akan melakukan ini?."
"Kau ragu dengan apa yang telah aku jalankan sekarang?." Ia tampak kesal.
"Bukan seperti itu Gusti." Jawabnya. "Hanya saja hamba benci padanya." Ungkapnya. "Hamba takut Gusti celaka nantinya, sebab ia hanya mementingkan wanita saja."
"Kalau masalah itu kau tidak perlu cemas." Balasnya. "Aku punya rencana sendiri, untuk mengatasinya." Ia tersenyum lebar. "Aku bisa mengendalikan dia." Lanjutnya. "Yang penting, kita singkirkan dulu praja permana."
...***...
Selendang merah tidak akan tinggal diam jika dirinya diserang. Ia menghindari serangan setan Selendang Jingga kematian. Ia tidak akan begitu saja diserang oleh wanita itu. Dengan menggunakan jurus-jurus yang ia miliki, ia sesekali juga menyerang Setan Selendang Jingga Kematian.
"Apakah yunda mengenali orang itu?." Setan Cambuk Neraka sedikit heran, apalagi kemarahan yang ditunjukkan oleh kakaknya itu. Ia tidak tahu dendam apa, atau kejadian apa yang terjadi diantara mereka. Namun yang pasti sepertinya mereka saling bermusuhan.
"Entahlah nimas." Jawabnya. "Sepertinya mereka pernah bertemu sebelumnya, atau saling dekat sebelumnya." Setan Tombak Pencabut Nyawa tidak mengerti. "Tetapi sepertinya pertarungan mereka yang sangat cepat." Ucapnya bingung. "Mataku sulit untuk mengikuti gerakan mereka."
"Juga beberapa jurus yang dimainkan oleh pendekar itu." Ucapnya. "Sama dengan jurus yang dimainkan oleh nyai selendang jingga kematian." Matanya mengamati itu. "Aku sangat yakin sekali, jika mereka memang pernah dekat sebelumnya."
Mereka dapat merasakan itu, jika kedekatan itu dapat mereka rasakan.
"Kita tidak mungkin diam saja bukan? Mari kita bantu ketua."
Setan Sabit Jahanam menyarankan agar membantu ketua mereka menghadapi orang itu. Sepertinya Setan Selendang Jingga Kematian agak kesulitan untuk melawan Selendang Merah.
"Baiklah!." Responnya. "Mari kita bantu yunda untuk menghadapi wanita itu." Setan Cambuk Neraka setuju. Ia tidak akan membiarkan setan selendang jingga kematian bertarung sendirian.
Selendang Merah terkejut karena mendapatkan serangan mendadak dari mereka bertiga, tetapi Selendang Merah selalu waspada, hingga serangan itu bisa ia hindari.
"Heh!." Ia mendengus kesal. "Main keroyokan? Benar-benar pengecut!." Ia menatap tajam. "Pecundang seperti kalian tidak pantas melawan aku." Selendang Merah berada di hadapan mereka.
Mata elangnya membaca semua gerakan tubuh mereka, jurus-jurus apa saja yang mereka gunakan, sehingga ia bisa mengatasi jurus mereka dengan mudahnya.
Selendang Merah mewaspadai serangan itu dengan jurus air Samudera menggulung karang. Jurus itu ia gabungkan dengan jurus selendang menyapu angin. Sungguh jurus jitu yang lumayan membuat mereka kerepotan menghadapinya.
Ketika mereka bertiga hendak melangkah menyerang, namun mereka terkena hantaman Selendang Merah, sehingga mengenai dada mereka.
"Eagkh!."
Mereka terlempar cukup jauh akibat serangan itu. Setan Selendang Jingga kematian terkejut melihat itu, ia tidak menyangka anak buahnya terkena serangan jurus itu.
"Akh!."
Ketiganya meringis kesakitan karena serangan itu. Rasa sakit yang merasa rasakan seperti menyerap tenaga dalam mereka. Rasanya tenaga mereka terkuras perlahan-lahan karena mereka terkena dua jurus sekaligus.
"Beraninya kau menyerang mereka." Setan Selendang Jingga kematian semakin marah, ia membalas serangan Selendang Merah. Ia tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Selendang Merah pada ketiga anak buahnya.
"Heh!." Ia mendengus kesal. "Katakan pada mereka!." Ucapnya dengan jengkelnya. "Kekuatan seperti itu tidak akan bisa melukaiku!" Selendang Merah telah mewaspadai serangan balik dari setan selendang jingga kematian. Sehingga ia dengan mudah ia menepis serangan itu.
"Sombong!." Balasnya. "Kau terlalu sombong bedebah busuk!." Hatinya dipenuhi kemarahan yang luar biasa. "Mulut kurang ajarmu itu harus aku cincang!." Hatinya memanas. "Biar tidak bisa berbicara lagi." Dengan ganasnya ia menyerang Selendang Merah. Ia lampiaskan kemarahannya pada orang yang paling ia benci.
...***...
Istana.
Pangeran Wira Wijaksana belum juga memejamkan matanya, walaupun istrinya telah terlelap di sampingnya.
"Kenapa? Tiba-tiba saja wajah nimas rembulan indah." Dalam hatinya resah. "Akhir-akhir ini selalu menghantui pikiranku?." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Apakah nimas rembulan indah? Masih hidup?." Ia mencoba duduk, menatap wajah istrinya. "Kalau memang masih hidup? Apakah perlu? Aku adakan sayembara?." Hatinya semakin cemas. "Aku sudah tidak tahan lagi, dibayang-bayangi oleh nimas rembulan indah."
Suasana hati Pangeran Wira Wijaksana sedang gelisah luar biasa, merasakan kegalauan karena perasaan cinta pada wanita yang bernama Rembulan Indah.
"Namanya saja membuat aku merindukan dirinya."
Kenangan masa lalu membayang-bayangi pikirannya, menari-nari dengan indah, seakan-akan memberikan bunga asmara yang sangat manis di hatinya.
"Nimas rembulan indah." Ucapnya kagi. "Aku pasti akan mencari keberadaan mu nimas." Hatinya kali ini terasa resah. "Aku dan kau, pasti akan bertemu suatu hari nanti."
...***...
Setelah itu ia pergi meninggalkan biliknya, hatinya merasa bosan. Namun siapa sangka istrinya masih terjaga, melihat kepergiannya yang seperti memiliki banyak beban pikiran.
Lagi dan lagi pertarungan diantara mereka terjadi. Jurus-jurus mereka semakin ganas. Meskipun sama-sama wanita, namun tenaga dalam mereka tidak bisa dianggap remeh. Pertarungan itu cukup lama berlangsung, hingga akhirnya selendang merah berhasil memukul mundur setan selendang jingga kematian.
"Akh!." Ia meringis kesakitan karena terkena pukulan dan tendangan ditubuhnya.
"Yunda." Mereka semua yang masih kesakitan mencoba untuk mendekati Setan Selendang Jingga Kematian.
"Bedebah!." Umpatnya penuh amarah. "Ilmu kanuragannya yang ia miliki semakin tinggi." Ia mengeluarkan sumpah serapah. Tubuhnya terasa sakit, hingga ia sedikit kesulitan untuk bergerak.
"Tidak usah kau mengumpat." Balasnya. "Mengeluarkan sumpah serapah yang tidak berguna seperti itu!." Selendang Merah menatap muak pada wanita itu. "Jika kau masih penasaran? Atau tidak suka?." Ia menatap jengkel. "Mari kita lanjutkan pertarungan, atau kau terlalu takut berhadapan denganku?." Lanjutnya dengan senyuman meremehkan. "Katakan saja kalau kau takut padaku."
"Diam kau bedebah busuk!." Setan Selendang Merah benar-benar emosi tingkat tinggi mendengarkan ucapan itu.
Selendang Merah hanya tertawa geli melihat kemarahan yang ditunjukkan Setan Selendang Jingga Kematian. Rasanya ada kepuasan tersendiri baginya membuat orang lain emosi seperti itu pada dirinya.
"Orang itu sangat kurang ajar!." Umpatnya penuh amarah. "Biar aku hadapi dia nini." Setan Tombak Pencabut Nyawa merasa tersinggung dengan itu.
"Benar yunda." Ucapnya. "Aku ingin menghajar wanita kurang ajar! Yang telah berani merendahkan yunda." Setan Cambuk Neraka juga tidak terima dengan itu.
"Untuk saat ini kita mundur saja." Ucapnya pelan. "Lain kali akan kita habisi dia dengan tangan kita." Ya, ia berjanji akan akan membalas kekalahan itu.
"Awas saja kau bedebah busuk!." Tunjuknya kasar. "Lain kali kita akan bertemu lagi!." Tegasnya. "Dan saat itu? Akan aku buat mulutmu itu! Tidak bisa mengeluarkan kata-kata sombong lagi padaku." Hatinya telah dipenuhi oleh rasa dendam dan benci yang semakin bertambah.
"Datang saja sesuka hati yang kau inginkan." Responnya. "Aku akan menerima kedatangan kalian dengan senang hati!." Selendang Merah berkata dengan suara yang sangat keras. Karena kelompok Setan Jahat meninggalkan dirinya. "Jangan lupa belajar dengan baik."
Tidak ada tanggapan dari mereka, karena saat itu suasana hati mereka hanya diisi oleh amarah yang membara.
"Delapan belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk dilalui." Dalam hatinya terasa sakit. "Dan kau datang padaku? Dengan membuat kelompok kejahatan?." Hatinya terasa membara. "Kau itu masih memiliki hati atau tidak? Wanita macam apa kau ini?."
Hatinya bertanya-tanya. Ia juga seorang wanita, tetapi tidak wanita yang seperti itu, meninggalkan bekas luka pada orang lain, dan setelah itu pergi sesuka hatinya?.
"Aku pasti akan menyelesaikan masalah itu." Dalam hatinya masih merasakan perasaan gejolak yang aneh. "Aku pastikan dia akan mendapatkan hukuman istimewa dariku nantinya." Dalam hatinya telah bersumpah akan melakukan itu. "Tunggu saja saat itu tiba, jika memang kau akan mencariku lagi." Dalam hatinya masih ingat dengan ucapan itu.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Simak dengan baik kisah selanjutnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
rajes salam lubis
lanjutkan
2022-11-02
1
rajes salam lubis
keren
2022-11-02
1
rajes salam lubis
karena tertawa itu tergantung dari penyikapan hati
2022-11-02
1