Evanzza
Cinta selalu begitu saja datang dihati manusia tanpa permisi dan tidak pernah tau untuk siapa rasa itu tumbuh. Bisa saja dengan orang yang baru ditemuinya yang lebih dikenal sebagai cinta pada pandangan pertama. Atau dari yang awalnya sangat benci menjadi sangat cinta, kadang juga yang hanya sebatas sahabat namun bisa muncul benih-benih cinta dan ingin memiliki.
Bahkan ada yang hanya bisa memendam rasa cintanya dalam hati karena takut untuk mengungkapkan. Cinta dalam diam yang terkadang begitu menyiksa karena orang yang kita cintai tak tau apa yang kita rasakan.
Begitu juga dengan siswa satu ini, ia baru merasakan apa yang namanya getaran dalam hatinya saat melihat lawan jenisnya. Awalnya ia hanya penasaran saja dan rasa keingin tahuannya yang memaksanya untuk mendekati lawan jenisnya itu.
Tapi sangat sulit mengingat sikapnya yang terlalu dingin bahkan wajahnya tidak memiliki ekspresi sama sekali. Datar, itulah mimik wajah yang diperlihatkan. Tapi entah kenapa ia mampu menarik perhatian semua orang dengan sifatnya itu. Termasuk seorang siswa yang tengah menatapnya dari kejauhan, Evan.
Ya dia adalah Evan Anggara Mahardika, yang kerap disapa Evan itu adalah seorang anak yang baru beranjak remaja. Ia belum mengerti apa itu suka dan apa itu cinta. Yang ia tahu hanya rasa untuk memiliki seseorang dan tidak mengizinkan orang itu direbut orang lain.
Evan sedang mencari jati dirinya saat ini, dengan segala hal yang ia akan lewati saat masa putih abu-abu. Tidak dipungkiri diusianya yang masih muda ia sudah meraih berbagai prestasi yang sangat membanggakan. Evan sangat lah mirip dengan orang tuanya yaitu Rayhan Mahardika dan juga Rayya Sheza Novaira, mereka berdua adalah seorang dokter disalah satu rumah sakit ternama.
"Heh, tunggui!" teriak sahabat Evan sambil berlari mengejar Evan.
Mereka berdua berlarian dikoridor kelas X, mengingat mereka memang masih kelas sepuluh dengan jurusan MIPA.
Evan terus berlari sambil menoleh kebelakang, ia takut jika sahabatnya itu bisa mengejarnya. Hingga tanpa sengaja Evan menabrak seseorang hingga merrka berdua terjatuh ke lantai.
Koridor itu terlihat sangat ramai terlebih lagi ada insiden Evan yang jatuh ke lantai bersama dengan seorang perempuan.
Posisi mereka saat ini membuat siapa saja yang melihatnya salah paham, bagaimana tidak saat ini Evan mengungkung seorang gadis yang berada dibawahnya dengan mata yang terus menatap Evan dengan tajam.
Namun Evan tidak bergeming sama sekali dengan tatapan itu, ia terlihat menikmati setiap lekuk wajah perempuan itu.
"Bidadari dari mana ini, kenapa cantik sekali?" batin Evan sambil terus menatap manik mata gadis itu.
"Iya gue tau kalau gue cantik!" ucapnya membuat Evan tersadar.
"Anak siapa sih ini, pengen gue karungin," gumam Evan yang masih bisa didengar oleh gadis itu.
"Minggir!" sentak gadis itu dengan tatapan tajam hingga menembus relung hati Evan.
Dengan cepat Evan menyingkir dari hadapan gadis itu, ia berdiri terlebih dahulu lalu mengulurkan tangannya didepan wajah gadis itu.
Gadis itu hanya melihat sekilas tangan Evan lalu berusaha berdiri sendiri tanpa menerima bantuan Evan. Tanpa sepatah kata pun ia langsung pergi begitu saja dari hadapan Evan.
"Menarik, sangat menarik!" gumam Evan.
"Liatin apaan?" tanya sahabat Evan, Vion.
"Bidadari," saut Evan dengan seyum yang terus mengembangkan dari sudut bibirnya.
"Mana bidadarinya? Gue mau kenalan," kata Vion sambil celingukan mencari keberadaan gadis yang dimaksud Evan.
"Gak boleh, dia cuma buat gue doang!" kata Evan dengan penuh percaya diri.
"Narsis banget sih, Van!" kata Vion, bahkan ia menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Biarin aja suka-suka gue lah!" Evan melangkah kan kakinya menuju kelas diikuti Vion yang terus saja mengoceh.
"Serah deh, yang jelas tuh cuma satu!" Vion yang sengaja menggantungkan perkatannya agar Evan penasaran.
"Apaan?" tanya Evan penasaran.
"Dia mau gak sama lo?" tanya Vion sambil tekekeh.
"Sia lan! Jelas mau lah siapa yang gak mau sama gue Evan Anggara Mahardika!" kata Evan sambil memegang kedua sisi kerahnya.
Vion hanya memutar kedua bola matanya malas, ia heran kenapa bisa memiliki sahabat yang tingkat kepercayaan dirinya sangat tinggi.
"Bukan temen gue!" Vion langsung berjalan mendahului Evan sambil menggelengkan kepalanya, bahkan ia pura-pura tidak mendengar saat Evan memanggil namanya.
"Wooo awas ya lo kalau lagi susah datangin gue lagi, gue gak akan mau bantuin!" teriak Evan menggema diseluruh koridor membuat siswa lainnya menatap Evan dengan tatapan yang berbeda-beda.
Vion Andrelian Bagaskara, sahabat kecil dari Evan karena orang tua mereka bersahabat sehingga membuat mereka selalu bersama sejak kecil. Bahkan Vion selalu mengikuti dimanapun Evan bersekolah dengan alasan ingin selalu bersama sahabatnya itu. Vion adalah anak dari pasangan Jonathan Bagaskara dengan Vivi Amanda, mereka berdua adalah sahabat Rayhan sejak dibangku sekolah.
"Palingan lo yang bakalan cariin gue!" teriak Vion karena dia tahu persis sahabatnya itu memang pandai dalam segala hal tapi hanya satu kelemahannya, soal perasaannya.
"Itu pasti!" teriak Evan sambil terkekeh.
"Jangan teriak-teriak ini bukan hutan!" protes seseorang yang berada dibelakang Evan.
"Serah gue lah, mulut punya siapa?" tanya Evan.
"Bocil!" ledek orang itu kemudian pergi dari hadapan Evan, ia malas sekali berdebat dengan Evan.
Sedangkan Evan kembali ke kelasnya, ia tidak menyadari jika kelasnya berdekatan dengan gadis yang ia temuinya itu. Hingga mata elang Evan menemukan sosok yang membuatnya terpaku tadi.
Kelas mereka meliliki dinding yang diberi kaca sehingga dari luar dapat melihat yang ada didalam kelas. Langkah kaki Evan terhenti begitu saja saat ia melihat gadis yang bertabrakan dengannya. Gadis itu tidak tahu jika ia sedang diperhatikan, karena ia sedang asik menatap luar jendela yang berbatasan langsung dengan lapangan basket.
Rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah hingga punggungnya, satu tangannya ia gunakan untuk menumpu dagun. Ia tidak merasakan panas ataupun kegerahan saat tempat duduk yang ia tempati terkena sinar matahari pagi.
Entah mengapa hati Evan terasa berbeda saat melihat gadis itu, ada rasa ingin selalu melihatnya. Hingga Evan tidak menyadari sudah ada seseorang yang beridiri disebelah Evan sambil berkacak pinggang.
"Eheemm!" dehemnya.
"Apa sih ganggu aja!" kata Evan yang merasa terganggu.
"Kembali ke kelas!" tegasnya.
"Bentar lagi, gue masih liatin bidadari yang gue maksud tadi, Vi!" kata Evan, bahkan matanya tak teralihkan sedikit pun.
"Awhh! Sakit Vi...on!" kata Evan saat melihat siapa yang menjewet telinganya.
Sedangkan orang itu hanya menaikkan sebelah alisnya sambil menatap tajam Evan, tangannya masih setia menjewer telinga Evan.
"Eh ada Pak Slamet, hehe apa kabar pak?" tanya Evan basa-basi.
"Baik, sekarang kamu hormat ditiang bendera sampai jam pelajaran saya habis! Awas saja kalau sampai saya lihat kamu kabur, saya gak akan segan-segan lagi sama kamu!" gertak pak Slamet.
"Ta-tapi pak, saya kan gak salah kenapa dihukum?" protes Evan.
"Bel aja belum berbunyi!" lanjut Evan lagi.
Pak Slamet semakin menarik telinga Evan hingga terlihat memerah, Evan hanya bisa merintih kesakitan dengan perlakuan Pak Slamet.
"Sakit pak!" protes Evan.
"Biarin! Biar kamu bisa denger suara bel, suara bel sangat keras kamu gak denger. Bapak rasa kamu harus periksa ke THT" ketus Pak Slamet.
"Saya gak budek, pak!" protes Evan.
"Kalau gak budek kenapa gak denger suara bel!" kesal Pak Slamet.
"Sudah sekarang kamu kelapangan dan hormat didepan tiang bendera sampai jam pelajaran saya habis!" perintah Pak Slamet.
Dengan terpaksa Evan menuruti hukuman yang diberikan pak Slamet kepadanya. Ia heran kenapa hanya kesalahan kecil saja harus dihukum, terlebih lagi matahari terlihat begitu menyengat dikulit.
"Hufftt!" keluh Evan yang sudah berada didepan tiang berdera sambil hormat.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
NO NAME
.
2022-12-28
0
☠ᵏᵋᶜᶟ 𝕸y💞 Terlupakan ŔẰ᭄👏
next
2022-08-23
1
☠ᵏᵋᶜᶟ 𝕸y💞 Terlupakan ŔẰ᭄👏
like'
2022-08-23
1