Dengan langkah gontai Evan masuk kedalam rumahnya, bahkan ia tidak menghiraukan sapaan sang mama yang sedang duduk santai diteras rumah.
Saat sudah sampai diruang tamu Evan langsung melemparkan tas sekolahnya ke atas sofa. Begitu juga dengan tubuhnya ia hempaskan disofa yang berwarna crame itu.
"Tumben pulang sekolah wajahnya kusut gitu?" tanya Rayya, ia mengikuti Evan masuk kedalam rumah.
Evan tidak menjawab ia memilih menyandarkan tubuhnya pada sadaran sofa, lalu lengannya ia gunakan untuk menutup kedua bola matanya.
"Evan," panggil Rayya yang ikut duduk disebelah anaknya.
"Anak mama kenapa, ini?" tanya Rayya sambil memegang bahu Evan.
"Evan jelek ya, mah?" tanya Evan tiba-tiba sambil menurunkan lengan tangannya.
Evan menatap sang mama dengan tatapan sedih dan terlihat tidak bersemangat.
"Kata siapa anak mama jelek? Ganteng gini," ucap Rayya sambil memegang pipi Evan.
"Kalau Evan ganteng, kenapa dia dingin banget sama Evan mah? Sampai diajak kenalan pun gak mau, padahal biasanya cewek-cewek yang duluan ngajak Evan kenalan." Evan bercerita kepada Rayya seperti anak kecil yang sedih karena dijauhi temannya.
Rayya tersenyum simpul, ia tidak menyangka jika anaknya sudah besar. Ia masih menganggap Evan seperti anak kecil yang selalu manja dengannya tapi kali ini ia melihat Evan mengeluh karena diacuhkan seorang perempuan.
"Mungkin dia orangnya tertutup, jadi dia akan bersikap dingin sama orang yang tidak dekat dengannya," kata Rayya.
"Masa sih, mah?" tanya Evan.
"Iya, sayang ... bisa juga dia sedang ada masalah kan." jelas Rayya kepada anak kesayangannya itu.
Pasalnya sampai sekarang Evan belum memiliki adik, padahal ia sudah meminta beberapa kali kepada sang mama atau pun papanya. Tapi bagaimana pun jika belum dikasih mau bagaimana.
"Yaudah, Evan ke kamar dulu mah!" pamit Evan sambil mengambil tas sekolahnya.
Rayya hanya mengangguk sambil tersenyum kepada anaknya, entah kenapa pikirannya langsung teringat pada cerita sang suami dimasa sekolahnya dulu.
"Semoga kamu lebih beruntung dari papa mu, Van." gumam Rayya sambil menatap punggung Evan yang sudah berjalan menaiki anak tangga.
Sedangkan Evan langsung bergegas menuju kamar mandi setelah sampai didalam kamarnya, ia segera bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri agar tubuhnya segar begitu juga dengan pikirannya.
Tak butuh waktu lama Evan sudah selesai dengan rutinitas mandinya, ia terlihat lebih segar dari sebelumnya.
Saat ini Evan tengah berdiri didepan cermin sambil menatap pantulan wajahnya yang masih sedikit basah. Evan berputar kekanan dan kekiri, sesekali ia menyisir rambutnya yang masih basah dengan sela-sela jarinya.
"Masih ganteng kok," monolog Evan.
"Ganteng banget malah," lanjutnya lagi, "Tapi kenapa lo gak tertarik sama gue?"
Evan mengusap wajahnya kasar, lalu kedua tangannya ia sandarkan pada cermin yang ada didepannya itu.
"Lo beda dari yang lain, dan hal itu yang membuat gue tertarik sama lo. Gadis misterius!" gumam Evan sambil tersenyum tipis.
Evan yang melihat wajahnya didepan cermin lama kelamaan melihat sosok gadis bidadari yang membuat Evan putus asa tengah menatapnya.
Hal itu membuat Evan kaget lalu ia mengusap wajahnya beberapa kali.
"Lo! Lo kok bisa ada dikamar gue?" tanya Evan pada bayangan gadis bidadari itu yang terlihat dicermin kamar mandi Evan.
Terlihat gadis itu tengah berdiri dibelakangnya sambil menatap Evan dengan tatapan dinginnya, ia terlihat sedang tersenyum manis pada Evan.
"Lo beneran disini?" tanya Evan.
"Dari tadi juga disini," jawabnya sambil tersenyum.
Membuat hati Evan berbunga-bunga dan bahagia pastinya. Tanpa ragu lagi Evan berbalik badan langsung memeluk orang itu.
"Gue seneng banget lo disini, gue kira lo gak mau kenal sama gue," gumam Evan sambil memeluknya erat.
"Lo berhasil mencuri perhatian gue, dari sekiapn banyak cewek yang deketin gue cuma lo yang nolak gue," ucap Evan lagi.
"Tapi gue tau, pasti itu cuma akal-akalan lo aja kan? Lo lagi main tarik ulur sama gue kan. Soalnya gue tau pesona gue gak ada tandingannya," kata Evan lagi sambil mempererat pelukannya.
"Tapi tunggu dulu, kok lo lebih tinggi dari gue? Dan wangi parfum lo kok sama kaya yang dipakai papa gue?" tanya Evan.
"Aku memang papa mu," katanya.
"Haha bercanda lo gak lucu, pakai alasan kalau lo papa gue. Mana suara pakai di mirip-miripin segala, walaupun agak mirip sih," kata Evan.
"Eh tunggu, suara papa!" gumam Evan sambil membuka matanya.
Perlahan Evan mendongakkan kepalanya sambil menatap orang yang sedang ia peluk itu.
"Pa-papa," ucap Evan dengan tersenyum kaku.
Sedangkan Rayhan masih diam dengan alis yang terangkat sebelah, ia menatap tajam anaknya yang bertingkah aneh.
"Mau sampai kapan peluknya?" pertanyaan Rayhan membuat Evan langsung sadar dan melepaskan pelukannya.
Evan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia tidak sadar jika yang ia peluk sejak tadi adalah papanya. Otomatis papanya tahu semua yang Evan katakan tadi.
"Mati gue!" batin Evan.
"Pa-papa sejak kapan disini?" tanya Evan malu.
"Sejak kapan?" ulang Rayhan sambil berjalan duduk dibalkon kamar Evan.
"Iya sejak kapan, kok Evan gak tau hehe," tanya Evan canggung.
"Sejak kamu bilang kalau dia beda dari yang lainnya dan kamu tertarik dengannya," kata Rayhan santai.
"WHAT!" teriak Evan tidak percaya.
"Ja-jadi papa denger semuanya?" tanya Evan yang langsung duduk disamping Rayhan.
Rayhan pun mengangguk, sambil menatap anaknya itu.
"Kamu ingetkan apa yang pernah papa bilang sama kamu?" tanya Rayhan.
Evan mengangguk patuh, "Evan inget pah, Evan gak boleh pacaran dulu kan?"
"Iya, apalagi kamu masih kelas satu." Rayhan menatap anaknya itu yang terlihat gelisah.
"Tapi pah, Evan tertarik sama dia ... ya walaupun belum kenalan dan dia dingin banget sama Evan!" curhat Evan sambil menatap papanya.
"Bagus dong, belum kenal deket belum ada rasa kan ... lebih baik begitu dan jauhin dia, fokus pada sekolah dulu," kata Rayhan.
"Evan gak bisa janji pah, soalnya...," ucapan Evan menggantung.
"Apa? Kamu udah suka sama dia?" tanya Rayhan.
"Mungkin, Evan juga gak tau ... soalnya perasaan penasaran dan selalu ingin melihat dia itu baru Evan rasain sama gadis itu." jujur Evan.
"Padahal temen perempuan Evan banyak, bahkan fans Evan pun banyak tapi belum ada yang bisa mencuri perhatian Evan seperti dia, pah!" lanjut Evan lagi.
"Jadi?" tanya Rayhan sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Jadi, Evan gak tau bisa patuhin larangan papa atau gak," kata Evan sambil menatap langit.
"Gimana kalau kita buat kesepakatan?" tanya Rayhan.
Evan menoleh ke arah Rayhan dengan wajah penasarannya.
"Kesepakatan apa, pah?" tanya Evan.
"Papa bakalan izinin kamu pacaran sama dia dengan syarat," kata Rayhan mematap anaknya itu.
"Syarat apa?" tanya Evan.
"Kamu tau kan, sekolah yang kamu tempatin itu dulunya sekolah papa juga. Dan papa adalah salah satu siswa kebanggaan sekolah, bahkan papa juga salah satu most wanted sekolah itu," kata Rayhan bangga.
"Evan juga most wanted sekolah kok," kata Evan penuh percaya diri.
"Masa?" tanya Rayhan meragukan anaknya itu.
"Kalau papa gak percaya tanya aja sama Vion," kata Evan.
"Baiklah, mau tau syaratnya gak?" tanya Rayhan, Evan pun mengangguk penuh semangat.
"Papa dulu ketua osis disana...," kata Rayhan sambil menjeda perkataannya, ia ingin tahu bagaimana reaksi Evan.
"Hah, papa ketua osis? Tapi emang cocok sih kalau papa jadi ketua osis, pasti dulu banyak cewek yang deketin papa, kan?" goda Evan sambil terkekeh.
"Ya hampir sama seperti kamu disekolah," jawab Rayhan.
"Jadi papa ketemu sama mama juga disekolah?" pertanyaan itu membuat Rayhan terdiam, pasalnya ia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat bertemu dengan cinta pertamanya tapi bukan Rayya.
Rayhan menggeleng ia tak mau menjawab pertanyaan sang anak, belum saatnya Evan tau cerita itu.
"Papa mau kamu ikutin jejak, papa," kata Rayhan mengalihkan pembicaraan.
"Maksud papa?" tanya Evan.
"Ya, kamu ikutin jejak papa jadi ketua osis!" jelas Rayhan.
Mendengar hal itu membuat Evan membelalakkan matanya hingga membulat sempurna.
"Ma-mana mungkin Evan jadi ketua osis, pah! Papa ini bercanda aja, papa tau sendiri kan Evan malas ribet kaya gitu!" tolak Evan.
"Terserah kamu, kalau gak mau gak masalah. Tapi inget kamu harus jauh-jauh dari gadis itu!" kata Rayhan.
DEG!
Perkataan sang papa membuat Evan mengingat wajah dingin bidadarinya yang sudah menarik perhatiannya. Dan apa yang ia dengar saat ini, ia harus menjadi ketua osis baru sang papa mengizinkannya memiliki seorang pacar.
"Evan pikrin dulu, pah!"
Rayhan tersenyum sambil mengacak-acak rambut Evan, ia tidak menyangka jika jagoan kecilnya sudah beranjak remaja bahkan sudah mengenal lawan jenisnya.
"Anak papa udah gede!"
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
chodhyl boys
haha evan jd gila kesambet gadis kutub
2022-07-10
0
SᗩᖴI᙭ ᙅᗩᑎᗪᖇᗩ
ikutin apa maunya pp mu van
2022-05-09
0
"{RHN}"🥀
target jadi ketos demi sang bidadari semangat ya van
2022-05-09
1