PERJUANGAN CINTA
...
Dua gadis kembar itu berpelukan. Denisa dan Dewinta. Mengunci diri di kamar yang tidak juga membuat mereka aman dari serangan suara dari arah luar. Teriakan memaki, tangisan pilu dan suara benda jatuh yang membuat dua anak itu merasa ketakutan. Kedua orang tuanya sedang bertengkar hebat.
"Nisa, andai orang tua kita berpisah, kamu mau ikut siapa?" tanya Dewinta pada Denisa, adiknya.
"Nisa ikut Bapak."
"Kita ikut Mama aja. Kita bakalan tinggal di kota. Pasti lebih seru daripada tinggal di kampung."
Denisa melepas pelukan, kemudian menatap kakaknya. Dia menggeleng lemah. "Nisa mau ikut Bapak. Bapak ngga banyak menuntut, beda dengan Mama."
Dewinta mengusap puncak kepala adiknya sambil tersenyum. Dia mengangguk dan kembali memeluk Denisa.
"Kamu ikut Bapak dan aku ikut Mama," ucapan Dewinta membuat Denisa mengangguk.
Dewinta dan Denisa, kembar tapi beda. Kembar muka, postur tubuh, tapi beda pemikiran dan kelakuan.
Dewinta, tumbuh menjadi gadis yang kalem, lemah lembut dan feminim, berpakaian layaknya anak perempuan. Sedangkan Denisa, tumbuh menjadi gadis yang mandiri, berpenampilan simple, yang penting pakai topi di balik dan ngunyah perment karet.
Perpisahan si kembar pun tidak bisa di tolak. Seperti kemauan Denisa, dia tetap tinggal di kampung bersama Bapaknya, sedangkan kembarannya pergi ke kota bersama Mamanya.
Lelah melambai, Denisa menarik tangan Bapaknya, mengajak masuk ke dalam rumah. Gadis dua belas tahun itu langsung duduk di sofa.
Bapaknya menautkan alis matanya dan bertanya,
"Kenapa Denisa milih ikut bapak? mama dan Dewinta ke kota, loh? Di sana pasti jauh lebih enak?"
Denisa menatap sang Bapak. "Enakan sama Bapak yang menerima Denisa apa adanya. Kalau ikut Mama--" Denisa menghentikan ucapan kemudian bergidik bahu.
"Kenapa?" tanya Bapaknya.
"Mama itu terlalu mementingkan penampilan. Bapak ingat pas Mama nyuruh Nisa beli gula di kios? Nisa yang keringetan akibat main lari-lari ama Reno dan Joko, di suruh mandi dulu, sisiran, pakek bedak, kan ribet. Takutnya di kota, mau beli gula nanti di suruh dandan kayak mau kondangan. Males, ah!"
Bapak Denisa hanya bisa tersenyum dan mengusap rambut anaknya, penuturan itu menurutnya lucu. Inilah Denisa dengan segala pemikirannya.
...
Untuk pertama kalinya setelah sepuluh tahun berpisah, Dewinta dan Denisa bertemu. Di sebuah cafe di kota.
Mereka bertatapan. Dua wajah yang serupa dengan pesona yang berbeda. Dewinta, yang memang dasarnya feminim, kini terkesan glamour. Banyak perhiasan di tubuhnya juga make up yang terpoles di wajah walaupun tipis. Denisa, tanpa make up, berpakaian seadanya, yang penting dia nyaman.
"Apa kabarmu, Nis?" Dewinta menyeka air matanya. Di luar hujan lebat, sepertinya langit ikut terharu dengan pertemuan ini.
"Baik. Kenapa nangis?" Denisa tidak peka. tidak ada rasa haru untuk pertemuan ini.
"Kamu ngga kangen aku?"
"Kangen. Eh, gue makan, ya?"
Dewinta mengangguk. Adiknya memang begitu, cuek tapi penyayang. Saat dia tiba, harusnya ada adegan mengharukan, berpelukan atau menangis haru, dan tidak sama sekali terjadi. Denisa tidak memeluk saudara kembarnya, malah bilang 'bagi minuman, ya. Gue haus' jus yang masih setengah gelas itu tandas dalam sekali teguk.
"Gimana kabar Bapak?"
"Sehat."
Dewinta menatap sayang. Senyum manisnya terukir. Kerinduannya telah tersalurkan. Di depannya, Saudara kembarnya terlihat sama seperti dulu. Sifat dan penampilan. Kini, gadis itu memakai celana jeans di bagian lutut sobek, kaos putih, rambut cepol asal, anting magnet di satu telinga dan topi yang di balik.
"Kamu ngga berubah," Dewinta menyeka lagi air matanya. Dia melanggar perjanjian dengan sang mama, yang menyuruhnya tidak berurusan lagi dengan bapak juga saudara kembarnya hingga harus menahan rindu. Tapi demi menyelesaikan masalah, dia meminta tolong pada saudaranya itu. Keadaannya sangat amat darurat.
"Gue bukan Power Ranger." Denisa masih memakan nasi ayam pesanan Dewinta.
"Masih pindah dari pohon satu ke pohon lain?"
Denisa mengeleng. "Udah ngga. Udah di tebang pohonnya."
Teringat, saat dia ingin sekali makan mangga. Meminta pada Mama dan Bapak, kata mereka 'ngga ada uang untuk beli' Denisa yang baru pulang main, lihat saudara kembarnya nangis, pun bertanya,
"Kenapa?"
"Kakak pengen makan mangga, tadi habis lihat Lisa makan mangga. Kakak pengan." Dewinta hanya bisa menangis.
Denisa langsung pergi tanpa pamit entah ke mana dan pulang membawa mangga dua buah yang di sembunyikan di dalam baju bagian belakang.
"Ini," ucapnya sembari menyerahkan mangga pada Dewinta yang matanya langsung berbinar.
"Kamu ambil di mana?"
"Minta di rumahnya Lisa."
Dewinta mengerutkan alisnya. Minta? Keluarga Lisa itu pelit, mana boleh di minta.
"Kamu bohong, ya?"
Denisa membuka topi, kemudian berbaring di ranjang dan tersenyum. "Rumahnya ngga ada orang. Aku udah teriak, kok. 'Lisa minta mangga' setelahnya ambil." Dia tertawa pelan. Adiknya sangat nakal tapi sangat sayang padanya.
"Kenapa di tebang?" tanya Dewinta setelah selesai melakukan flashback.
Denisa menghentikan makan. Menatap Dewinta yang sangat cantik. "Kayaknya jengkel, buah yang udah mengkal atau udah masak, pas pagi udah ngga ada."
"Kamu yang ambil?"
Nisa mengeleng. "Ngga ... salah lagi."
Keduanya tertawa.
"Elo ngajak ketemuan ... bukannya kita dilarang--"
"Aku mau kita tukeran."
Nisa menatap Dewi, belum bisa mencerna ucapan saudara kembarnya itu.
"Iya. Kita tukeran. Kamu jadi aku dan ikut Mama, aku jadi kamu dan ikut Bapak."
"Ngga. Gue ngga mau." Nisa menolak. Dia memilih ikut Bapak karna tidak mau masuk ke dunia Mamanya.
"Ayolah. Aku kangen Bapak. Apa kamu ngga kangen Mama?"
"Kangen pasti ada, tapi ngga gini caranya."
"Please, Nis. Aku kangen Bapak. Aku merasa ingin keluar dari zona nyaman dengan semua fasilitas yang Mama kasih."
"Gue ngga mau. Lagian, kok tumben elo kayak gini? Gini, ya, kita udah 5 tahun berpisah, baru ini elo ngajak ketemuan dan sekaligus ngajak tukar tempat, elo ada apa?"
Mungkin karna ikatan saudara kembar itu begitu kuat membuat Dewinta gugup. Tangan yang di bawah meja saling bertaut. Matanya bergerak gelisah. Dia tidak mungkin bilang kalau ada masalah besar dan tidak bisa menghadapi, tapi tidak ada juga alasan yang bisa bikin saudaranya itu percaya dan mau dengan ide gila ini.
"Kenapa?"
"Gue kangen Bapak. Please." Air matanya lolos.
Denisa menghela napas beratnya. Kangen Bapak, dia pun sebenarnya kangen Mamanya. Biarpun sikap Mamanya keterlaluan, tetap itu wanita yang melahirkannya.
"Berapa lama?"
Mata Dewinta berbinar. "Tiga bulan."
"Ok."
Mereka pun bertukar kostum dan segela aksesoris, keluar dari Cafe dan pulang menuju tujuan mereka masing-masing.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Valak(Bodi amat)
cerita nya bguss....suka deg
2020-11-23
0
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Coba dulu barangkali jdi sayang😉
2020-11-23
0
minimi
halo thor..salam kenal..mampir juga ya😘😍
2020-11-22
0