...
Denisa menghentikan motor metic-nya tepat di depan pagar tinggi yang melindungi rumah mewah bercat kuning emas. Entah, dia harus masuk atau putar balik dan membatalkan kesepakatan. Jujur, dia rindu Mamanya dan kasihan pada saudaranya yang sangat merindukan Bapak, tapi masuk dengan cara begini pasti akan menyusahkan dia nantinya. Berperan sebagai Dewinta ... semuanya? Itu sangat merepotkan. Dandanannya kali ini saja membuatnya tidak nyaman. Gaun selutut bermotif bunga, aksesoris seperti anting, kalung, gelang dan cincin yang membuat berat daerah yang di tempati benda-benda emas itu. Belum lagi, rambut yang biasanya asal cepol, ini di sisir serapi mungkin. Dia yang biasanya naik motor laki, harus berganti motor cewek, biar terlihat lebih feminim, dan yang biasanya pakai sendal jepit, ini pakai hak tinggi. Denisa terus mengumpat sepanjang jalan, apalagi saat mendapati mata laki-laki menatapnya penuh minat. Ingin mencolok tapi takut di penjara lagian bukan wilayahnya.
Membayangkan nasibnya selama tiga bulan ke depan membuatnya bergidik ngeri. Dia dan Dewinta tidak sama. Dipaksa, pun jatuhnya pasti aneh. Hidup bebasnya kini di pertaruhkan.
Dia meringis, mengigit bibir bawahnya, bingung.
Setelah berpikir beberapa saat, dia mengambil ponsel di dalam tas dan menempelkan benda pipih itu di telingan kanan.
"Hallo." suara Dewinta dari seberang sana.
"Gue mau kita tukeran lagi." Denisa langsung to the point.
"Ngga bisa gitu. Aku udah di depan rumah, Bapak sudah lihat aku."
Denisa mengusap mukanya kasar. "Gue ngga mau terkurung di sangkar emas. Gue mau bebas."
"Bentaran aja, Nis. Please! Aku kangen Bapak. Udah, ya, Bapak lagi jalan ke arahku."
Dewinta menutuskan komunikasi, membuat Denisa mematung. Apa dia harus menerima nasip? Tidak! Dia harus pergi. Biarlah Dewinta bersama Bapak dan dia ngga akan bersama Mama. Pasti bakalan jadi robot berwujud ondel-ondel.
Saat Denisa mau berbalik, pintu gerbang terbuka, memunculkan sosok pak tua yang memakai baju dinas. Satpam.
"Non, mau ke mana?"
"Eh, itu--"
"Maafkan, mang Diman, ya, Non. Habis ngga ada kode jadi pintunya ngga di buka." Pria tua itu menyengir. Denisa hanya mengangguk mantap. Dia menghela napas dan dengan laju pelan, motor metic masuk pekarangan.
Di sisi lain,
Dewinta turun dari motor, langsung berlari dan memeluk Bapaknya. Pria tua yang kulitnya sudah mengendor tapi senyumnya masih manis. Senyuman yang baru kembali di lihat Dewinta setelah sepuluh tahun. Dia benar-benar merindukan Bapaknya.
"Kamu kenapa, Nis? Kenapa peluk-peluk?" Bambang, bapak Dewinta dan Denisa mengusap punggung anaknya.
"Kangen Bapak," ucap Dewinta disela-sela isakannya.
"Kayaknya baru dua jam ngga ketemu, nangisnya kayak ngga ketemu selama berpuluh-puluh tahun saja."
Dewinta tersenyum, semakin mengeratkan pelukan pada tubuh kurus Bambang.
"Apa ini rayuan? Supaya Bapak ngga marahin karna ulahmu tadi pagi?"
Dewinta menautkan alis matanya. Dia melepas pekukan dan saling tatap dengan wajah Bambang yang menua. Tidak perawatan, sepertinya itu sebabnya.
Bambang tersenyum. Tangannya terulur ke wajah anaknya, mengusap air mata dengan lembut.
"Ya sudah, Bapak ngga akan hukum kamu, karna air mata ini. Setelah sepuluh tahun, Bapak bisa melihat lagi air matamu." Bambang mengecup kening Dewinta.
"Nisa, main, yuk!" teriak Reno dan Joko di luar pagar pembatas rumah sederhana Denisa.
Mata Bambang langsung melotot, sekali gerak, Dewinta sudah berada di belakang Bapaknya dengan mata membulat. Kaget.
"Main sendiri sana! Jangan ajak-ajak Nisa!" bentak Bambang penuh amarah.
"Ya, Pak. Ngga ada Nisa, ngga asik," ucap Reno.
"Ngga asik, ngga asik, gundul kalian! Sana! Nisa anak perempuan, mainnya sama perempuan. Kalau kalian mau main sama Nisa, pakek rok dulu."
"Nisa saja ngga pernah pakek rok, Pak," elak Joko.
Bambang semakin kesal. Dua anak remaja yang bandel itu terus saja melawan. "Kalian mau ajak Nisa main apa lagi? Tadi pagi udah kasih mandi motornya orang, sekarang apa lagi?"
Dewinta menautkan alis matanya, kata 'mandikan motornya orang' apa pekerjaan Denisa adalah tukang cuci motor?
"Kali ini mau main bakar-bakaran, Pak. Tadi, Dedek, anak kampung sebelah bakar sampah di wilayah kita, kita mau balas juga dengan bakar rumah di wilayah mereka," ucap Reno mengebu-gebu.
"Anak sableng. Pergi kalian! Pergi!" Bambang membungkuk, mengambil sendal dan melemparnya pada teman anaknya yang lari sambil tertawa. "Dasar nakal!" Sambungnya.
Dewinta cukup kaget dengan penuturan bakar membakar, kenapa terdengar kriminal? Apa jangan-jangan Nisa adalah ketua geng kampung ini? Atau ....
"Kamu masuk. Jangan berulah lagi. Insiden tadi pagi, udah buat Bapak pusing, jangan tambah yang aneh-aneh. Kamu tahu motor yang kamu ceburkan dalam kali itu harganya berapa? Puluhan juta, Nduk. Untung yang punya ngga marah." Bambang memijit pelipisnya dan masuk ke dalam rumah.
Dewinta membulatkan matanya, benar dugaannya, saudaranya bandel, ketua geng, berarti ... preman!
...
Rumah megah, fasilitas lengkap, kamar Dewinta rapi dan nyaman, tapi kenyataan baru dua jam Denisa sudah mulai bosan. Dia ingin mandi di kali bersama Reno dan Joko. Ingin nongkrong di bawah pohon jambu air di samping rumah sambil mendengar omelan sang Bapak tersayang, dan rindu dengan kamarnya yang berantakan.
Kamar luas bernuansa pink ini membuat mata Denisa perih. Semua perabotan, benda-benda bahkan sprai, karpet semua bermotif hello kitty, bukan tipenya. Dia suka warna biru atau hitam. Warna terang yang bikin nyaman dan gelap yang mencekam.
Dia mengambil ponsel milik Dewinta, sesuai perjanjian, mereka bertukar semua, bahkan ponsel, teman dan mungkin nantinya pacar.
"Kamar gue jangan elo rubah-rubah." setelah telpon terhubung, Denisa langsung mengatakan kemauannya.
"Kamar kamu berantakan." Dewinta berbicara sembari merapikan kamar, membuka ikatan ayunan gantung, melipat tenda camping buka otomatis yang di jadikan selambu dan merapikan lemari yang luar biasa acak-acakan.
"Jangan sentuh apapun. Gue ngga nyentuh barang-barang elo."
"Aku ngga bisa tidur dengan kondisi kamar yang kayak kapal pecah ini." Dewinta duduk di kursi belajar. Melihat buku-buku yang berserakan. Ternyata, dari kekurangan saudranya, kelebihannya adalah kecerdasan. Saudaranya itu pandai. Ada beberapa piala bertuliskan Juara 1 yang tersusun di meja belajar bagian pojok.
"Elo lihat apa?" Karna diam, Denisa merasa curiga pada Dewinta.
"Nisa, sepertinya bakalan berat jadi kamu."
"Kenapa?"
"Kamu itu punya kelebihan dan kekurangan yang ngga bisa aku lakukan." Dewinta merasa kalah. Dia cantik dan modis rapi otak pas-pasan, sedangkan, saudaranya yang bandel dan kampungan, sangat pintar.
"Elo kira gue ngga, gue udah bosen jadi elo. Di kamar mulu. Jenuh. Gue belum ketemu Mama, dan kalau ketemu, disitu penderitaan gue baru akan terasa."
"Maaf."
"Ngga papa. Oya, elo jangan ke kali, di rumah aja. Gue punya musuh yang siap membunuh kapan aja."
Dewinta bergidik ngeri. Setelahnya kesal karna Denisa tertawa dan mengatakan 'bercanda'dengan gampangnya. Padahal jantungnya sudah mau copot. Tidak lucu kalau pertukaran pembawa petaka buatnya.
"Ok. Kamu hati-hati juga jadi aku, ya. Dadah!"
"Dadah!"
Komunikasi berakhir.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
zsarul_
hai thorr aku mampir nihh
yuk baca juga cerita aku yang judulnya CONVERGE!!
dijamin baper deh bacanyaa
mari saling support ❤️
thanks
2020-11-24
1
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Kok gw tkut nanti si Dewinta gk mau tukeran lagi sama si Nisa ya? 😔😗
2020-11-23
0
Sept September
likeeee
2020-09-08
0