Bagian 3

...

Denisa benar-benar jenuh. Dia duduk, kemudian baring, duduk lagi dan baring lagi. Tangannya sibuk memencet tombol warna merah di remot, membuat Televisi mati, nyala, mati, nyala.

"Bosan!" keluhnya. Dia berdiri, melempar remot ke ranjang, dan berjalan ke arah jendela.

Pagar tinggi menutupi jalanan. Dia benar-benar berada di dalam sangkar emas. "Winta kok betah hidup kayak gini, sih!" Setelah berucap, dia tersenyum. "Seperti Rapunsel." sambungnya.

Tidak lama, suara deru mobil masuk pekarangan rumah. Melihat wanita paruh baya yang masih modis dan Glamour, tetiba jantung Denisa berdetak kencang. Itu Mamanya, orang yang meninggalkannya selama sepuluh tahun.

Setelah Mamanya pergi membawa saudara kembarnya, Denisa tidak bersedih lama-lama. Dia aktif, ceria dan cepat tanggap. Gadis itu bisa menyembunyikan kesedihan dengan bermain. Jika teringat Mamanya saat dia mau tidur, dia mencoba menghayal drama romantis yang membuatnya cepat terlelap. Jadi, waktu itu, ada dan tidak ada Mamanya, sama.

Ceklek.

Denisa menoleh ke arah pintu yang terbuka. Mamanya datang dengan wajah lelah. Tidak masuk, hanya berkata,

"Siap-siap. Kita akan makan malam bersama keluarga Devan."

Setelahnya Mamanya pergi. Denisa cengok, baru pulang, sudah mau pergi lagi? Apa mamanya itu tidak punya rasa capek? Tidak takut sakit? Dan mengatakan makan malam dengan keluarga Devan. "Siapa Devan?" tanyanya pelan.

...

Dewinta mual, ingin memuntahkan makanan yang berada dalam mulutnya, tapi ditahan dengan membekap mulutnya. Bambang menatapnya heran.

"Kenapa, Nduk?"

Dewinta menggeleng. Bersusah payah menelan dan akhirnya bisa. Rasa terasi yang menyatu dengan sambal, tenggorokannya seperti tidak menerima.

"Ya udah, makan lagi." Bambang menyendokkan sambal terasi kesukaan anaknya. Menambah lauk tahu dan tempe, juga sayur kangkung ke piring Dewinta. Gadis itu hanya bisa menelan salivanya susah payah. Makanan sederhana ini belum bersahabat dengan lambungnya.

Beda dengan Denisa, dia makan dengan lahap. Bolu coklat, nasi ayam dan jus mangga, dilahapnya sampai tidak tersisa, membuat Devan dan Mamanya mengangga, sedangkan Juwita, Mama Denisa membulatkan matanya.

"Denisa," tegur Juwita, pelan tapi penuh penekanan. Dia tersenyum sungkan pada Mama Devan. "Setan apa yang merasukimu?" tanyanya berbisik. Anaknya beda. Mana imagenya?

"Makanannya enak, Ma," ucapnya pelan sambil tersenyum. Ini makanan terenak yang pernah dia makan dengan porsi banyak. Biasanya makan enak pas ada hajatan dan itu tidak seenak ini, masakan restouran kok dilawan. Tapi sebenarnya dia kangen sama sambal terasi buatan Bapaknya. "Hanya kurang sambel terasinya, Ma. Enak banget pasti kalau daging ayam di cocolin sambel terasi."

Mata Juwita semakin membulat. Anaknya benar-benar dirasuki setan rakus sekaligus kampungan. Sambel terasi? Astaga!

"Maaf, jeng," ucapnya pada Mama Devan yang hanya menangguk dengan senyuman paksaan. Ini kali pertama mereka bertemu membawa anak dan langsung terkejut melihat tingkah Denisa. Anak orang kaya dengan tingkah ajaib.

"Ngga papa, anak sehat itu makannya kuat," ucap Mama Devan.

"Benar Tante, kan Deni--" Mata Denisa membulat. Hampir, hampir saja dia keceplosan siapa dirinya. Astaga! Dia buru ingat, dia ini dalam masa penyamaran, harusnya mengikuti aturan. "Dewinta masih dalam masa pertumbuhan, jadi harus makan banyak. Benarkan si kurus?" Denisa bertanya pada pria di depannya. Devan, orang yang mau di jodohkan dengan Dewinta.

"Dewi," tegur Juwita. Wanita itu mencubit pinggang Denisa. Mulut anaknya kenapa keterlaluan. Perjodohan ini harus terjadi demi sebuah kesepakatan kerja.

"Maafkan Dewinta ya, Jeng."

Mama Devan lagi-lagi hanya mengangguk. Dia baru lihat wanita ajaib kayak anak Juwita. Pada biasanya, gadis-gadis akan jaga image supaya lamaran diterima.

"Jadi gimana?"

"Saya sih setuju. Gimana dengan kamu, Devan?"

Pria itu terus menatap Denisa dan yang ditatap malah asik menatap ke segala arah. Matanya liar.

"Devan setuju, Mi."

"Syukurlah!" Juwita bersorak, membuat Denisa menatapnya.

"Syukur kenapa, Ma?"

"Kalian bakal lamaran," ucap Juwita senang.

Mata Denisa membulat. Lamaran? Loh!

"Mama mau nikah lagi?"

Juwita langsung kicep. Dia natap kesal ke arah Denisa yang menurutnya malam ini aneh.

"Kamu. Masak Mama."

"Aku?" Juwita mengangguk. "Sama siapa?"

"Devan."

"Devan siapa?"

"Itu." Juwita menunjuk pria kurus di depannya.

"Aku mau dilamar dia?" Denisa menunjuk dirinya kemudian Devan yang tersenyum manis. Anggukan dari Juwita dan mama Devan membuat Denisa mengumpat jahat pada saudara kembarnya yang menempatkan dia di situasi seperti ini.

...

Juwita dan mamanya Devan memberi waktu Denisa dan Devan untuk saling mengenal, dengan menyuruh mereka jalan-jalan naik motor gede milik Devan.

Denisa awalnya tidak mau, tapi paksaan membuatnya mau. Malas mendengar ceramah Mamanya yang ternyata tidak berubah dari dulu. Lama dan membuat merah telinga.

Karna pakai gaun dan hak tinggi, Denisa duduk miring di boncengan. Devan mengendarai dengan kecepatan pelan. Pria tampan tapi kurus itu sangat berhati-hati dalam berkendara.

"Bisa cepetan dikit? Pantat gue keram," ucap Denisa dengan suara agak keras.

"Kita ngga pakek helm, kalau jatuh kepala bisa pecah." Suara Devan lembut. Dia juga terlihat pendiam, banyak senyum dan sepertinya anak mami.

"Loe mikir kejauhan."

"Sedia payung sebelum hujan. Jangan balap-balap kalau ngga mau kecelakaan."

Denisa memutar bola matanya.

"Kenapa elo mau nikah sama gue?" tanyanya.

"Kepaksa. Gue di cubit ama Mama tadi."

Devan tersenyum. Denisa yang dia kira Dewinta itu begitu lucu. Blak-blakan. "Kalau gue, karna gue suka elo."

"Suka? Secepat ini? Elo waras?"

"Kenapa? Ngga boleh?"

"Lucu aja. Suka pada pandangan pertama? Ngga yakin."

"Yakinlah. Rasa itu ada."

"Serah! Eh ... beneran ngga bisa cepetan dikit." Denisa menoleh ke kanan, melihat ada Nenek Kakek boncengan motor, lajunya itu lebih cepat dari laju motor yang dia naiki, rasanya kesal. Masak kalah ama yang tua.

"Biar lambat asal selamat."

"Ituu elo. Gue kagak! Berhenti!" Denisa memukul pundak Devan berulang-ulang sampai motor itu berhenti. Denisa turun dan menyerobot tempat di depan Devan.

"Heh, elo mau ngapain?" Devan bingung saat Denisa sudah mulai menyetater motornya.

"Gue mau ajarin elo cara naik motor yang seru. Nih pegang." Menyerahkan sendal hak tingginya.

Greng!

Denisa menyentak gas motor, membuat motor seperti melompat ke depan, membuat Devan kaget, langsung memeluk pinggang ramping calon istrinya.

"Siap, ya!" Sebelum Devan bilang iya atau memprotes kelakuan Denisa, motor melaju dengan kecepatan tinggi. Menyalip banyak motor dan mobil. Devan hanya bisa memejamkan mata, mempererat pelukannya dan berteriak 'MAMI TOLONG' berulang-ulang.

...

Terpopuler

Comments

(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕

(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕

Preman di jadiin Putri gini nih jdi nya🤣🤣

2020-11-23

0

Sept September

Sept September

semangat

2020-09-08

0

APRILIANIANO

APRILIANIANO

Rate dan favourite sudah meluncuur

2020-09-02

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 88 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!