Because, I Love You

Because, I Love You

1. Awal Mula

Bagas Pradipta, pemilik Pradipta Grup yang merupakan perusahaan terbesar dan ternama di negaranya. Ia mempunyai istri bernama Nadine Maheswari juga dua orang anak bernama Rendy Fraja Pradipta 26 tahun, dan Nayla Fazira Pradipta 19 tahun.

FLASHBACK ON!

>>>Lima belas tahun yang lalu<<<

Bagas Pradipta sedang berdiri di pinggir jalan karena ban mobilnya bocor. Ia berusaha menghubungi montir langganannya untuk segera datang memperbaiki ban mobilnya.

Kebetulan, saat itu Yoga teman baiknya melewati jalanan tersebut dengan mengendarai motornya. Yoga berhenti di pinggir jalan, tepat di belakang mobil Bagas saat melihat Bagas sedang berdiri di samping mobilnya.

"Ngapain kamu berdiri di sini, Gas?" Tanya Yoga pada Bagas sambil menyetandarkan motornya dan melepas helmnya.

"Ini, ban mobilku kempes, sepertinya bocor. Aku lagi nunggu montir. Kamu mau berangkat kerja, Yog?"

"Iya. Tadi kebetulan aku lihat kamu di sini, jadi aku mau menyapa temanku dulu."

Bagas mengangguk dan tersenyum.

Tiba-tiba, dari depan arah berlawanan, ada sebuah mini bus berwarna hitam melaju dengan kencang ke arah Bagas.

Yoga yang melihatnya, dengan cepat ia turun dari motornya dan mendorong Bagas. "BAGAS, AWAS!!!"

Bagas pun jatuh terjungkal ke belakang.

'CIIIT…BRAKKK!'

Suara hantaman dari mini bus yang menabrak mobil Bagas terdengar begitu keras karena melaju dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan mini bus tersebut serta mobil milik Bagas ringsek.

"YOGA!!!" Teriak Bagas dengan histeris melihat Yoga yang terjepit di antara mobilnya dan mini bus yang baru saja menabraknya.

Kedua kaki Bagas langsung melemas, keringat dingin keluar membasahi wajahnya. Tubuhnya menegang menatap kondisi Yoga yang saat ini terlihat mengenaskan.

Suara gemerisik dari orang-orang sekitar langsung memadati tempat kejadian untuk menyaksikan kecelakaan tersebut.

Karena suara tabrakan yang cukup keras itu sangat mengundang perhatian orang-orang sekitar yang langsung berhamburan menyaksikan.

Semua orang yang melihat tampak merinding dan prihatin ketika melihat tubuh Yoga yang terjepit di antara mobil yang telah hancur.

Pengendara lain yang melintasi jalanan di sana juga menjadi terhenti dan menyebabkan kemacetan.

"Yoga! Bertahanlah! Sebentar lagi ambulan datang!" Ucap Bagas dengan gemetar dan tanpa sadar air matanya keluar.

Bagas berjalan dengan gontai mendekati Yoga yang sudah berlumuran darah dan sudah tidak sadarkan diri.

Tak lama, mobil ambulan datang bersamaan dengan pasukan dari kepolisian setempat.

Pengemudi mini bus dikabarkan telah tewas dan segera dimasukkan ke dalam mobil ambulan lalu dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi.

Sedangkan Yoga yang masih bernafas, dia segera ditangani dan dilarikan ke rumah sakit oleh tim medis.

Bagas ikut masuk ke dalam mobil ambulan yang membawa Yoga untuk mendampinginya. Bagas harus memastikan teman baiknya ini baik-baik saja.

"Ba...gas..." Yoga memanggil Bagas dengan suara lirih dan nafas tercekat karena menahan rasa sesak dan sakit di sekujur tubuhnya.

"Yoga, aku pastikan kamu akan baik-baik aja! Kamu harus bertahan! Oke!" Bagas berusaha menguatkan temannya meski saat ini dirinya sangat panik dan cemas. Dia sambil menggenggam tangan Yoga dengan erat.

"A-aku...titip anak...dan is...triku...to-tolong...ka...mu jaga...me-mereka..." Ucap Yoga dengan kalimat terputus-putus dan nafas yang semakin terasa sesak.

Bagas menggeleng dengan mata sembab karena menangisi Yoga. "Nggak, Yoga! Aku nggak mau! Kamu yang akan menjaga anak dan istrimu sendiri, Yoga! Kamu akan baik-baik saja! Jangan bicara seperti itu!" Bagas kemudian berteriak memanggil Yoga saat genggaman tangan Yoga melonggar dan tatapan matanya kosong. "YOGA!!!"

Bagas menggoyang-goyangkan tubuh Yoga yang terkulai lemas, berusaha menyadarkan temannya. "Bangun, Yoga! Lihat aku! Yoga, aku mohon sadarlah! Yoga!"

Namun, Yoga tidak meresponnya lagi.

Petugas medis yang duduk di belakang bersama Bagas segera mengecek kondisi Yoga. Dia mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Yoga lalu menempelkan dua jarinya di depan kubang hidung Yoga. Kamudian menatap Bagas sambil menggeleng pelan. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Dia sudah meninggal, Pak."

"Nggak mungkin! Yoga, jangan becanda! Cepat bangun! Bangun, YOGA!!!" Bagas merasa tidak percaya kalau teman baiknya ini meninggal begitu cepat dengan cara seperti ini.

Bagas menangis sambil memeluk tubuh Yoga dengan perasaan penuh bersalah. Karena, secara tidak langsung, dirinya menjadi penyebab teman baiknya ini tertabrak mini bus hingga meregang nyawa.

Seandainya saja Yoga tidak berhenti untuk menghampirinya, mungkin dirinyalah yang saat ini terbaring di dalam mobil ambulan ini dan menjadi jenazah.

"Kenapa kamu ngelakuin ini, Yoga? Harusnya aku yang tertabrak! Bangun,Yoga! Aku mohon, bangunlah! Anak dan istrimu masih butuh kamu!" Bagas memeluk tubuh Yoga yang sudah tak bernyawa sambil menangis.

Keesokan harinya.

Siang ini, jenazah Yoga akan disemayamkan di TPU terdekat di daerah tempat tinggalnya.

Salma, istri Yoga bersama Kirana, putri semata wayangnya, berjalan mengikuti dari belakang bersama segerombolan ibu-ibu menuju TPU untuk mengantar jenazah suami serta ayah tercintanya ke peristirahatan terakhir.

Setelah jenazah Yoga dikebumikan, semua warga berhamburan pergi meninggalkan pemakaman.

"Mbak Salma, yang tabah ya. Saya turut berduka." Ucap seorang ibu-ibu yang ikut mengantar jenazah Yoga disusul dengan ibu-ibu lainnya ikut memberi ucapan belasungkawa mereka kepada Salma.

Setelah semua pergi, Salma bersimpuh di samping makam suaminya dan memeluk batu nisan yang bertuliskan nama 'Yoga Pratama'.

"Semoga kamu tenang di sana, Mas. Aku akan selalu mencintaimu dan semoga kelak kita di pertemukan lagi di syurga." Salma menangis memeluk batu nisan di makam suaminya. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan selalu menjaga anak kita. Kamu yang tenang di sana, Mas. Aku janji akan selalu menjaga Kirana dengan baik."

"Ibu, ayo kita pulang, Bu!" Ajak Kirana yang ikut bersimpuh sambil memeluk lengan ibunya.

Bagas dan Nadine yang sejak tadi diam-diam ikut mengantar jenazah Yoga, mereka masih berdiri memperhatiakan Salma dan Kirana dari kejauhan.

Bagas dan Nadine kemudian dengan perlahan melangkah menghampiri ibu dan anak itu.

Bagas berjongkok di samping makam Yoga di sisi lain. Sedangkan Nadine, ia berjongkok di belakang Salma dan Kirana.

"Yoga, aku berjanji akan menjaga dan menjamin kehidupan anak serta istrimu ke depannya." Ucap Bagas sambil menatap batu nisan di makam Yoga.

Seketika, Salma mengangkat kepalanya dan menatap Bagas dengan mata sayu dan sembab karena menangis.

Nadine merangkul Salma dan Kirana lalu berkata dengan tulus. "Salma, kami turut berduka atas kepergian Mas Yoga ya. Semoga Mas Yoga Husnul Khotimah."

"Salma, aku janji akan selalu membantu kalian. Aku yang akan menanggung semua biaya hidup kalian ke depannya. IJinkan aku untuk melakukan itu kepada kalian." Sambung Bagas dengan serius dan tulus pada Salma.

"Iya Salma, biarkan kami menanggung semua biaya hidup kalian untuk ke depannya ya?" Sahut Nadine dengan lembut sambil mengusap kepala Kirana penuh kasih sayang.

Bagaimanapun juga, Bagas akan merasa sangat bersalah seumur hidupnya atas kematian Yoga. Meskipun semua ini bukan salahnya dan murni kecelakaan yang tidak disengaja. Maka dari itu, Bagas tetap ingin bertanggung jawab atas biaya hidup istri dan anak dari Yoga untuk ke depannya.

Salma bangkit berdiri dan menatap Bagas dengan penuh kebencian. "Aku nggak butuh bantuan apapun dari kalian! Aku masih sanggup membiayai hidupku dan anakku sendiri!" Salma tidak bisa menahan kemarahannya dan dia pun mengajak Kirana pergi. "Ayo Kirana, kita pulang!"

Salma meninggalkan pemakaman tanpa menoleh ke belakang. Dia menggandeng Kirana pergi meninggalkan pemakaman.

Dua minggu setelah kepergian Yoga, Salma mengemasi semua pakainya dan pakaian Kirana, karena ia berencana ingin pulang ke kampung halamannya kembali.

Ia tidak sanggup jika harus berada di rumah suaminya ini untuk sementara waktu.

Bayangan suaminya terus saja membuatnya merasa terpuruk dan larut dalam kesedihan. Ia harus bangkit dan melanjutkan kehidupannya dengan status barunya sebagai seorang 'janda'. Bagaimana pun juga, ia harus bisa menafkahi Kirana, anak semata wayangnya dan membiayai kehidupan mereka sehari-hari.

Salma telah kembali ke kampung halamannya bersama Kirana. Ia kembali ke profesinya yang dulu sebagai seorang bidan di sebuah klinik bersalin di tanah kelahirannya. Kebetulan sekali, klinik di sana sedang membutuhkan seorang bidan yang sudah berpengalaman.

Beberapa hari kemudian, Bagas dan Nadine mendatangi rumah mendiang Yoga. Ia ingin menengok sekaligus menawarkan bantuan kepada Salma. Namun sayang, kedatangannya sangat terlambat karena Salma sudah pergi bersama Kirana ke kampung halaman.

Bagas bertanya kepada tetangga yang dekat dengan rumah Yoga,tetapi tetangganya tidak ada yang tahu di mana kampung halaman tempat tinggal Salma.

Bagas dan Nadine pun memutuskan pergi dan kembali pulang dengan perasaan kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Salma serta Kirana.

Bagas akhirnya harus pergi ke London untuk mengurus bisnisnya di sana sementara waktu.

Bagas memboyong istri sekaligus kedua anaknya ikut bersamanya dan tinggal di London.

FLASHBACK OFF!

......................

Terpopuler

Comments

❣️My Boo💕

❣️My Boo💕

bagus dan awal yang menarik🤗🤗

2022-01-21

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!