NovelToon NovelToon

Because, I Love You

1. Awal Mula

Bagas Pradipta, pemilik Pradipta Grup yang merupakan perusahaan terbesar dan ternama di negaranya. Ia mempunyai istri bernama Nadine Maheswari juga dua orang anak bernama Rendy Fraja Pradipta 26 tahun, dan Nayla Fazira Pradipta 19 tahun.

FLASHBACK ON!

>>>Lima belas tahun yang lalu<<<

Bagas Pradipta sedang berdiri di pinggir jalan karena ban mobilnya bocor. Ia berusaha menghubungi montir langganannya untuk segera datang memperbaiki ban mobilnya.

Kebetulan, saat itu Yoga teman baiknya melewati jalanan tersebut dengan mengendarai motornya. Yoga berhenti di pinggir jalan, tepat di belakang mobil Bagas saat melihat Bagas sedang berdiri di samping mobilnya.

"Ngapain kamu berdiri di sini, Gas?" Tanya Yoga pada Bagas sambil menyetandarkan motornya dan melepas helmnya.

"Ini, ban mobilku kempes, sepertinya bocor. Aku lagi nunggu montir. Kamu mau berangkat kerja, Yog?"

"Iya. Tadi kebetulan aku lihat kamu di sini, jadi aku mau menyapa temanku dulu."

Bagas mengangguk dan tersenyum.

Tiba-tiba, dari depan arah berlawanan, ada sebuah mini bus berwarna hitam melaju dengan kencang ke arah Bagas.

Yoga yang melihatnya, dengan cepat ia turun dari motornya dan mendorong Bagas. "BAGAS, AWAS!!!"

Bagas pun jatuh terjungkal ke belakang.

'CIIIT…BRAKKK!'

Suara hantaman dari mini bus yang menabrak mobil Bagas terdengar begitu keras karena melaju dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan mini bus tersebut serta mobil milik Bagas ringsek.

"YOGA!!!" Teriak Bagas dengan histeris melihat Yoga yang terjepit di antara mobilnya dan mini bus yang baru saja menabraknya.

Kedua kaki Bagas langsung melemas, keringat dingin keluar membasahi wajahnya. Tubuhnya menegang menatap kondisi Yoga yang saat ini terlihat mengenaskan.

Suara gemerisik dari orang-orang sekitar langsung memadati tempat kejadian untuk menyaksikan kecelakaan tersebut.

Karena suara tabrakan yang cukup keras itu sangat mengundang perhatian orang-orang sekitar yang langsung berhamburan menyaksikan.

Semua orang yang melihat tampak merinding dan prihatin ketika melihat tubuh Yoga yang terjepit di antara mobil yang telah hancur.

Pengendara lain yang melintasi jalanan di sana juga menjadi terhenti dan menyebabkan kemacetan.

"Yoga! Bertahanlah! Sebentar lagi ambulan datang!" Ucap Bagas dengan gemetar dan tanpa sadar air matanya keluar.

Bagas berjalan dengan gontai mendekati Yoga yang sudah berlumuran darah dan sudah tidak sadarkan diri.

Tak lama, mobil ambulan datang bersamaan dengan pasukan dari kepolisian setempat.

Pengemudi mini bus dikabarkan telah tewas dan segera dimasukkan ke dalam mobil ambulan lalu dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi.

Sedangkan Yoga yang masih bernafas, dia segera ditangani dan dilarikan ke rumah sakit oleh tim medis.

Bagas ikut masuk ke dalam mobil ambulan yang membawa Yoga untuk mendampinginya. Bagas harus memastikan teman baiknya ini baik-baik saja.

"Ba...gas..." Yoga memanggil Bagas dengan suara lirih dan nafas tercekat karena menahan rasa sesak dan sakit di sekujur tubuhnya.

"Yoga, aku pastikan kamu akan baik-baik aja! Kamu harus bertahan! Oke!" Bagas berusaha menguatkan temannya meski saat ini dirinya sangat panik dan cemas. Dia sambil menggenggam tangan Yoga dengan erat.

"A-aku...titip anak...dan is...triku...to-tolong...ka...mu jaga...me-mereka..." Ucap Yoga dengan kalimat terputus-putus dan nafas yang semakin terasa sesak.

Bagas menggeleng dengan mata sembab karena menangisi Yoga. "Nggak, Yoga! Aku nggak mau! Kamu yang akan menjaga anak dan istrimu sendiri, Yoga! Kamu akan baik-baik saja! Jangan bicara seperti itu!" Bagas kemudian berteriak memanggil Yoga saat genggaman tangan Yoga melonggar dan tatapan matanya kosong. "YOGA!!!"

Bagas menggoyang-goyangkan tubuh Yoga yang terkulai lemas, berusaha menyadarkan temannya. "Bangun, Yoga! Lihat aku! Yoga, aku mohon sadarlah! Yoga!"

Namun, Yoga tidak meresponnya lagi.

Petugas medis yang duduk di belakang bersama Bagas segera mengecek kondisi Yoga. Dia mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Yoga lalu menempelkan dua jarinya di depan kubang hidung Yoga. Kamudian menatap Bagas sambil menggeleng pelan. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Dia sudah meninggal, Pak."

"Nggak mungkin! Yoga, jangan becanda! Cepat bangun! Bangun, YOGA!!!" Bagas merasa tidak percaya kalau teman baiknya ini meninggal begitu cepat dengan cara seperti ini.

Bagas menangis sambil memeluk tubuh Yoga dengan perasaan penuh bersalah. Karena, secara tidak langsung, dirinya menjadi penyebab teman baiknya ini tertabrak mini bus hingga meregang nyawa.

Seandainya saja Yoga tidak berhenti untuk menghampirinya, mungkin dirinyalah yang saat ini terbaring di dalam mobil ambulan ini dan menjadi jenazah.

"Kenapa kamu ngelakuin ini, Yoga? Harusnya aku yang tertabrak! Bangun,Yoga! Aku mohon, bangunlah! Anak dan istrimu masih butuh kamu!" Bagas memeluk tubuh Yoga yang sudah tak bernyawa sambil menangis.

Keesokan harinya.

Siang ini, jenazah Yoga akan disemayamkan di TPU terdekat di daerah tempat tinggalnya.

Salma, istri Yoga bersama Kirana, putri semata wayangnya, berjalan mengikuti dari belakang bersama segerombolan ibu-ibu menuju TPU untuk mengantar jenazah suami serta ayah tercintanya ke peristirahatan terakhir.

Setelah jenazah Yoga dikebumikan, semua warga berhamburan pergi meninggalkan pemakaman.

"Mbak Salma, yang tabah ya. Saya turut berduka." Ucap seorang ibu-ibu yang ikut mengantar jenazah Yoga disusul dengan ibu-ibu lainnya ikut memberi ucapan belasungkawa mereka kepada Salma.

Setelah semua pergi, Salma bersimpuh di samping makam suaminya dan memeluk batu nisan yang bertuliskan nama 'Yoga Pratama'.

"Semoga kamu tenang di sana, Mas. Aku akan selalu mencintaimu dan semoga kelak kita di pertemukan lagi di syurga." Salma menangis memeluk batu nisan di makam suaminya. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan selalu menjaga anak kita. Kamu yang tenang di sana, Mas. Aku janji akan selalu menjaga Kirana dengan baik."

"Ibu, ayo kita pulang, Bu!" Ajak Kirana yang ikut bersimpuh sambil memeluk lengan ibunya.

Bagas dan Nadine yang sejak tadi diam-diam ikut mengantar jenazah Yoga, mereka masih berdiri memperhatiakan Salma dan Kirana dari kejauhan.

Bagas dan Nadine kemudian dengan perlahan melangkah menghampiri ibu dan anak itu.

Bagas berjongkok di samping makam Yoga di sisi lain. Sedangkan Nadine, ia berjongkok di belakang Salma dan Kirana.

"Yoga, aku berjanji akan menjaga dan menjamin kehidupan anak serta istrimu ke depannya." Ucap Bagas sambil menatap batu nisan di makam Yoga.

Seketika, Salma mengangkat kepalanya dan menatap Bagas dengan mata sayu dan sembab karena menangis.

Nadine merangkul Salma dan Kirana lalu berkata dengan tulus. "Salma, kami turut berduka atas kepergian Mas Yoga ya. Semoga Mas Yoga Husnul Khotimah."

"Salma, aku janji akan selalu membantu kalian. Aku yang akan menanggung semua biaya hidup kalian ke depannya. IJinkan aku untuk melakukan itu kepada kalian." Sambung Bagas dengan serius dan tulus pada Salma.

"Iya Salma, biarkan kami menanggung semua biaya hidup kalian untuk ke depannya ya?" Sahut Nadine dengan lembut sambil mengusap kepala Kirana penuh kasih sayang.

Bagaimanapun juga, Bagas akan merasa sangat bersalah seumur hidupnya atas kematian Yoga. Meskipun semua ini bukan salahnya dan murni kecelakaan yang tidak disengaja. Maka dari itu, Bagas tetap ingin bertanggung jawab atas biaya hidup istri dan anak dari Yoga untuk ke depannya.

Salma bangkit berdiri dan menatap Bagas dengan penuh kebencian. "Aku nggak butuh bantuan apapun dari kalian! Aku masih sanggup membiayai hidupku dan anakku sendiri!" Salma tidak bisa menahan kemarahannya dan dia pun mengajak Kirana pergi. "Ayo Kirana, kita pulang!"

Salma meninggalkan pemakaman tanpa menoleh ke belakang. Dia menggandeng Kirana pergi meninggalkan pemakaman.

Dua minggu setelah kepergian Yoga, Salma mengemasi semua pakainya dan pakaian Kirana, karena ia berencana ingin pulang ke kampung halamannya kembali.

Ia tidak sanggup jika harus berada di rumah suaminya ini untuk sementara waktu.

Bayangan suaminya terus saja membuatnya merasa terpuruk dan larut dalam kesedihan. Ia harus bangkit dan melanjutkan kehidupannya dengan status barunya sebagai seorang 'janda'. Bagaimana pun juga, ia harus bisa menafkahi Kirana, anak semata wayangnya dan membiayai kehidupan mereka sehari-hari.

Salma telah kembali ke kampung halamannya bersama Kirana. Ia kembali ke profesinya yang dulu sebagai seorang bidan di sebuah klinik bersalin di tanah kelahirannya. Kebetulan sekali, klinik di sana sedang membutuhkan seorang bidan yang sudah berpengalaman.

Beberapa hari kemudian, Bagas dan Nadine mendatangi rumah mendiang Yoga. Ia ingin menengok sekaligus menawarkan bantuan kepada Salma. Namun sayang, kedatangannya sangat terlambat karena Salma sudah pergi bersama Kirana ke kampung halaman.

Bagas bertanya kepada tetangga yang dekat dengan rumah Yoga,tetapi tetangganya tidak ada yang tahu di mana kampung halaman tempat tinggal Salma.

Bagas dan Nadine pun memutuskan pergi dan kembali pulang dengan perasaan kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Salma serta Kirana.

Bagas akhirnya harus pergi ke London untuk mengurus bisnisnya di sana sementara waktu.

Bagas memboyong istri sekaligus kedua anaknya ikut bersamanya dan tinggal di London.

FLASHBACK OFF!

......................

#2

Rendy naik ke atas menuju kamarnya dan mengamati seluruh ruangan kamarnya yang sudah berubah.

Memang jauh jauh hari, sebelum Rendy kembali ke Indonesia, Nadine sengaja meminta orang kepercayaannya untuk merenovasi kamar Rendy juga Nayla, karena kamarnya yang dulu tidak seluas dengan kamarnya sekarang. Apalagi kedua anaknya ini sudah dewasa.

Kamar dengan gaya klasik Eropa milik Rendy, terlihat begitu mewah dan elegan.

Rendy merasa puas dengan design kamarnya ini.

Selesai mandi, Rendy hanya melilitkan handuk di pinggangnya mengekspose dadanya yang bidang, perutnya yang kotak-kotak dan lengannya yang berotot karena rajin berolahraga. Tubuhnya yang tinggi, kulit putih dengan rambut sedikit kecoklatan. Dia terlihat begitu sempurna.

Rendy menuju walk in closet yang cukup luas. Disana terdapat lemari besar juga lemari kaca yang ternyata sudah terisi lengkap. Sepatu maupun sandal bermerk, jam tangan branded dan pakaian miliknya semua sudah disiapkan. Meski isi semua lemarinya belum penuh.

Semua pakaian dan barang-barang semasa kecilnya telah disimpan rapi di gudang bawah tanah.

Rendy kembali tersenyum puas melihat perubahan pada kamarnya. Dia meraih kopernya dan membukanya, mengambil pakaiannya lalu segera memakainya.

'Tok tok tok!'

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Setelah memakai pakaiannya, Rendy segera membuka pintu kamar.

"Den, ayo makan malam dulu! Bibi sudah buatkan nasi goreng sea food spesial kesukaan Den Rendy." Teriak Bi Sumi dari depan pintu kamar.

Rendy berjalan ke pintu dan membukanya.

"Bibi duluan aja, aku mau telepon Mama dulu bentar." Ucap Rendy dengan tersenyum.

"Ya sudah kalau gitu, salam buat Nyonya ya Den. Bibi turun dulu." Ucap Bi Sumi yang diangguki Rendy kemudian Bi Sumi segera turun.

Rendy menutup pintunya. Baru mau menghubungi Mamanya, tapi ponselnya sudah berdering lebih dulu. Ternyata Mamanya lebih dulu menghubunginya. Dengan cepat Rendy menerima panggilan telepon dari Mama tercintanya.

"Hallo Mam! Aku baru aja mau telpon Mama eh kalah cepet sama Mama." Ucap Rendy begitu menerima panggilan telepon dari Mamanya sambil terkekeh dan duduk disofa didalam kamarnya.

"Kamu ini! Gimana? Kamu tadi sampai rumah jam berapa sayang?" Tanya Nadine terdengar begitu lembut.

"Dua jam yang lalu kurang lebih Mam." Jawab Rendy.

"Syukurlah. O ya, kamu suka nggak sama kamar barumu?" Tanya Nadine.

"Tentu dong Mam! Aku sangat puas! Makasih banget buat Mama juga Papa yang udah ngrenov kamar Rendy." Ucap Rendy dengan tulus.

"Ingat! Jangan sampai kamu bawa temen kamu apalagi perempuan datang kerumah sekalipun itu pacar kamu!" Tegas Nadine memberi peringatan pada Rendy.

"Iya Mam, Mama tenang aja. Udah ya Mam, nanti Rendy telpon lagi. Rendy laper mau makan dulu. O ya, Mama dapet salam dari Bibi." Ucap Rendy.

Setelah mengobrol dan menyampaikan salam dari Bi Sumi kepada Mamanya, Rendy pun mengakhiri panggilan teleponnya dan segera turun kebawah untuk makan malam.

...

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Rendy terbangun karena dikejutkan dengan suara dering ponselnya. Dia segera meraih dan memicingkan matanya untuk melihat siapa yang sudah mengganggu tidurnya. Ketika melihat nama si penelpon di layar ponselnya, Rendy langsung menggeser tombol warna hijau. "Hallo honey!" Ucap Rendy degan suara seraknya khas bangun tidur begitu menerima panggilan telepon dari sang kekasih tercintanya.

"Honey, i miss u so much! Sehari nggak ketemu kamu, aku udah kangen banget!" Ucap Olivia kekasih Rendy dengan suara manjanya.

"I'm sorry, aku lupa ngabarin kamu semalam." Jawab Rendy sambil bangkit duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Baru sehari, kamu sudah lupa denganku, bagaimana kalau seminggu? Sebulan? Setahun?" Gerutu Olivia yang mulai merajuk dan banyak bicara membuat Rendy ingin sekali membungkam mulutnya dengan bibirnya.

"C'mon honey, jangan marah. Aku sudah minta maaf bukan? Aku capek banget semalem." Ucap Rendy membujuk sang kekasih.

"It's ok! Kalau gitu aku mau istirahat dulu."  Jawab Olivia dengan acuh.

"No! Beri aku ciuman dulu!" Pinta Rendy sebelum Olivia menutup panggilan teleponnya.

Olivia mengganti panggilannya menjadi video call dan memperlihatkan wajahnya yang cantik. "I kiss you..emmuach!" Olivia menempelkan bibirnya yang terlihat sexy dan menggoda ke kamera seolah sedang memberi ciuman kepada kekasih tampan tercintanya di jauh sana.

"O ****! Kamu benar-benar menggodaku honey! Aku harap kamu segera nyusul aku kesini." Ucap Rendy penuh harap.

"Well, tunggu aku datang, honey! Sudah ya, aku mau istirahat!" Ucap Olivia sambil merebahkan tubuhnya yang sexy diatas ranjang sengaja ingin menggoda Rendy dan membuat Rendy benar-benar tidak tahan lagi dibuatnya.

Rendy mengbuang nafasnya dengan kasar menahan sesuatu yang bergejolak didalam dirinya. "Ok, aku akan selalu menunggu kedatanganmu." Jawabnya kemudian segera mengakhiri panggilan teleponnya.

Dia melempar ponselnya ke samping dan beranjak maduk ke dalam kamar mandi ingin mandi dengan air dingin untuk menenangkan gejolak pada dirinya akibat godaan sang kekasih.

Rendy dan Olivia sudah berpacaran sejak mereka kuliah di salah satu universitas terbaik di negara L. Setelah lulus pendidikan S1nya, Olivia yang sudah merintis karirnya didunia modeling sejak dibangku SMA, dia memutuskan untuk tidak mengikuti langkah Rendy melanjutkan pendidikan S2 dan lebih memilih melanjutkan pekerjaannya sebagai model dan bintang iklan.

Nama Olivia sudah cukup terkenal di tanah air tempat kelahirannya.

Awalnya, Rendy merasa tertarik dengan Olivia ketika dia tidak sengaja hampir menabrak Olivia saat memasuki parkiran mobil di kampusnya.

Olivia yang ternyata sudah lebih dulu merasa tertarik dan jatuh cinta dengan Rendy. Selain berada dikampus yang sama, mereka juga berasal dari negara yang sama.

Setelah mengenal Rendy, Olivia selalu berusaha untuk bisa dekat dengannya. Akhirnya, dengan kemampuannya, dia berhasil membuat Rendy tertarik kepadanya. Dirinya pun juga merasa nyaman berada dekat dengan Rendy.

Terlebih lagi, Rendy laki-laki yang selain sangat tampan, dia juga sangat royal. Apapun yang diingkannya, Rendy pasti akan memberikannya.

Rendy sudah cukup tau dengan kehidupan Olivia sebagai seorang model. Didunia entertainment tempat Olivia merintis karir sebagai seorang model, jauh dari kata sederhana. Semua yang dipakainya selalu tampak berkelas dan mewah. Tentu saja semua barang-barang miliknya merupakan barang branded dengan merk ternama dan dibeli dengan harga yang tidak murah.

................

#3

Rendy telah rapi memakai setelan jasnya warna abu-abu gelap. Wajahnya semakin tampan dan sangat menawan. Terlihat sangat berwibawa.

Pagi ini dia akan ke Pradipta Grup melihat perusahaan milik Papanya yang sebentar lagi jabatan sebagai Presiden Direktur akan diduduki olehnya.

Bi Sumi tersenyum lebar melihat Rendy yang tampak semakin tampan memakai setelan jas. Bi Sumi menyapa dengan penuh semangat. "Selamat pagi Den ganteng!"

"Pagi juga Bi." Jawab Rendy dengan tersenyum.

"Ayo sarapan dulu. Bibi sudah siapin sandwich tuna kesukaan Den Rendy." Ucap Bi Sumi sambil menuangkan jus jeruk ke dalam gelas lalu meletakkannya dihadapan Rendy yang baru duduk.

"Makasih Bi." Ucap Rendy.

"Sama-sama Den."

"Apa Bibi udah sarapan?" Tanya Rendy sambil mengambil sepotong sandwich.

"Nggak perlu mikirin Bibi. Ya sudah Den, Den Rendy habisin sarapannya ya! Bibi mau lanjut beresin dapur dulu." Jawab Bi Sumi yang diangguki Rendy dan segera pergi ke dapur.

Selesai sarapan, Rendy bergegas pergi ke Pradipta Grup diantar Pak Salim.

"Apa Bapak udah sarapan?" Tanya Rendy ketika Pak Salim melajukan mobilnya.

"Sudah tadi Den." Jawab Pak Salim dengan menatap Rendy dari kaca spion. "Den Rendy terlihat makin gagah dan ganteng. Mirip sekali dengan Tuan Bagas." Lanjut Pak Salim.

"Tapi pastinya aku lebih ganteng dari Papa kan Pak?" Ucap Rendy sambil menyeringai.

Pak Salim pun tertawa. "Ya karena Den Rendy masih sangat muda. Dulu, Tuan Bagas waktu masih muda juga ganteng seperti kamu Den."

Rendy tersenyum menanggapi pujian Pak Salim terhadap Papanya. Dia mengakui kalau Papanya memang tampan. Kalau tidak? Mana mungkin dia juga bisa setampan ini?

Rendy mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya lalu melihat ada notifikasi pesan yang masuk.

Papanya mengirim pesan chat kepadanya. Papanya memberitau kalau Pak Sony sudah menunggunya dan nanti akan membantunya untuk melihat-lihat perusahaan dan memberi tau apa saja yang harus dilakukannya nanti.

Setelah membaca dan membalas pesan dari Papanya, Rendy memasukkan kembali ponselnya kedalam saku jasnya. Rendy terkejut karena tiba-tiba Pak Salim mengerem mobilnya dengan mendadak hingga membuat tubuh kekarnya terhuyung kedepan.

"Ada apa Pak?" Tanya Rendy dengan mengernyitkan keningnya.

"Anu Den..itu..tiba-tiba ada perempuan yang nyebrang gitu aja nggak lihat-lihat!" Jawab Pak Salim dengan terbata karena merasa panik dan cemas kalau saja mobil yang dikemudikannya menabrak perempuan itu.

"Apa Bapak menabraknya?" Tanya Rendy ikut sedikit panik. Kalau memang mobilnya menabrak orang, bisa panjang urusannya.

"Enggak Den, sumpah!" Jawab Pak Salim.

"Coba cek Pak, apa dia baik-baik aja atau enggak!"

Dengan segera Pak Salim turun dan menghampiri perempuan itu.

Seorang gadis yang terlihat sedang terduduk diaspalan karena terjatuh saat ingin menyeberang dan hampir saja tertabrak mobil milik Rendy yang sedang melintas kalau saja Pak Salim tidak tepat waktu menginjak rem.

"Mbak, apa mbak baik-baik saja?" Tanya Pak Salim sambil sedikit membungkuk untuk melihat gadis yang sedang duduk di aspal sambil menepuk-nepuk pelan lengannya dan meringis merasa perih dibagian sikutnya akibat terjatuh membentur aspal.

"Euh? Iya..enggak apa-apa kok Pak. Maaf ya, saya buru-buru dan tersandung sampai nggak lihat kalau ada mobil yang melintas." Jawab gadis tersebut sambil berdiri dan menepuk-nepuk rok sepan selututnya mengusir kotoran yang sedikit menempel.

"Syukurlah kalau mbak baik-baik saja. Lain kali hati-hati mbak! Untung saya langsung ngerem. Kalau enggak.....?" Ucap Pak Salim sambil menghela nafasnya lega.

Rendy yang sedari tadi duduk didalam mobil hanya memperhatikan dari dalam mobil dan menggelengkan kepadanya. Dia berdecak merasa sedikit kesal karena masih saja ada orang yang ceroboh dan hampir celaka. "Gadis ceroboh!" Gumamnya dengan pelan.

Setelah bicara dengan gadis itu, Pak Salim kembali masuk lagi kedalam mobil. "Dia bilang baik-baik saja Den. Cuma tadi Bapak perhatikan, sepertinya lengannya terluka." Ucap Pak Salim begitu masuk kedalam mobil.

Rendy juga tadi memperhatikannya dari dalam mobil.

Pak Salim melajukan kembali mobilnya menuju perusahaan Prasipta Grup.

...

Mobil yang dikemudikan Pak Salim baru saja sampai dan berhenti tepat di depan sepasang pintu kaca besar dan tinggi dibagian depan perusahaan Pradipta Group.

Gedung Perusahaan Pradipta Group ini memang tampak begitu megah. Gedung yang menjulang tinggi dengan ketinggian kurang lebih 280 meter dan terdapat 54 lantai.

Rendy segera turun saat satpam yang berjaga membukakan pintu untuknya. "Makasih." Ucap Rendy dengan ramah kepada satpam tersebut.

"Sama-sama..Mas..eh Pak!" Jawab satpam tersebut merasa bingung memanggil Rendy yang terlihat masih sangat muda, tampan dan gagah. Tapi, mereka tau kalau laki-laki muda dan tampan ini adalah Bos Besarnya.

Rendy sendiri tidak terlalu mempermasalahkan panggilan dari satpam tersebut.

"Selamat pagi dan selamat datang Mas Rendy!" Seru Sony sambil berjalan menghampiri Rendy yang masih berdiri di samping mobil.

Sony merupakan tangan kanan dan orang kepercayaan Bagas-Papa Rendy yang selama ini menggantikan posisinya sebagai Presiden Direktur di Perusahaan Pradipta Group.

Tapi hari ini, dia sudah bisa merasa lega karena ahli waris sudah datang untuk melanjutkan perjuangan Bagas dalam membangun kerajaan bisnisnya ini.

"Pagi Om Sony, maaf kalau telat!" Jawab Rendy dengan tersenyum.

Eee buset! Jadi dia anak Pak Bagas pemilik Prdipta Grup ini? Sumpah! Ganteng banget! Ini cowok idaman gue banget!

Ucap Siska dalam hati dengan melebarkan matanya menatap takjub dengan sosok Rendy.

"Enggak apa-apa Mas. Bagaimana kabarnya? Kamu makin ganteng aja! Pak Bagas dan Bu Nadine juga apa kabar?" Tanya Sony setelah sekilas memeluk Rendy.

"Makasih Om. Aku baik, Papa Mama juga baik." Jawab Rendy dengan tersenyum, senyum yang memabuatnya semakin terlihat menawan.

Pak Salim turun dan duduk samping pos satpam mengobrol dengan para satpam yang berjaga untuk menunggu Rendy.

Rendy mengalihkan pandangannya kearah Siska yang terlihat melangkah menghampirinya dan berdiri disamping Pak Sony. Pak Sony kemudian menoleh melihatnya.

"Oh iya. Dia yang akan menjadi sekretaris Mas Rendy." Ucap Pak Sony.

Rendy hanya mengangguk dan sedikit tersenyum meresponnya.

"Siska, perkenalkan diri kamu!" Sony memberi kesempatan pada Siska untuk memperkenalkan dirinya sendiri ke Rendy.

"Baik Pak!" Jawab Siska penuh semangat.

"Selamat pagi Pak Rendy. Perkenalkan, saya Siska Ayu Dewi dan biasa dipanggil Siska. Saya sekretaris Bapak dan akan selalu siap membantu apapun yang Bapak perlukan." Ucap Siska dengan sopan dan tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.

Rendy mengangguk dan tersenyum tipis meraih tangan Siska untuk bersalaman. "Ok, terimakasih!" Ucap Rendy dengan ramah.

Pak Sony mengajak Rendy masuk kedalam dan langsung menuju ke ruang pertemuan untuk memperkenalkannya kepada seluruh petinggi Perusahaan Pradipta Group sebagai Presiden Direktur Utama baru mereka.

'BRUGH!'

"Aduh--awwh!" Pekik seorang gadis yang dengan tiba-tiba menabrak bahu Rendy hingga jatuh terjungkal kelantai.

Seketika Rendy menghentikan langkahnya dan melihat dia.

................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!