DAN, Love Me Or Hate Me
Elivia baru saja pulang dari restoran cepat saji dimana dia bekerja. Hari ini dia mendapatkan sift pagi jadi dia pulang jam 3 sore. Gadis ramping yang berusia 25 tahun itu berjalan santai menuju ke kostnya.
Di gang yang tidak terlalu sempit itu, dia melihat seseorang nenek renta berpakaian lusuh yang sedang berjalan kemudian terserempet sepeda motor. Nenek itu terjatuh dan lututnya terluka. Tidak ada satu orangpun yang menolongnya. Padahal banyak anak-anak remaja yang ada disekitarnya. Mereka semua nampak tidak peduli dan melanjutkan bermain ponsel.
Sedangkan si pengendara motor langsung tancap gas meninggalkan si Nenek tanpa bertanggung jawab. Elivia langsung bergegas menghampiri Nenek itu dan menolongnya.
“Nenek tidak apa-apa?” Tanyanya khawatir. Ia membantu Nenek itu untuk berdiri dan menahan tubuhnya.
Si Nenek meringis menahan sakit di lutut dan telapak tangannya yang sedikit mengeluarkan darah. “Terimakasih Nak.” Kata si Nenek dengan lembut.
“Nenek bisa jalan? Biar saya antar Nenek pulang. Dimana rumah Nenek?” Tanya Elivia.
“Rumahku sangat jauh. Dan aku lupa dimana tepatnya. Bisakah aku menginap dirumahmu? Besok aku akan menghubungi keluargaku. Ponselku mati, habis baterainya.” Jawab si Nenek. Dia menunjukkan ponsel jadul keluaran pertama yang sudah sangat usang. Elivia bahkan tidak yakin kalau ponsel itu masih berfungsi.
“Baiklah, Nek, mari.. Nenek bisa istirahat ditempat saya.” Ujar Elivia kemudian mengajak Nenek itu pulang ke kamar kostnya.
Kost Elivia sangat sederhana. Hanya berukuran 3x4 meter persegi. Didalamnya juga tidak banyak perabotan. Hanya ada sebuah ranjang mungil disana. Dan seorang gadis yang terbaring lemah diatasnya.
“Masuklah Nek, maaf kalau keadaannya hanya seperti ini. Saya harap Nenek nyaman berada disini.” Kata Elivia tersenyum ramah.
Nenek memperhatikan dengan teliti seisi kamar dan terakhir pandangannya berhenti pada gadis yang sedang terbaring diatas ranjang itu.
“Dia adik saya Nek, namanya Arina.”
“Siapa, kak El?” Tanya Arina.
“Nenek ini tadi jatuh di serempet pengendara motor. Jadi kakak tolong dan bawa kesini.” jelas Elivia.
“Sakit apa dia?” Tanya Nenek dengan masih memperhatikan Arina.
“Kecelakaan, Nek. Ditabrak orang yang tidak bertanggung jawab. Dia mengalami cidera tulang belakang yang sangat seirus. Sudah lebih dari satu tahun dia begini.” Jelas Elivia.
Karna itu dia merasa tidak tega kalau harus membiarkan Nenek dan tidak menolongnya. Dia jadi teringat dengan Arina.
“Kenapa tidak dibawa berobat?”
“Hanya berobat jalan Nek. Seminggu sekali.” Elivia menyodorkan teh hangat yang baru diseduhnya kepada Nenek. Nenek memandangi Arina dengan tatapan iba.
“Ooooo..”
“Sini Nek, biar saya obati luka Nenek.”
“Terimakasih banyak, nak Elivia. Tapi, apa kamu tidak takut kalau aku adalah seorang penipu?” Tanya Nenek tiba-tiba.
Elivia tetap bergeming untuk mengobati luka Nenek. “Aku tau kalau Nenek adalah orang baik.” Jawab Elivia. Ia menatap wajah renta Nenek dan tersenyum.
Entah kenapa dia begitu yakin. Padahal ia baru bertemu dengan Nenek itu.
Dua hal yang paling membuat lemah Elivia adalah, jika hal itu menyangkut dengan adiknya, Arina, dan orang tua. Apalagi kalau orang itu sudah renta seperti Nenek. Rasa tidak tega itu akan langsung memenuhi rongga dadanya.
“Beruntung sekali aku bertemu denganmu. Kau adalah gadis yang baik. Semoga nanti aku bisa membalas semua kebaikanmu ini.”
“Tidak perlu memikirkannya, Nek. Yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Nenek. Aku ikhlas dan tidak mengharapkan sedikitpun balasan.” Netra Elivia memancarkan ketulusan.
Tangan renta Nenek membelai wajah Elivia. Ia tersenyum penuh makna.
“Orang tuamu pasti bangga padamu.”
Kalimat itu mampu mengubah raut wajah Elivia. Kini tatapannya menjadi pias. Ia mengalihkan pandangannya kepada Arina.
“Semoga....” Ujarnya lirih.
“Nama Nenek siapa?” Arina bertanya untuk mengusir suasana kesedihan yang hampir saja datang. Ia tidak mau melihat kakaknya meneteskan air mata karna terkenang kedua orang tua mereka.
“Suri...” Jawab Nenek.
“Kenapa Nenek bisa ada disini? Dimana keluarga Nenek?”
“Sebenarnya, aku pergi dari rumah untuk mencari seseorang. Tapi sepertinya aku tersesat. Maafkan aku telah berbohong padamu, Elivia. Tapi aku benar-benar tidak mengingat jalan pulang kerumahku.
Mendengar kisah Nenek, hati Elivia kembali trenyuh. Sangat benar kalau dia menolong Nenek itu dan membawanya ke kostnya.
“Bagaimana kalau kak El antar Nenek ke kantor polisi? Mereka pasti akan membantu menemukan rumah Nenek.” Arina memberi saran.
“Tidak. Jangan. Aku tidak mau berurusan dengan polisi. Seumur-umur, aku paling takut dengan polisi.” Tolak Nenek dengan wajah yang ketakutan.
Elivia dan Arina saling pandang. Merasa tidak tega dengan Nenek.
“Nenek bisa tinggal disini bersama kami sampai Nenek mengingat alamat rumah Nenek.” Ujar Elivia pada akhirnya
Sebenarnya Arina merasa keberatan. Tempat sekecil itu, bahkan untuk mereka berdua saja sudah terasa sempit. Apalagi ditambah dengan satu orang lagi. Belum lagi biaya hidup yang harus dikeluarkan oleh Elivia
*****
Sudah lebih dari satu bulan sejak Nenek tinggal bersama Elivia dan Arina. Sebenarnya sangat tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi. Elivia merasa kasihan dengan Nenek tua itu. Elivia mencoba ikhlas karna pengeluarannya yang jadi bertambah.
Tapi disisi lain, Elivia juga merasa sedikit tenang, karna Nenek membantunya menjaga Arina. Kadang menyuapi Arina makan dan membersihkan tubuh Arina. Jadi dia lebih leluasa dalam bekerja di restoran.
Dia juga tidak pernah menanyakan kenapa Nenek belum juga mengingat alamat rumahnya. Dia berfikir mungkin Nenek punya alasannya sendiri dan Elivia tidak ingin ikut campur.
Suatu hari, Elivia baru pulang dari bekerja dan tidak menemukan Nenek di kostnya. Sedangkan Arina tengah tertidur pulas. Nenek menghilang tanpa jejak.
Elivia segera membangunkan Arina dan bertanya, tapi Arina juga tidak tau kemana Nenek pergi. Sesaat sebelum ia tertidur, Nenek masih ada di kamar membantunya melipat pakaian.
“Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya?” Tanya Elivia. Ia nampak sangat khawatir. Selama sebulan tinggal bersama, mereka ternyata sudah mempunyai ikatan batin yang kuat. Elivia dan Arina sudah menganggap Nenek sebagai bagian dari keluarganya.
“Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengannya, Kak.”
“Aku akan keluar untuk mencarinya. Kau tunggulah disini.” Ujar Elivia yang langsung kembali keluar untuk mencari Nenek.
Elivia berfikir mungkin Nenek pergi keluar untuk mencari udara segar. Ia mencoba menyusuri setiap lorong yang berada tak jauh dari kost, dengan harapan akan menemukan Nenek. Tapi ia tak kunjung menemukannya.
Bahkan setelah dua hari Nenek tak kunjung pulang juga. Hal itu membuat Elivia dan Arina merasa sangat khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Nenek?
Untuk mengusir rasa khawatir karna masih belum menemukan Nenek, Elivia memilih untuk bersih-bersih kamar saja. Berniat mengganti sarung bantal milik Arina. Tapi kemudian ia menemukan sepucuk surat yang diletakkan dibawah bantal Arina.
Elivia segera membuka surat itu dan terkejut. Ternyata itu adalah surat dari Nenek untuk mereka.
‘Terimakasih atas semua bantuanmu nak Elivia, maaf Nenek harus pergi seperti ini. Nenek akan membalas semua kebaikanmu.’
Elivia dan Arina hanya ternganga saja. Tidak menyangka kalau Nenek sudah pergi, bahkan tanpa berpamitan kepada mereka.
“Kak El, kita berdoa saja mudah-mudahan Nenek sudah bertemu dengan keluarganya dalam keadaan baik-baik saja.” Kata Arina mencoba menenangkan kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Fayra
👍
2022-10-12
0
Maminya Nathania Bortum
nenek suri mah mending dari pada nenek gayung😁semangat y thor
2022-04-16
0
Dyana Arsi
baca bab satu ... sepertinya nenek itu nenek mereka heheheh
2022-01-26
0