Elivia memperhatikan wajah adiknya yang tengah tertidur pulas. Dia menggenggam tangan mungil gadis berumur 19 tahun itu.
“Arin, apa keputusan kakak sudah tepat? Kakak tidak mau kehilanganmu. Kamu satu-satunya yang kumiliki setelah kepergian orang tua kita. Aku akan melakukan apapun untuk kesembuhanmu. Sekalipun itu mengorbankan masa depanku sendiri.” Kata Elivia lirih. Dia terus memperhatikan wajah pucat adiknya. Wajah kurus itu membuat hati Elivia sakit setiap melihatnya.
Elivia bahkan tidak tau calon suaminya seperti apa. Jangankan wajahnya, namanyapun dia tidak tau. Besok nenek akan memperkenalkannya kepada pria itu. Sekaligus kepada keluarganya. Elivia harus menyiapkan mental bajanya, karna sepertinya itu tidak akan mudah.
“Kak El, kenapa kakak menangis?” Suara lirih Arina mengejutkan Elivia.
Eivia yang membenamkan wajahnya diranjang langsung mengangkat kepalanya. Ia berusaha mengusap bekas air matanya.
“Apa aku membangunkanmu?” Tanya Elivia mengusap puncak kepala adiknya.
“Kakak tidak menjawab pertanyaanku.” Sela Arina.
Elivia menghela nafas dalam. Ia harus menceritakan semuanya kepada Arina. Perihal pernikahannya.
“Arin, kakak akan menikah.”
Mata Arina langsung terbelalak mendengar pengakuan kakaknya. “Apa maksud kak El? Menikah? Dengan siapa?”
“Nenek Suri memintaku untuk menikahi cucunya.”
Entah kenapa Arina merasa marah dengan jawaban itu. Gadis itu langsung menyibakkan selimut yang menutupi kakinya dan memaksa tubuhnya untuk turun dari ranjang.
“Arin! Kamu mau kemana?!” Pekik Elivia yang terkejut dengan sikap adiknya itu.
“Ayo kita pulang ke rumah, Kak. Aku tidak mau disini.” Tegas Arina.
“Apa maksudmu?! Kau ini masih dirawat.” Elivia berusaha menahan adiknya.
“Aku tidak butuh perawatan! Aku baik-baik saja dengan keadaanku yang seperti ini!” Teriak Arina meluapkan emosinya. Ada genangan air mata di kedua netra beningnya.
“Tapi aku yang tidak baik-baik saja! Aku tidak bisa melihatmu terus seperti ini.” Ujar Elivia. Ia juga sudah hampir menangis.
Mendengar suara kakaknya yang terdengar bergetar, Arina menghentikan pemberontakannya.
“Seumur hidupku, aku hanya memiliki satu tujuan. Melihatmu sembuh dan bisa berjalan normal lagi. Melakukan semua aktivitas yang kau sukai. Dan aku akan melakukan apapun untuk mewujudkannya.”
“Walaupun menikah dengan pria yang sama sekali tidak kakak cintai? Aku tidak bisa melihat masa depan kakak hancur karna aku.” Kini, air mata Arina sudah meleleh di pipinya.
“Aku baik-baik saja. Siapa bilang masa depanku hancur? Arin, masa depanku adalah kamu. Jika pernikahan ini bisa menyembuhkanmu, dengan senang hati aku akan melakukannya. Mungkin ini adalah kesempatan yang dikirimkan Tuhan untuk kita. Jadi harus dipergunakan dengan baik.”
“Kak....”
“Arin. Aku benar-benar baik-baik saja. Fokus saja dengan perawatanmu. Aku akan mengurus sisanya. Ya?” Elivia memeluk tubuh adiknya dengan erat. Berusaha mengusir perasaan takut yang muncul didalam hatinya sendiri.
“Maafkan aku, kak El. Aku selalu menjadi beban untukmu.” Arina tersedu di pelukan kakaknya.
“Ssssstttt,, jangan bicara begitu. Kau membuatku sedih.”
Dunia boleh tidak adil kepada dirinya, tapi tidak untuk adiknya. Begitulah prinsip yang terus dipegang oleh Elivia. Hal itu membuat semangatnya tetap terjaga.
*****
Malam ini, adalah malam pertemuan keluarga seperti yang dijanjikan Ibu Suri. Dia sudah menyuruh semua anggota keluarga kerajaan untuk berumpul. Termasuk Raja dan Ratu, juga Putra Mahkota dan istrinya.
Begitu juga dengan Zaydan dan Sophia. Anak dan ibu itu nampak tidak senang.
Ibu Suri mengutus Arya untuk menjemput Elivia di kostnya.
Dengan dandanan seadanya, Elivia mengenakan pakaian terbaik yang dia punya. Ia menghela nafas berkali-kali untuk menenangkan perasaan gugupnya.
“Nona, saya diutus untuk menjemput anda.” Sapa Arya dengan sopan. Dia mengetuk pelan kamar kost Elivia.
Elivia yang mendengar itu langsung membuka pintu dengan jantung yang berdegup kencang. Ia berjalan mengikuti Arya menuju ke mobil. Dengan sopan Arya membukakan pintu mobil untuk Elivia.
Sepanjang perjalanan, Elivia selalu memandang keluar jendela. Dia ingin memperhatikan jalan, mengawasi kemana Arya akan membawanya. Menghafal setiap belokan dikepalanya.
Kening Elivia berkerut saat menyadari kalau mobil yang membawanya menyusuri jalan menuju ke Istana Kecil. Tapi ia masih belum berani bertanya. Pria gagah yang mengemudikan mobil itu nampak sedikit sangar dimatanya. Membuat nyalinya menciut.
Mobil sudah sampai dipintu gerbang yang sangat besar. Pintu besi itu juga sangat tinggi. Ditengahnya terukir lambang kerajaan yang sangat dikenalnya. Tentu saja, kan Elivia juga warga negara kerajaan ini. Ada beberapa orang penjaga disana yang mengenakan pakaian khas pengawal kerajaan. Elivia semakin bingung.
Pintu gerbang terbuka otomatis, setiap pengawal menunduk hormat kepada Arya. Elivia semakin tidak tenang. Kalau dugaannya benar, nenek itu pasti anggota keluarga kerajaan, tapi siapa? Dikerajaan hanya ada satu orang wanita yang sudah sepuh, yaitu Ibu Suri. Apa nenek itu adalah Ibu Suri? Astaga,,, matilah dia.!
Mobil sudah memasuki pekarangan Istana Kecil. Orang menyebutnya Istana Kecil karna itu merupakan tempat tinggal Ibu Suri, pangeran Zaydan dan ibunya, Sophia, yang merupakan selir raja. Padahal kalau melihat bangunannya, itu sama sekali tidak kecil. Bangunan itu terdiri dari tiga lantai dan juga sangat luas.
Semakin mobil mendekati istana, jantung Elivia semakin berdetak lebih kencang. Serasa ingin melompat keluar. Kalau saja dia tau dia akan dibawa kesini, dia pasti sudah menolak permintaan Ibu Suri.
Perasaannya semakin tidak enak.
Didepan pintu, beberapa pelayan menyambutnya. Arya menghentikan mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Elivia.
Lama sekali Elivia masih berada didalam mobil setelah Arya membuka pintunya. Ia enggan turun dan ingin kabur saja.
“Silahkan Nona..” Kata Arya. Elivia melihat Arya yang memasang wajah serius.
Dengan terpaksa Eliviapun turun dari mobil dan mengikuti Arya masuk kedalam rumah. Para pelayan yang menyambutnya membungkuk kepada mereka. Elivia berusaha sekuat tenaga untuk mengokohkan kakinya agar bisa menopang tubuhnya untuk berjalan. Keringat dingin sudah membasahi tengkuknya. Ini benar-benar bukan seperti yang dia harapkan.
“Elivia..!” Sambut Ibu Suri. Elivia yang berjalan sambil menundukkan kepalanya langsung mendongak dan melihat Ibu Suri yang sedang berjalan menghampirinya.
“Selamat datang sayang,,,” kata Ibu Suri dengan senyum ramahnya. Elivia sontak membungkukkan badannya tanda hormat. Tapi bungkuknya terlalu dalam. Bahkan dahinya hampir menyentuh lututnya.
“Cih..! Apa-apaan itu.?” Gumam Zaydan. “Apa yang dia pakai itu? Kampungan sekali. Astaga. Apa aku harus menikah dengannya?” Zaydan mengomentari pakaian yang dipakai Elivia. Awalnya ekspektasinya tinggi terhadap gadis yang akan dinikahinya itu. Ia fikir gadis itu akan setara kecantikannya dengan kekasihnya. Ya setidaknya mendekati lah. Tapi ini, sungguh mengecewakan.
“Dan,,,,,” suara Raja memprotes sikap Zaydan. Pria itupun langsung terdiam dan menundukkan kepalanya. Menutup mulutnya rapat-rapat. Tapi ia tetap melirik kepada gadis kampungan itu. Sama sekali bukan seleranya.
“Ayo,, sini,,” ajak Ibu Suri, dia menggandeng lengan Elivia dan menyuruhnya duduk di kursi yang sudah disediakan.
Elivia hampir tidak tidak bisa mengendalikan kedua lututnya yang gemetar. Untung saja ada Ibu Suri yang selalu menggandengnya. Sehingga ia tidak merasa seperti orang hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Maminya Nathania Bortum
lanjut thor
2022-04-16
0
eno
terbaik deh ide mak e👍🥰
2022-02-26
0
Dyana Arsi
enak x ya masuk kerajaan
2022-01-28
0