Cinta Yang Hilang
Seketika itu pun terdengar suara letusan senjata yang membuat kepanikan para tamu undangan dan mereka pun berhamburan keluar dari lokasi pernikahan Jovan dan Marissa.
Polisi menyamar dan para pengawal pun segera meringkus pria yang tersenyum sinis dan tertawa bagaikan orang tak waras.
Sementara itu di panggung pelaminan, Jovan terkapar dengan darah segar mengalir dari punggungnya, yang ia gunakan sebagai perisai untuk melindungi Marissa dan Mario.
Marissa pun berteriak histeris ketakutan, air matanya pun mengalir deras melihat Jovan yang baru saja menjadi suaminya tergolek tak berdaya di depannya.
Kedua orang tua Jovan pun tak kalah panik, mereka segera memeriksa keadaan putranya dan menantunya.
Mario, ayah Marissa berteriak meminta bantuan ambulan. Sambil menghampiri putrinya dan kemudian memeluknya erat.
Tubuh Marissa bergoncang hebat karena tangisnya.
Jovan merasa semua berjalan dengan lambat, semua tampak dalam gerakan yang sangat lambat, ia pun tersenyum melihatnya kemudian ia pun menutup matanya.
Bayangan kehidupannya sedari kecil pun muncul dihadapannya.
"Jooo!! jangan lupa jemput Icha," teriak Jovanka dari ruang makan.
Jovan yang sedang menalikan sepatu sekolahnya pun menjawab dengan malas.
"Iya, Bun."
Sang bunda yang memahami putra bungsunya ini pun menghampiri.
"Tante Riska masih sakit, jadi belum bisa antar jemput Icha. Kamu kan tahu sendiri, mereka cuma tinggal berdua. Tolong ya, Sayang."
"Iya Bun, aku tahu kok. Aku berangkat sekarang ya Bun, assalamu'alaikum," ucap Jovan sambil mencium tangan Jovanka sebagai rutinitasnya sebelum berangkat ke sekolah.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati, jangan ngebut!!" ucap Jovanka mengingatkan.
"Iya, Bun," jawab Jovan sambil melambaikan tangannya dan segera mengayuh sepedanya menuju rumah Marissa yang terletak di samping depan rumahnya.
Marissa adalah anak tunggal dari Riska. Riska sendiri adalah ibu tunggal untuk putri semata wayangnya, yang dikarenakan pengkhianatan suaminya dan kemudian menceraikannya di saat Marissa berusia 4 tahun.
Semenjak saat itu, Riska menopang kehidupannya dan buah hatinya dengan menerima pesanan makanan dan jahitan.
Marissa yang telah melihat Jovan, pun segera berpamitan.
"Bu, Icha berangkat yaa, Bang Jovan sudah di depan."
"Iya, hati-hati. Jangan lupa bilang terima kasih yaa," jawab Riska sambil mengantarkan putri tunggalnya hingga teras rumahnya.
"Iya Bu. Assalamu'alaikum," jawab Marissa.
"Wa'alaikumsalam. Makasih ya Jo, tante titip Icha," teriak ibu Marissa dari teras rumahnya.
"Iya Tante, ga papa, kan sekalian jalan. Jovan berangkat, Te, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Setelah Marissa menaiki sepeda, Jovan mulai mengayuh sepedanya menuju sekolahnya yang berjarak hampir 2 km.
"Cha, pegangan yang bener dong, Abang ga mau tanggung jawab lho kalau kamu jatuh," ucap Jovan yang hafal betul akan Marissa yang selalu berpegangan pada jok sepedanya.
"Aku sudah pegangan kok, Bang," jawab Marissa.
"Pegangan baju Abang deh, Abang juga jadi lebih ngeh kalau kamu masih duduk di belakang," ucap Jovan lagi.
"Ih Abang, emangnya aku mau pindah kemana?? udah ah aku pegangan sadel aja," jawab Marissa.
Jovan pun tak mendebat ucapan Marissa lebih lanjut, karena hanya akan membuat Marissa lebih kesal, ia pun melanjutkan kayuhannya menuju SD Mutiara Insani yang berjarak sekitar 2 km dari rumah mereka.
Sesampainya di sekolah, mereka segera menuju kelas masing-masing.
Jovan merupakan siswa kelas 6, yang sebentar lagi akan menjalani ujian nasional.
Sedangkan Marissa adalah adik kelasnya, yang masih duduk di kelas 2.
Persiapan menuju UN membuat Jovan lebih serius belajar, ketimbang biasanya. Jovan memang dikenal sebagai siswa yang cerdas, tetapi ia hanya belajar jika ujian atau ulangan.
"Jo!! lo berangkat sama Icha lagi??," tanya Arman teman sekelasnya.
"Iya, emangnya kenapa??" jawab Jovan yang juga balik bertanya.
"Tumben sudah sepekan, berangkat bareng terus, biasanya cuma sehari dua hari," jawab Arman.
"Ibunya masih sakit, yaa mau ga mau gue di suruh jemput Icha, jadi yaa berangkat bareng deh," ucap Jovan.
"Nasib tetangga yaa. Hati-hati naksir!!" goda Arman.
"Yeee ngapain naksir sama anak kecil !!" ucap Jovan setengah kesal.
"Yaa siapa tahu. Eh iya, pekan depan kan kita sudah ujian, lo sudah siap ??" tanya Arman.
"In syaa Allah, eh sudah mau bel, yuk buruan," ucap Jovan.
Jovan dan Arman pun segera memasuki kelasnya. Tak lama bel tanda masuk berbunyi, aktifitas belajar di sekolah pun di mulai seperti biasa.
Bulan-bulan berlalu, Jovan mulai menghadapi ujian akhir sekolahnya.
Selesai ujian, Jovan memilih bersantai di rumahnya sambil membaca komik kesukaannya.
"Van, tolong kamu antar kain ini ke ibunya Icha," panggilan sang bunda membuatnya meletakkan komik yang sedang dibacanya.
"Kain untuk apa Bun??" tanya Jovan.
"Seragam untuk nikahannya mbak Tanti nanti," jawab Jovanka.
"Hah?? mbak Tanti mau nikah?? sama siapa??" tanya Jovan.
"Sudah, kamu anterin aja, ga usah pakai banyak tanya, ibu juga ga tahu siapa calonnya," jawab Jovanka.
Jovan yang merasa sedikit terganggu karena harus meninggalkan komik kesukaannya pun berjalan dengan malas ke rumah Marissa yang berada di depan rumahnya yang hanya dipisahkan oleh jalan komplek.
Sampai di depan rumahnya, Jovan segera memasuki pekarangan rumah Marissa, karena pintu pagarnya memang sering tidak dikunci ketika siang hari.
"Assalamu'alaikum," sapa Jovan sambil mengetuk pintu rumah Marissa.
Riska, ibu dari Marissa yang sedang di dapur pun segera menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.
"Wa'alaikumsalam, eee Jovan, masuk," ucap Riska.
"Ga Te, aku cuma ngasih ini aja kok," tolak Jovan sambil menyerahkan 2 lembar bahan kain.
"Yakin ga mau masuk dulu?? padahal tante lagi manggang brownis lho," ucap Riska.
Dengan cepat, Jovan segera masuk menuju ruang makan, karena menurut Jovanka dan Riska hanya tamu yang duduk di ruang tamu ketika bertamu.
Riska pun tertawa kecil melihat tingkah laku Jovan.
"Tunggu ya Jo," ucap Riska sambil berjalan menuju dapur.
"Chaaa, temenin Bang Jo di ruang makan gih!! sekalian aja tanya, katanya ada PR matematika, minta tolong Bang Jo ajarin aja !!" teriak Riska dari dapur.
Jovan pun tertawa kecil mendengar ucapan Riska.
Marissa yang sedang mengerjakan PRnya di dalam kamarnya pun mengintip dari pintu kamarnya yang tidak di tutup.
"Napa Cha, mana PRnya??" tanya Jovan yang melihat sebagian kepala Marissa muncul dari pintu kamarnya.
"Tunggu, Bang," jawab Marissa yang segera mengambil buku matematikanya dan membawanya ke meja makan.
"Nih Bang, tolong ajarin!! Aku ga ngerti caranya."
Jovan mengambil buku matematika Marissa dan mulai membacanya.
"Oooo pecahan.Cha, Abang langsung ngerjain soalnya yaa, nanti sekalian Abang jelasin caranya," ucap Jovan.
"Oke!!" jawab Marissa dengan mata berbinar.
Jovan kemudian mengerjakan soal matematika Marissa sambil menerangkan caranya.
Setelah itu,
"Nah, sudah ngerti belum??" tanya Jovan.
"Hmmm sudah sih," jawab Marissa.
"Yuk, kamu kerjain PRnya yang ini, Abang tungguin sampai selesai," ucap Jovan.
Sembari Marissa mengerjakan PR sekolahnya, Jovan memperhatikan Marissa.
"Tulisannya semakin rapi aja nih bocah," gumam Jovan dalam hati.
Riska kemudian datang membawakan beberapa potong brownies yang baru matang dan minuman untuk Jovan.
"Dimakan dulu Jo," ucap Riska.
"Makasih Te, Jo makan yaa," jawab Jovan.
Jovan paling menyukai brownies buatan Riska karena rasanya yang pas menurutnya. Bahkan ia pernah menghabiskan setengah loyang sendiri, namun ia pun berhenti memakannya lagi karena ditegur oleh Jovanka, tetapi Riska yang sudah menganggap Jovan sebagai putranya sendiri itu, tak pernah keberatan jika Jovan menghabiskan seluruhnya.
Dengan lahap Jovan pun menikmati brownies buatan Riska.
"Habiskan saja, masih banyak kok di belakang. Nanti tante bawain juga buat di rumah," ucap Riska.
"Makasih Te, jadi keenakan nih," jawab Jovan yang masih menikmati brownies kesukaannya.
Sementara itu, Marissa masih berkutat dengan PR matematikanya.
Jovan yang masih menikmati brownies buatan Riska, tetap memperhatikan Marissa mengerjakan PRnya.
Lalu,
"Eeee salah nih, coba di cek lagi angkanya," tegur Jovan ketika melihat Marissa salah mengerjakan soalnya.
"Bukannya bener Bang, kan ini..... ooo iya deng, salah. Hihihi makasih Bang," ucap Marissa.
"Yang teliti ngerjainnya," ucap Jovan mengingatkan.
Beberapa saat kemudian, ketika Marissa telah selesai mengerjakan tugas sekolahnya, ia mendapati browniesnya tinggal satu potong.
Timbul niat iseng Jovan untuk mengganggu Marissa, dengan cepat ia memasukkan potongan terakhir ke dalam mulutnya dan sesuai dengan perkiraannya Marissa marah sambil memukulinya.
"Abang jahat!!! iseng!!! aku kan mauuuu!!! Abaaaaang!!!!" teriak Marissa sambil terus memukuli lengan Jovan.
Bukannya kesakitan, Jovan malah tertawa geli melihat ekspresi kesal Marissa.
Riska pun menghampiri keduanya setelah mendengar keributan kecil di ruang makan.
"Ada apa sih, Cha??? browniesnya masih banyak, dibelakang juga masih ada kok. Sudah, Bang Jovan jangan dipukulin terus, kasian nanti memar lho," tegur Riska kepada putrinya.
"Biarin!!!" jawab Marissa yang masih kesal.
"Eh, Jo pulang dulu ya, Te. Makasih browniesnya Te!!" pamit Jovan.
"Iya, makasih juga sudah bantuin Icha ngerjain PRnya," ucap Riska.
"Sama-sama Te," ucap Jovan.
Jovan pun tak lupa untuk berpamitan kepada 'adik' kecilnya.
"Aduuuh adik manis ini ngambek karena brownies, maafin yaaa. Sekarang, Abang pulang yaa, besok-besok kalau ada PR lagi, langsung ke rumah aja, cari para Abang yang bisa ngebantuin, Icha jadinya bebas bisa pilih, mau sama Bang Jordan, Bang Josie, atau yang iniiii!! ya ya ya. Ish cemberut muluk niii, yowes Abang pulang dulu yaa," ucap Jovan sambil mengacak-acak rambut Marissa juga mencubit pipinya.
Kemudian ia pun segera berlari menuju rumahnya untuk menghindari amukan Marissa.
Marissa yang semakin kesal segera berlari mengejar Jovan sambil berteriak.
"Abaaaang !!!!" teriak Marissa.
Jovan tertawa sambil terus berlari menuju kamarnya.
Sedangkan langkah Marissa terhenti di teras rumahnya, ia pun kembali masuk ke dalam kamarnya dengan rasa kesal.
Jovanka pun menghampiri putranya masih tertawa di dalam kamarnya.
"Kamu ngapain lari-lari pakai ketawa-ketawa gitu?? pasti habis ngerjain Icha lagi yaa??" tanya Jovanka.
Bukannya menjawab, ketika mendengar pertanyaan Jovanka, ia malah tertawa semakin kencang.
"Eh kamu, anak gadis digangguin terus, nanti lama-lama naksir lho," goda Jovanka.
"Ih bunda, apaan sih. Naksir Icha?? hahaha mana mungkin, bocah pendek, aneh, kerjanya ngerengek muluk, ' Abaaaang pelan bawa sepedanya!! , Abaaang jangan dihabisin browniesnya!! , Abaaang bantuin tuh ada yang isengin aku lagi!!, Abang... Abaaaang muluuuuk!!! hadeee naksir dari Hongkong !!" ucap Jovan sedikit kesal.
"Terserah deh, tapi sering tuh kejadian, kecilnya berantem aja kerjanya, eh gedenya nikah," goda
Jovanka.
"Aaah Bunda ada-ada aja mengarang indahnya. Aku baru mau masuk SMP, sudah diomongin mau nikah," ucap Jovan sambil berbaring di tempat tidurnya.
"Sudah sore, mandi sana!! nanti jangan terlambat ke masjid," ucap Jovanka.
" Siaaaap Ndan!! " jawab Jovan lengkap dengan posisi hormat tetapi tetap sambil berbaring, yang membuat Jovanka menggelengkan kepalanya.
"Oiya Bu, ada brownies dari tante Riska," ucap Jovan sebelum masuk ke kamar mandi.
Jovanka pun segera memindahkan tempatnya dan meletakkannya kembali di meja makan.
Bulan-bulan berlalu, Jovan telah memasuki SMP yang berada di samping SDnya dulu.
Sehingga, ia masih berangkat ke sekolah bersama Marissa.
Hingga suatu waktu, dipertengahan kelas 7, Jorrian, ayah Jovan mengumpulkan anggota keluarganya selepas makan malam.
"Ayah mau buat pengumuman. Ayah dipanggil kembali ke Singapore, untuk itu kita semua akan pindah ke sana, tetapi nanti setelah ayah mendapatkan rumah dan sekolah untuk kalian semua," ucap Jorrian.
Ketiga putranya pun saling berpandangan.
"Kita semua Yah?? balik ke Singapore??" tanya Jordan, kakak pertama Jovan yang baru akan memasuki bangku kuliah di Singapura.
"Iya, Ayah ga mau kita pencar-pencar, semuanya ikut ke Singapore," ucap Jorrian lagi.
"Pekan depan Ayah berangkat, kalian nanti menyusul bersama Bunda, setelah Ayah dapat tempat tinggal dan sekolah untuk kalian," jelas Jorrian.
Ketiga bersaudara itu pun hanya terdiam tanpa kata kembali ke kamar mereka masing-masing.
Pikiran Jovan mulai berkelana, sudah lama ia ingin pindah ke negara asal ayahnya, yang hanya ia kunjungi di saat lebaran atau liburan sekolah.
Berbeda dengan kedua kakaknya yang lahir dan sempat tinggal di sana hingga Josie berusia 2 tahun, sehingga kepindahannya ini tidak terlalu spesial buat mereka atau Jordan yang baru saja di terima di Singapore Aviation Academy yang hanya tinggal menunggu jadwal masuk beberapa pekan lagi.
Jovan pun tak sabar untuk segera pindah ke Singapura dan mendatangi tempat-tempat favoritnya di saat berlibur, seperti kebun binatang, pulau Sentosa dan masih banyak lagi.
Seperti yang Jorrian katakan, pekan berikutnya Jorrian berangkat menuju Singapura.
Satu bulan kemudian, rumah Jovan telah dipenuhi dengan box-box barang yang akan dikirim ke Singapura karena Ayah Jovan telah mendapat tempat tinggal dan sekolah untuk Josie dan Jovan.
Untuk itu, mereka sekeluarga akan bertolak menuju Singapura dengan penerbangan pertama di akhir pekan, di hari Sabtu pagi.
"Hari ini kita pamitan ke tante Riska dan Icha. Bunda sudah sempat ngobrol sama tante Riska tentang kepindahan kita, yaaa tante Riska terlihat sedih. Kita bertetangga sudah cukup lama, hmmm berapa tahun yaa??" tanya Jovanka.
"10 tahunan ??" jawab Jordan.
"Hmmm iya sekitar itu," ucap Jovanka.
"Iya, kan dari Icha belum lahir," lanjut Jordan lagi.
"Aaaaah, aku bakalan kangen sama princess Icha," ucap Josie.
Jovan memandang Josie dengan tatapan penuh tanya.
"Princess?? Princess Icha??? waaa Abang demen yaa ama Icha??", goda Jovan.
Dengan santainya, Josie pun menjawabnya,
"Iya, siapa yang ga suka sama bocah semanis Icha. Lucu, nggemesin lho, manjanya bakalan bikin kangen!!"
"Memangnya kamu ga bakalan kangen sama Icha?? lihatin aja nih, sebulan setelah pindah pasti bakalan kepikiran, ga ada yang tiba-tiba ketuk pintu dengan wajah memelas minta dianterin beli buku.. " lanjut Josie.
"Beli buku, minta dibantuin bikin PR, prakarya...," potong Jordan sambil mengingat kenangan mereka bersama Marissa.
"Eh, foto-foto liburan kita bareng Icha jangan sampai hilang!!! Bu, tante Riska juga ada fotonya kan?? " tanya Jordan.
"Ada, bunda kan selalu cetak 2 kali, untuk mereka simpan," jawab Jovanka.
"Yowes, yuk kita pamit ke sana sekarang. Barang-barang buat Icha sudah disiapin kan??" tanya Jovanka.
"Sudah, Bun," jawab ketiga putranya.
Mereka pun berjalan beriringan menuju rumah Marissa.
"Assalamu'alaikum," sapa Jovanka kepada ibu Marissa yang sedang menyapu halaman rumahnya.
"Wa'alaikumsalam, eeee masuk-masuk," jawab ibu Marissa sambil membuka pintu pagarnya.
"Ada apa ini rombongan pangeran datang ke rumah upik abu??" canda Riska.
"Waaa pangeran dan upik abu, hmmm bakalan ada yang nikah nih!!" canda Josie.
"Ih memangnya Abang mau sama Icha?? " tanya Jovan.
"Maulah, sama princess mungil itu, siapa sih yang ga mau," jawab Josie santai.
"Hah?? serius Bang??" tanya Jovan.
"Tunggu saja 15 tahun lagi, lihat siapa yang bakalan jadi suaminya Icha," tantang Josie yang membuat Jordan tertawa.
"Sip, kita lihat nanti, fair play yaa!!" ucap Jordan menjawab tantangan Josie.
"Deal !!" ucap Josie sambil menjabat tangan Jordan.
Kedua ibu hanya tertawa mendengarkan anak-anaknya bercanda.
"Didengar malaikat trus diaminin, bisa jadi beneran lhoo!!" tambah Jovan.
"Terus?? memangnya kenapa?? ga papa kan Te??" tanya Josie.
"Tante sih setuju-setuju saja punya mantu yang ganteng seperti kalian semua," ucap Riska.
"Oke deal, tunggu kita paling cepat 15 tahun lagi ya, Te, " ucap Josie.
"Hush, ngawur kamu, jangan menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa ditepati!! Ris, jangan diambil perduli yaa," ucapJovanka yang merasa tidak enak dengan percakapan putranya.
"Santai aja Mbak," jawab Riska.
Setelah mereka masuk ke dalam rumah,
"Ris, aku mau pamit yaa. Besok pagi kami berangkat dengan penerbangan pagi. Maafkan kalau selama kita bertetangga ada salah, maafkan anak-anak juga, kalau mereka berbuat salah," ucap Jovanka sambil menggenggam tangan Riska.
"Ga Mbak, keluarga Mbak sudah seperti keluarga saya. Mbak sudah seperti kakak saya sendiri. Keluarga Mbak sudah banyak membantu saya dan Icha. Icha pasti akan sangat kehilangan ketiga Abang gantengnya ini," jawab Riska penuh rasa haru.
"Oiya, Ichanya mana Te, kok ga, kelihatan??" tanya Jordan yang tidak melihat kehadiran Marissa.
"Ada kok, seharian Icha uring-uringan aja, karena Abangnya mau pindah," jawab Riska.
"Cha, sini dong Sayang. Abang semua sudah ngumpul lho, seperti lebaran aja," panggil Riska.
Marissa pun berjalan dengan malas menuju ruang keluarga.
"Sini Sayang, mana senyum manisnya buat Bunda?" ucap Jovanka.
Jovanka memang selalu menyebut dirinya bunda kepada Marissa, karena ia sudah menganggap Marissa seperti putrinya sendiri.
Terlebih lagi, Marissa adalah putri yang diidamkannya karena ia tidak memiliki seorang putri.
Marissa pun mendekati Jovanka dan memberikan pelukan hangat.
"Icha sayang, bunda sama abang pamit yaa. Maafin bunda dan abang kalau suka ngisengin Icha yaa," ucap Jovanka sambil memeluk dan membelai kepala Marissa.
Marissa tidak menjawab, ia hanya menunduk dan menggelengkan kepalanya.
"Tapi in syaa Allah, suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi. In syaa Allah tiap lebaran nanti pulang ke Jakarta," ucap Jovanka lagi.
"Bener, Bun??" tanya Icha.
"In syaa Allah, kan saudara bunda tinggalnya di Jakarta semua," jawab Jovanka.
Wajah Marissa pun terlihat sedikit lebih ceria mendengar bahwa keluarga abangnya akan tetap berkunjung ke Jakarta.
Setelah bercakap-cakap, Jovanka pun berpamitan kepada Riska.
" Yowes, Ris, aku pamit yaa. Ini ada sedikit kenang-kenangan untuk kamu dan Icha," ucap Jovanka sambil menyerahkan kenang-kenangan berupa foto-foto mereka bersama dan beberapa barang yang dapat digunakan oleh Marissa nantinya.
"Ah Mbak kok repot, aku ga nyiapin apa-apa buat Mbak," ucap Riska.
"Ga repot, kan cuma beli di toko," jawab Jovanka.
"Terima kasih, terima kasih sekali. Oiya, ini ada brownies spesial untuk Jovan dan untuk yang lain juga," ucap Riska sambil memberikan 3 kotak brownies.
"Eh kok spesial buat Jovan aja, yang lain ga spesial Te??" protes Josie.
"Spesial untuk Jovan, karena tante bikin di loyang yang besar jadi lebih banyak, biar puas makannya," jawab Riska.
"Yaaa bakalan kangen sama browniesnya tante Riska nih!!" ucap Jovan.
"Tenang, tante sudah bagi resepnya ke bunda kok," jawab Riska.
Setelah beberapa saat, Jovanka pun memeluk Riska dan Marissa bergantian.
Air mata pun mengalir, menandai perpisahan mereka.
"Pamit ya Ris, assalamu'alaikum," ucap Jovanka sambil melambaikan tangannya.
" Wa'alaikumsalam," jawab Riska dan Marissa dari depan pintu pagar rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
ma" athif 😊
assalamu'alaikum thor dah mampir nich mksh recomend nya ya semoga ceritanya bagus.... fbku atas nama apis
2023-07-15
2
leneva
yah seperti cerita2 kebanyakan, di mulai dari kecil akhir tumbuh menjadi besar
begitu jg kasih sayang yg tumbuh menjadi cinta
2023-06-13
0
The Lucky
eh beneran berjodoh dong dewasanya😁
2023-06-13
1