Kau Hanya Milikku
Sunny berjalan mengitari taman kecil yang berada di samping rumahnya, sambil sesekali menyeka air mata yang membasahi pipinya. Tiba-tiba saja tubuhnya limbung dan jatuh terduduk di rerumputan sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sunny menangis sejadi-jadinya saat mengingat perkataan ayahnya.
"Kau akan menikah satu minggu lagi,"
"Apa...Ta-tapi Ayah,"
"Tidak ada bantahan, Sunny,"
"Aku masih ingin sekolah Ayah,"
"Walaupun kau sudah menikah, kau masih tetap bisa bersekolah,"
"Ta--tapi Ayah," lirih Sunny
"Sudahlah Sunny, turuti kemauan Ayah, ini demi kebaikanmu dan kebaikan kita semua," Frans menghampiri Sunny.
"Dan juga untuk pengobatan kakakmu. Apa kau tidak senang, jika kakakmu sembuh,"
Sunny menatap sang Ayah sambil berlinang air mata.
Frans mengusap air mata yang menetes dipipi Sunny. Memeluk sang putri erat.
"Maaf kan Ayah, sayang... Hanya ini jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah di keluarga kita. Ayah harap kau mengerti,"
Sunny balas memeluk sang Ayah dengan erat.
"Baiklah Ayah, kalau memang itu yang terbaik untuk kita semua," lirih Sunny disela-sela tangisannya.
"Terimakasih sayang, atas pengertiannya," ucap Frans sambil melepas pelukan dan mengecup lembut kening sang putri.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Sunny belum juga bisa memejamkan mata. Yang ada dipikirannya saat ini adalah, bagaimana nasib dirinya satu minggu mendatang.
Sunny termenung.
Seandainya kakak tidak mengalami kecelakaan, ini semua tidak akan terjadi. Pasti keuangan keluarga akan tetap aman. Dan aku bisa menjadi seorang chef terkenal dan bisa keliling dunia. Ayah juga tidak akan punya hutang pada Tuan Rudolf.
"Kenapa aku,"
"Kenapa harus aku," ucap Sunny sambil menangis.
****
"Sayang, bangun, kau akan terlambat sekolah nanti," ucap Chintya sambil membuka gorden jendela kamar, kemudian berbalik dan menghampiri Sunny, sang putri yang sedang menggeliat didalam selimutnya.
"Ibu, bisakah aku tidak sekolah hari ini?" ucap Sunny sambil menyandarkan badannya pada sandaran tempat tidur.
Chintya sangat terkejut melihat mata sembab Sunny, kemudian menyentuhnya lembut.
"Baiklah kalau itu memang keinginanmu, sayang. Ibu akan beritahu Ayahmu nanti"
"Aku akan sekolah bila mata sembabku ini sudah normal lagi, Bu," ucap Sunny lirih sambil menundukkan kepala dan bersiap untuk menangis lagi.
"Sayang, Ibu mohon, jangan menangis lagi, sudah cukup sayang. Ibu dan Ayah menginginkan kau bahagia,"
"Aku tidak mau menikah muda, Ibu,"
"Ibu tau, sayang, tapi tidak ada cara lain untuk biaya berobat kakakmu dan mengembalikan keuangan keluarga kita. Ibu harap kau mengerti,"
Tidak ada jawaban dari Sunny, Chintya bangkit dari duduknya dan menuju pintu kamar.
"Cepatlah bangun, Ibu menunggu di bawah untuk sarapan," ucap Chintya di balik pintu kamar dan menutupnya perlahan.
Sunny tidak menjawab perkataan sang Ibu, saat ini pikiran Sunny tidak fokus dan mengingat kejadian saat sang kakak kecelakaan.
****
2 Tahun Yang Lalu
Sunny hendak menyebrang jalan, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari sebrang jalan.
"Sunny! Tetap disitu. Kakak akan mengajakmu ke kedai mie!" teriak Bastian, sang kakak.
Sunny tidak menjawab, hanya mengangkat kedua jempol tangannya sambil tertawa lebar.
Bastian tidak melihat lampu penyebrangan jalan yang sedang berwarna hijau, saat berada ditengah-tengah jalan, tiba-tiba ada mobil melaju sangat kencang, lalu mobil itu menabrak Bastian hingga terpental sejarak 5 meter, darah segar keluar dari kepala dan hidungnya. Semenjak kejadian itu, Bastian mengalami koma hingga saat ini.
Orang yang menabrak Bastian, meninggal ditempat akibat mengalami benturan dikepala.
Pihak keluarga si penabrak hanya mampu membayar seperempat dari biaya rumah sakit Bastian, karena dari keluarga kurang mampu. Sehingga selebihnya biaya rumah sakit, Ayah Sunny yang membayar.
Karena hal itu, keuangan keluarga Sunny menipis. Hampir semua pabrik milik Ayah Sunny dijual dan yang tersisa kini hanya pabrik pakaian, itupun sudah hampir mengalami kebangkrutan.
Ayah Sunny terpaksa meminjam uang kepada Tuan Rudolf, sang raja rentenir yang bisa meminjamkan uang seberapapun banyaknya, dan tentu saja meminta jaminan yang fantastis pula.
****
Sunny menarik kursi yang ada di ruang makan, lalu mendudukinya, membalik piring dan mengisinya dengan satu centong nasi goreng, timun dan juga kerupuk udang favoritnya.
"Kamu mau pergi?"
"Iya, Ayah... Aku akan menemui kakak," ucap Sunny sambil memasukkan suapan pertama nasi goreng kemulutnya.
"Tapi sembab dimatamu itu?"
"Tenang Ibu, aku pakai kacamata hitam, hehe..." kekeh Sunny sambil menunjukkan kacamata hitam dari dalam tasnya.
"Perlu diantar?"
"Tidak perlu Ayah, aku akan pergi kesuatu tempat sepulang dari menjenguk kakak,"
"Baiklah, hati-hati. Ayah pergi dulu," ucap Frans seraya bangkit dari duduknya, mengambil tas kerja, mencium kening Chintya dan Sunny, kemudian berlalu pergi.
Setelah Frans pergi, Sunny buru-buru menghabiskan sarapannya, minum susu, mencium tangan Chintya dan bergegas keluar untuk menyetop taxi.
Saat ini Sunny memakai celana jeans, tanktop putih, cardigan hitam, tas selempang hitam, topi hitam dan sepatu kets putih. Dan jangan lupakan kacamata hitam tentunya untuk menutupi mata sembabnya.
****
Di dalam ruangan serba putih dan penuh alat-alat medis untuk menopang hidup Bastian, Sunny duduk di samping Bastian sambil menggengam tangan Bastian erat.
"Kakak, aku tidak akan menangis lagi, aku capek menangis semalaman dan aku harus kuat," Sunny melepas kacamata hitamnya dan memandang Bastian lekat.
"Kumohon sadarlah kak, sebelum hari pernikahan itu tiba, aku belum ingin menikah kak," mohon Sunny sambil menggenggam erat tangan Bastian dengan kedua tangannya dan menempelkan pada pipinya.
Sunny merasa itu mustahil dan tidak akan mungkin ada keajaiban akan hal itu. Tapi Sunny tetap berharap dan memohon kepada Tuhan agar keajaiban itu terjadi. Jika Bastian sadar, otomatis Sunny tidak akan menikah dengan anak dari seorang rentenir. Sunny masih ingin sendiri dan menikmati masa remajanya dengan tenang.
Tapi apakah itu mungkin? Apa yang akan terjadi kedepannya?
****
Saat ini Sunny sedang duduk di sebuah bangku panjang yang berada di taman kota.
Sesekali Sunny tertawa mendengar lagu yang di plesetkan oleh sejumlah remaja yang jaraknya tidak jauh dari dirinya.
Ya lumayanlah buat refresing otak, pikir Sunny.
Entah semenjak kapan di sebelah kanan Sunny sudah duduk seorang nenek dengan pakaian ya bisa di bilang seperti seorang pengemis.
Sunny dengan masih memakai kacamata hitamnya memandang nenek pengemis itu dengan lekat.
"Anak muda, kedepannya nanti kau akan mengalami kejadian-kejadian yang luar biasa di hidupmu, kejadian yang tak terduga tentunya," ucap sang nenek sambil tersenyum.
"Pakailah selalu kalung ini sebagai pelindungmu, jangan pernah melepaskannya," ucap sang nenek sambil meletakkan kalung liontin kunci bertahtakan permata ungu pada telapak tangan kanan Sunny.
"Maksud nenek apa?" bingung Sunny sambil memandang kalung yang berada di tangannya.
"Pakailah, kau akan membutuhkannya nanti,"
"Dan harus kau ingat. Jangan pernah kau lepaskan kalung itu dari lehermu. Mengerti?!"
Sunny hanya mengangguk mengiyakan perkataan sang nenek.
Sunny menunduk memperhatikan kalung yang ada di tangannya, saat akan bertanya pada nenek pengemis itu, Sunny kebingungan mencari keberadaannya, karena tiba-tiba saja sudah menghilang dari hadapannya.
Sunny hanya mengendikkan bahunya dan memasukkan kalung itu kedalam tasnya dan berlalu pergi untuk kembali berjalan-jalan keliling taman kota, dan tentu saja sambil menikmati jajanan pinggir jalan.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Erriz M'Prima
kyanya cerita ini byk teka teki deh....🤔🤔🤔 menarik
2022-04-01
0
Ulfa Zahra
Kasian Sunny. Apakah bisa ayahnya sunny ngga memikirkan egonya.
2022-03-04
0
Ulfa Zahra
Hay kak aku hadir dikarya mu. semangat
2022-03-04
0