Sunny tak berkedip memandang seseorang berjubah hitam di hadapannya. Saat Sunny akan membuka jendela balkon kamarnya, tiba-tiba saja pria berjubah hitam itu melesat pergi secepat kilat, Sunny berlari menuju tepian balkon dan mengedarkan pandangannya ke segala arah, tetapi tidak berhasil menemukan pria berjubah hitam tersebut.
"Dimana dia? Cepat sekali perginya, apa dia mempunyai kekuatan sihir ya?" gumam Sunny sambil terus tetap mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Sunny menghela nafas perlahan karena tetap saja tidak menemukan sosok pria berjubah hitam itu. Dengan langkah gontai memasuki kamarnya kembali, mengunci jendela, menutup gorden dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.
"Kenapa akhir-akhir ini sering terjadi kejadian yang tak terduga ya," Sunny berpikir sejenak.
"Apa ada hubungannya dengan nenek pengemis dan kalung yang aku pakai ini? Lalu siapa pria berjubah hitam tadi?" tanya Sunny pada dirinya sendiri seraya bangun dari tidurnya dan menuju cermin di meja riasnya.
Di depan cermin, Sunny memandang lekat-lekat kalung liontin kunci berwarna emas bertahtakan permata ungu. Di pandanginya lama tetapi tidak terjadi apa-apa pada kalungnya, akhirnya Sunny memutuskan untuk tidur, karena takut bangun kesiangan dan akhirnya terlambat ke sekolah.
Sebenarnya banyak pertanyaan pada diri Sunny, tetapi Sunny bingung harus bertanya kepada siapa, apakah bertanya kepada nenek pengemis itu? tetapi bagaimana cara menemuinya? Saat bertemu nenek pengemis di taman kota tempo hari, itupun karena kebetulan.
****
Sunny melangkahkan kaki dengan riang menuju ruang kelasnya, sesekali sambil bersenandung kecil salah satu lagu favoritnya.
Sunny melihat dari kejauhan, Revan keluar dari dalam ruang kelasnya, lalu berhenti sejenak dan memandang ke arahnya sambil tersenyum, senyuman yang sukses membuat Sunny meleleh dan terhipnotis sesaat.
"Sadar Sunny... Sadar! sebentar lagi kau akan menikah, jangan kecewakan calon suamimu," gumam Sunny sambil menepuk-nepuk pelan pipinya.
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Sunny tidak sadar kalau Revan saat ini sudah ada di hadapannya dan bingung melihat Sunny yang menepuk-nepuk pipinya sendiri.
"Kamu... Tidak apa-apa?" tanya Revan bingung dan sedikit khawatir kepada Sunny.
Sunny tersadar mendengar pertanyaan dari Revan lalu mendongakkan kepalanya memandang ke arah Revan. Alangkah terkejutnya Sunny saat melihat wajah Revan hanya berjarak satu jengkal tangan dari wajahnya, Sunny tak kuasa menyembunyikan semburat merah di pipinya dan berusaha menahan nafas serta degup jantungnya yang semakin hebat berdetak.
"Ti-Tidak apa-apa kak," jawab Sunny gugup dan berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya.
Saat Revan menjauhkan wajahnya, Sunny bernafas dengan lega dan berusaha senormal mungkin berhadapan dengan Revan saat ini.
"Aku hanya ingin menanyakan keadaanmu dan meminta maaf atas kejadian tempo hari," ucap Revan menjelaskan maksud dan tujuannya menemui Sunny.
Lama tak ada jawaban dari Sunny. Revan melanjutkan ucapannya.
"Aku tadi mencarimu ke ruang kelas, tapi kamu ga ada dan ga sengaja aku melihatmu disini,"
"Ehh...." Sunny tidak menyangka kalau Revan akan mencarinya pagi-pagi begini.
"Kepalamu... Apa ada luka serius?" Sunny dengan cepat menggelengkan kepalanya, untuk meyakinkan Revan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Oke... Kalau begitu nanti aku traktir kamu di kantin," ucap Revan tersenyum dan seraya melangkah pergi ke ruang kelas Revan.
Sunny masih saja terdiam di tempatnya berdiri saat ini, masih tak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Seorang Revan, primadona di sekolahnya menghampiri dirinya hanya untuk menanyakan kabarnya dan akan mentraktir dirinya di kantin sekolah. Tak bisa di bayangkan bagaimana reaksi para siswi di sekolahnya nanti, pasti akan heboh.
Kejadian itu terjadi pada satu minggu yang lalu, saat Sunny di ajak oleh Lidya - teman sekelasnya- untuk menonton kakak kelas yang sedang berlatih basket. Lebih tepatnya hanya untuk menemani Lidya untuk melihat kakak kelas favoritnya, namanya Nino, entah apa yang Lidya suka dari Nino, padahal kalau di lihat sih biasa saja, ya standarlah wajah ganteng dan tajir hehehe. Salah satunya lagi ada Revan sang primadona sekolah, sudah ganteng, baik, tajir dan anak pemilik sekolah lagi.
Akan tetapi tiba-tiba saja Sunny terkena lemparan bola dari Revan tepat di samping kepalanya, dan seketika itu juga membuat Sunny tak sadarkan diri selama ber jam-jam terbaring di ruang kesehatan sekolah. Menurut teman-teman sekelasnya dan beberapa gosip yang beredar di sekolah, Revan dengan setia menemani Sunny hingga sadar. Padahal ya kalau di pikir-pikir, seorang Revan mana mau berbuat seperti itu. Tetapi saat dengan Sunny kenapa berbeda.
Semenjak saat itu, saat Sunny secara kebetulan berpapasan dengan Revan, Revan selalu menyapanya. Mungkin itu yang membuat Nissa -kakak kelasnya- membencinya. Karena satu sekolah tau kalau Nissa sangat menyukai Revan. Tetapi sepertinya Revan mengacuhkan Nissa.
Padahal Revan anti banget menyapa siswa siswi di sekolah, kecuali para guru dan orang yang lebih tua darinya, karena Revan sangat menghormati. Terlebih cewek-cewek di sekolahnya paling anti di sapa, ada juga para cewek itu yang menyapa duluan, itupun tidak di gubris oleh Revan. Tapi entah kenapa Sunny di perlakukan berbeda oleh Revan.
"Hei... Bengong aja, yuk masuk kelas," rangkul Lidya dan sukses menyadarkan Sunny dari lamunannya.
Sunny menganggukkan kepalanya pelan tanda setuju.
****
"Kring... Kring... Kring...." bel tanda istirahat berbunyi.
Sunny tetap tidak bergeming dari tempat duduknya. Sunny masih berpikir apakah menerima traktiran Revan atau tidak.
Sunny takut bila menerima tawaran Revan, Nissa akan semakin membencinya dan berbuat hal-hal yang di luar batas kewajaran, seperti waktu itu yang akan menabraknya, untung saja Sunny bisa selamat dan masih hidup sampai saat ini.
"Alasan apa untuk menolaknya?" tanya Sunny pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba Lidya menghampiri Sunny yang sedang termenung.
"Sun, temenin ke perpus yuk, aku di suruh kakakku meminjam buku di perpus untuk tugas kuliahnya," ajakan Lidya sukses membuat Sunny tertawa lebar dan menganggukkan kepalanya dengan semangat.
Lidya bingung melihat Sunny, karena di ajak ke perpustakaan sekolah saja sesemangat ini, bagaimana kalau di ajak ke mall sambil liat cowok-cowok ganteng berkeliaran.
"Akhirnya ada alasan untuk terhindar dari Revan... hehehe...." kekeh Sunny senang.
"Kamu kenapa Sun?" tanya Lidya masih dengan kebingungannya.
"Ga apa-apa kok. Ayo kita ke perpus," semangat Sunny sambil menarik tangan Lidya.
"Kenapa nih bocah, aneh banget hari ini, tadi termenung, sekarang ceria," gumam Lidya.
Saat berjalan di koridor menuju ke perpustakaan, Sunny berpapasan dengan Revan. Sunny menghentikan langkahnya dan memandang ke arah Revan. Revan tersenyum dan menghampiri Sunny.
"Aku baru akan menjemputmu ke kelasmu, dan ternyata kita bertemu di sini,"
"Ma... Maaf Kak Revan, aku lupa ada janji mengantar Lidya ke perpustakaan. Mu... Mungkin lain kali kak," ucap Sunny sembari memandang Revan sedikit tergagap.
Revan terdiam sejenak memandang Sunny.
"Okelah," Revan menghela nafas pelan. "Mungkin lain kali," lanjut Revan menutupi kekecewaannya.
"Permisi kak. Ayo Lidya," Sunny menarik tangan Lidya cepat-cepat.
"Tunggu!" Revan berbalik menghadap Sunny.
"Nanti pulang sekolah, kita pulang bareng, dan tunggu aku di kelas. Oke," ucap Revan dan kemudian berlalu pergi menuju kantin, di ikuti oleh kedua temannya yang sejak tadi mengikuti Revan.
Sunny berdiri mematung di tempatnya. Seketika semangat dan keceriaan di dirinya menghilang.
"Ya Tuhan, alasan apalagi yang harus ku berikan padanya," batin Sunny.
Sebisa mungkin Sunny harus menjauhi Revan, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
****
"Kring... Kring... Kring...." bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring.
Lidya menghampiri Sunny sambil tertawa riang.
"Cie... Cie... Cie... Yang mau pulang bareng sama kakak ganteng," goda Lidya.
"Apaan sih," cemberut Sunny. Tapi Lidya tetap saja menggodanya.
"Sunny!" seru Revan yang ternyata sudah berdiri di depan kelasnya.
Spontan Sunny, Lidya dan anak-anak yang masih ada beberapa di kelas menoleh ke arah sumber suara.
"Ayo pulang," ajak Revan tersenyum senang, karena berpikir akhirnya berhasil mengajak Sunny.
Sunny dan Revan melangkah bersama di koridor menuju ke pintu gerbang sekolah. Revan mengantar Sunny hingga ke pos satpam.
"Kamu tunggu sini, aku akan mengambil mobil,"
"Tu... Tunggu kak... A... Aku... Aku...."
"Sunny!" panggil Frans dari luar pintu gerbang sekolah.
Sunny dan Revan bersamaan melihat ke arah sumber suara.
"Aku tadi mau bilang, kalau aku di jemput ayahku," ucap Sunny berbohong, karena sebenarnya Sunny tidak tahu kalau Frans akan menjemputnya pulang sekolah.
"Terima kasih Tuhan," batin Sunny senang.
"Baiklah, lain kali saja," ucap Revan tidak semangat.
"Permisi kak, aku duluan ya," pamit Sunny dan berlalu pergi menghampiri ayahnya.
Revan memandanginya sambil menghela nafas kesal.
Setelah Frans dan Sunny masuk ke dalam mobil, Frans melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Sunny. Pernikahanmu akan dilaksanakan besok. Dan malam ini, kau akan tinggal di mansion Tuan Rudolf,"
"Apa!" seru Sunny kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Erriz M'Prima
siapakah laki laki berjubah itu...,
2022-04-01
0
Ulfa Zahra
Penasaran siapa sih orang itu. Apa ada kaitannya sama kalung yang dimiliki oleh sunny.
Pantas tukang kakak kelas mu suka bully kamu Sunny, Ternyata mereka cemburu kalau kamu dekat dekat sama Revan.
selamat, Untungnya ayahmu datang sunny.
2022-03-05
0
IG: @author_ryby
di kalimat pertama kata 'saat' ada pengulangan. Kata 'saat' yang kedua bisa diganti dengan 'setiap'
2022-01-03
0