My Prisoner

My Prisoner

Basket

Suara riuh rendah banyak orang memenuhi lapangan basket SMA Jaya Nusantara. Tiap mata menyorotkan semangat membara untuk tim favorit mereka.

Sedangkan tiap pemain terus menggiring bola dan mengoper tanpa lelah. Pokoknya sampai berhasil masuk ring dan mencetak poin sebanyak-banyaknya dari tim lawan.

"Aaduhhh, gans gilaa si Rano!!!"

"Gila hot banget.... Nggak tahan gue liat dia keringetan gituu."

"Sumpah dia jago banget main basketnya anjirrr."

Jeritan histeris cewek-cewek fans Rano terus bergema. Diikuti tingkah konyol mereka demi membuat Rano menoleh dan melempar senyum penuh terima kasih atas dukungannya. Namun jelas itu hanya sebuah harapan. Rano si manusia sok tampan tak pernah berperilaku seramah itu.

Di sudut atas paling dekat dengan jalan masuk ke kursi penonton, Evangeline duduk tenang tanpa suara. Ara, sahabatnya duduk sambil terus memberi semangat untuk tim basket dari sekolah mereka.

"Rano, Haris, Keanu, semangat!!!" Teriak Ara sambil meloncat-loncat alay dari kursinya.

Evangeline lantas menutup telinga kiri sambil diam-diam mengejek sahabatnya. Gimana bisa Ara loncat-loncat sambil duduk agar kelihatan oleh idolanya. Sedangkan tubuhnya saja tidak lebih tinggi dari Evangeline.

"Lo kalo mau keliatan sama mereka ya berdiri lah. Ngapain duduk sambil loncat? Ngabisin tenaga tau nggak." Cerca Evangeline sambil melempar lirikan mengejek.

Ara melotot kesal.

"Mulut lo tuh ya, kalo kebuka selalu bikin kesel orang."

"Ya gue bener kan?"

"Seenggaknya mereka denger suara gue, Lin."

"Oh ya?"

Ara hanya mengangguk-angguk sok imut. Dan kembali fokus ke arah lapangan. Kali ini matanya lebih fokus ke pacar Evangeline. Keanugrahan Samudera.

"Lin, liat deh pacar lo sumpah hot bangetttt. Gue nggak nyangka dia diem-diem seksi juga." Celetuk Ara sambil menatap kagum. Matanya seolah bertabur bintang-bintang. Evangeline mendengus sambil menatap ke tengah lapangan, si pusat perhatian.

Laki-laki berkulit pucat, bermata setajam elang, berwajah tanpa ekspresi. Tampan. Sangat tampan melebihi Rano, menurut Evangeline.

"Buat lo aja, gue ikhlas." Kata Evangeline ngawur. Tangan kanannya mengibaskan rambut ke belakang, wajahnya songong.

"Beneran nih? Entar kalo gue sama dia lo cemburu lagi, minta balikan lagi." Goda Ara. Matanya berkedip-kedip jahil, membuat Evangeline menarik hidungnya sebal.

"Nggak bakalan gue mungut barang yang udah gue buang."

Ara melotot takjub. "Woahh, kata-kata lo, Lin.... Membuat gue terinspirasi." Katanya diikuti tawa membahana.

Evangeline ikut tertawa. Mendengar lelucon receh sang sahabat dan suara tawa konyolnya yang sudah mendunia.

Beberapa menit sebelum pertandingan usai, Evangeline keluar dari tribun dan menunggu Keanu di luar lapangan. Di tangan kanannya terdapat air mineral, dan di tangan kirinya sebungkus tissue kering.

Evangeline baru akan duduk di bangku depan ruang ganti, ketika sosok yang ia tunggu datang dari arah depan. Kaos bagian dada basah kena keringat. Evangeline beringsut mendekat, mengulurkan air mineral.

Keanu menyampirkan lengan kirinya yang basah ke bahu sempit Evangeline. Mengajak gadis itu duduk.

"Kaki lo cidera?" Evangeline mengarahkan tangannya ke lutut Keanu. Menekannya sengaja, membuat Keanu sontak mengibaskan kasar tangan Evangeline.

"Adu kejantanan sebelum tanding."

Evangeline mengerutkan dahi tak suka. Laki-laki selalu konyol dengan tingkah sok jagoan mereka.

"Untungnya lo nggak papa waktu tanding."

Keanu tak mengacuhkan. Diam menikmati semilir angin yang sedikit membantu mendinginkan tubuhnya, dan sentuhan Evangeline saat membersihkan keringatnya.

"Alin."

"Hm."

"Mama lo titip pesan sama gue."

"Gue tau."

"Jadi lo nanti gue anter ambil pakaian lo."

Evangeline menghentikan gerakan mengusapnya. Menatap Keanu dalam diam.

"Gue nginep di rumah Ara aja."

"Kenapa?" Keanu melempar tatapan sarkastik. Tak suka mendengar penolakan halus kekasihnya.

"Gue nggak mau ngrepotin lo."

Keanu menajamkan tatapan. Auranya berubah mengintimidasi. Tapi Evangeline tak gentar. Tatapannya nyalang balik sekalipun hatinya takut setengah mati.

"Gue nggak pernah bilang."

"Gue tau."

"Bokap nyokap juga nggak pernah bilang."

"Ya."

"Jadi, siapa yang bilang?"

"Nggak ada, Keanu. Gue cuma pengen nginep di rumah Ara."

"Mama lo yang minta gue jagain elo, Alin. Gue nggak bisa mengelak, kan?"

"Nanti gue bilang sama Mama kalo–"

"Don't. Lo tetep nginep di rumah gue."

Evangeline mendesah lelah. Pertahanannya untuk tetap tegar runtuh sudah. Kepalanya tertunduk dan senyum getirnya hadir.

Percuma membantah Keanu.

***

"Dimana Tante Ruby?"

"Mama dan papa keluar kota. Kita berdua di rumah."

Evangeline melempar tatapan 'are you kidding me'. Rasa kesalnya karena dipaksa saja belum hilang. Ditambah fakta jika mereka berduaan di rumah Keanu sampai kedua orang tuanya kembali.

Evangeline melangkah menuju kamar yang sering ia tempati di rumah Keanu. Namun, tangannya keburu ditarik ke belakang oleh cowok itu.

"Apa lagi?" Tanya Evangeline tak minat.

"Tidur di kamar gue."

"Nggak! Gila aja. Kita cuma berdua di rumah, terus mau berduaan juga tidurnya?"

"Iya."

Evangeline berusaha melepas cekalan di pergelangan tangannya. Tapi tak berhasil, cengkramannya sangat kuat. "Keanu, lepas. Gue mau istirahat, capek."

"Di kamar gue. Bukan di sini."

"Gue nggak mau!"

Cengkraman Keanu tambah kuat. Sampai Evangeline meringis kesakitan.

Keanu menyeret tak sabaran gadis itu ke lantai atas, tempat istirahatnya berada. Begitu sampai di kamar, ia langsung menghempas kuat tangan Evangeline sampai tubuhnya tersungkur ke kasur.

"Gue nggak pernah suka dibantah."

Keanu melempar asal tas sekolahnya. Kemudian merangkak naik ke atas tempat tidur. Memposisikan wajahnya tepat di depan wajah Evangeline.

"Keanu, minggir." Ia lemah dengan segala pesona Keanu. Aura mengintimidasi dan kegantengannya berhasil membuatnya selalu tunduk.

"Kenapa? Gue pikir lo udah berubah, Eve."

Tatapan lemah Evangeline berubah nyalang mendengar nama kecilnya disebut.

"Gue nggak pernah berubah dan jangan pernah berharap gue bakal berubah. Satu hal lagi, jangan pernah panggil gue pake nama itu."

Keanu menyeringai. Sasarannya selalu tepat.

"Sejauh apapun lo menghindar, nyokap lo nggak akan pernah ngelepasin lo ke tangan orang lain. Nyokap lo selalu memilih gue, your demon."

Keanu mendekatkan hidungnya ke ceruk leher Evangeline. Mengendus aroma mawar khas gadis itu.

Evangeline meneguk ludah susah payah. Kenangan buruk tentang masa lalunya hadir satu persatu. Bergantian mengoyak batin dan pertahanannya.

"Mama buta tentang lo. Saat mama tau semuanya, lo nggak akan pernah bisa selamat lagi."

"Oh ya? Jangan lupa acara tunangan kita tinggal menghitung hari. Selanjutnya lo bisa bayangin apa yang bakal terjadi, kalo lo berniat mengacaukan."

"Bukan gue yang bakal ngacauin semuanya tapi lo sendiri."

"Gue nunggu hari itu, Sayang. Saat lo kalah."

Evangeline mengernyit jijik saat Keanu mengecup ringan sebelah pipinya.

Cowok itu lantas bangkit berdiri, berjalan menuju kamar mandi. Meninggalkan Evangeline dengan sejuta pikiran dan batin berkecamuk.

Evangeline tak pernah berubah. Begitu juga Keanu. Sejenak, Evangeline memikirkan kembali hari-hari yang ia lalui. Penuh dengan dusta.

Kalau bukan karena papanya, Evangeline tak akan pernah mau jadi tawanan Keanu. Laki-laki bertopeng malaikat dan berhati iblis.

Terpopuler

Comments

ainurrch

ainurrch

tulisanya keren thor

2020-11-07

0

🌻 Dewi Ratih SR 🌻

🌻 Dewi Ratih SR 🌻

aku mampir nih kakak

2020-08-20

0

Yhu Nitha

Yhu Nitha

hai thor

aq mampir bawa like n rate 5

feedback yah ✌

2020-08-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!