Pagi-pagi sekali, Evangeline sudah menyiapkan menu sarapan paginya bersama Keanu. Celemek masih bertengger di depan dada sampai perut bawahnya. Bau khas ayam goreng menguar memenuhi seisi dapur.
Tangannya bergerak lihai dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Meniriskan ayam, mencuci daun lalap, menumbuk cabai. Sesekali tanganya yang bebas mengusap tetesan peluh di leher serta dahi.
Tanpa Evangeline sadari, Keanu sudah terbangun dari tidurnya. Kakinya yang panjang berjalan sedikit terseok mendekati kekasihnya, akibat kantuk yang masih setengah menguasai. Sesampainya di belakang Evangeline, tangannya langsung melingkar manja di perut gadis itu, dan menumpukan dagu di bahunya.
"Selamat pagi, Keanu." Sapa Evangeline. Menolehkan kepala lalu mengecup singkat pipi kanan Keanu.
Cowok itu membalas dengan mata setengah terpejam, "Pagi." Evangeline terkekeh menatapnya, lantas menuntun kekasihnya duduk di kursi.
"Tunggu makanannya matang dan jangan ganggu gue masak. Okey?"
Seperti seorang anak yang patuh pada nasehat ibunya, Keanu hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil menggelosorkan setengah badannya ke atas meja. Evangeline menyeringai. Cowok itu kelihatan cute dan manis.
Tak lama kemudian, Evangeline membawa hidangan siap santap hasil karyanya ke meja makan.
Keanu sedang merajut mimpi indah, ketika hidung bangirnya mencium bau sedap. Sontak matanya terbuka. Kepalanya terangkat. Sistem tubuhnya langsung memproses begitu matanya menangkap berbagai macam hidangan enak buatan Evangeline. Sampai air liurnya hampir menetes.
"Udah mandi?"
"Belom."
"Mandi dulu sana. Masa mau makan pas belom mandi."
"Emang lo udah?" Keanu memicingkan mata.
"Belom lah. Ini sambil nunggu biar nggak terlalu panas, gue mau mandi." Evangeline melepas celemeknya dan menyampirkannya di paku dinding seberang meja.
"Makan dulu aja, Lin."
"Kayak kebo dong entar." Kata gadis cantik itu sambil melangkah menjauhi ruang makan. Tapi tangannya dicekal Keanu, kontan langkahnya terhenti.
"Makan dulu bareng gue."
Evangeline menghela napas melihat tatapan itu lagi. Penuh intimidasi khas seorang Keanu.
"Keanu, plis jangan jorok lah. Emang enak–"
Evangeline sontak terdiam. Matanya melotot menyadari posisinya kini sudah duduk di atas pangkuan Keanu. Ia langsung berontak, tapi Keanu mempererat pegangan di perutnya.
"Apa susahnya nurutin gue?"
"Nggak ada."
"Ayo sarapan dulu."
Diam-diam Evangeline jengkel. Sok perfect tapi jorok. Sok-sokan mau dituruti tapi nggak mau dengerin baik-baik.
Alhasil Evangeline terpaksa menurut. Lalu beringsut duduk di sebelah Keanu.
"Hari ini nggak ada acara, kan?" Keanu membuka suara seraya menggigit ayam gorengnya dengan semangat empat lima. Sampai-sampai minyak belepotan di pinggiran bibirnya.
"Nggak ada."
"Mumpung libur, jalan-jalan yuk?"
Raut muka Evangeline yang semula suram berubah ceria. Tangannya yang sedang bergerak ingin mengambil nasi jadi terhenti, karena beralih mengalungkan tangan di leher Keanu.
"Beneran?"
Keanu menatap pancaran sinar bahagia itu. Giliran yang asik-asik mau-mau aja tanpa penolakan.
"Iya."
"Gue pengen ke pantai. Boleh?"
Keanu tampak berpikir. "Boleh aja. Tapi sebenernya gue nggak ngajak lo ke sana." Katanya sambil menatap Evangeline.
"Lah?"
"Lo boleh main ke pantai. Tapi temenin gue ke kantor papa dulu."
"Ngapain?" Ekspresi Evangeline berubah galak. Ketegangan wajah gadis itu kentara sekali di mata Keanu. "Lagian bonyok lo katanya lagi bisnis di luar kota."
"Papa pulang bentar buat meeting pagi ini."
Evangeline tiba-tiba melepas pelukan di leher Keanu. Wajahnya kembali ia hadapkan ke ayam goreng yang masih utuh di piringnya. "Udah berapa kali gue bilang kalo gue nggak suka?" Katanya datar.
"Kenapa? Dia papa gue sekaligus calon mertua lo."
"Sekalipun itu faktanya, tapi gue tetep nggak suka, Keanu."
Kata-kata Evangeline terdengar tak main-main. Keanu pun sudah tahu sejak lama jika gadis itu tidak menyukai papanya. Tapi, kekasihnya itu harus terbiasa.
Demi kehidupan damai gadis itu.
Keanu berusaha menarik dagu Evangeline untuk menatap matanya. Tapi Evangeline menolak, membuat Keanu menggeram. "Look at my eyes, Baby." Mau tak mau Evangeline menatap juga. Ada luka tersembunyi di sana. "Ini demi masa depan lo."
"Tau apa lo tentang masa depan gue?"
"Papa nggak sejahat yang lo kira."
"Sebaik apa sampai mama gue harus bekerja keras buat dia?!" Keanu terhenyak mendengar bentakan itu. Memang sudah biasa, tapi kali ini kedengarannya lebih mengejutkan.
"Gue tau. Tapi itu yang terbaik, kan buat menolong kucing-kucing jalanan?"
Telinga Evangeline terasa panas. Ingin teriak marah. Tapi ia sudah biasa, sampai kebal. Ingin menangis, tapi air mata saja malu untuk keluar di depan iblis seperti Keanu.
Keanu menangkup dua pipi Evangeline. Mengecup dahinya singkat. "Gue janji nggak lama. Setelah itu lo minta kemana aja gue turuti."
Evangeline hanya mengangguk, tak ada gunanya menolak. Ia melepas tangan Keanu di pipinya. Melanjutkan acara makan paginya yang kini sudah hilang selera.
***
Gedung pencakar langit berdiri menjulang megah di depan sana. Halaman depan kantor tampak sepi, tak ada orang lalu-lalang kecuali beberapa mobil yang masih keluar-masuk. Evangeline tebak mobil klien. Pemilik bangunan besar itu, kan orang penting.
Diam-diam Evangeline mendengus. Mana ada di hari libur seperti ini masih ada kantor yang mengadakan pertemuan. Jika bukan papa Keanu.
Mobil yang ia tumpangi bergerak menuju basements. Diparkirkan sejajar dengan mobil-mobil lainnya. Sekalipun Keanu adalah anak pemilik perusahaan, ia tak suka dikhususkan dalam hal parkir mobil. Konyol, katanya.
Evangeline dan Keanu masih saling diam, sejak percakapan terakhir mereka di atas meja makan. Sampai sekarang mereka memasuki ruangan yang belum pernah Evangeline masuki.
"Ruang kantor lo?" Tebaknya sambil mengamati barang-barang yang terpampang di dalam ruangan luas itu.
Lemari kaca berisi dokumen-dokumen, beberapa majalah dan koran di atas meja tamu, juga beberapa berkas yang tertata rapi di atas meja kerja. Evangeline tidak tahu sudah berapa kali Keanu bekerja di ruangan ini.
"Semoga."
Oh, ternyata bukan. Evangeline juga baru menyadari ada sebuah nama asing di atas meja kerja. Papan nama bercat akrilik. Berikut gelar dan jabatannya.
Sulliana Aileen, B.Eng. CTO.
"Dia siapa?"
Keanu mengalihkan pandang dari berkas-berkas di tangannya. Menatap arah jari telunjuk Evangeline.
"Lo bakalan tau sendiri nanti."
Evangeline berdecak mendengar jawaban tak memuaskan itu. Keanu selalu irit bicara. Termasuk memberi informasi yang sepatutnya Evangeline tahu.
Tapi toh, Evangeline kembali tak masalah. Lagipula status kekasih tujuannya untuk menutupi status tawanan. Untuk apa pula ia peduli dengan urusan 'tuannya'.
"Ikut gue." Keanu menarik tangan Evangeline begitu urusannya di ruangan CTO sudah selesai.
Evangeline menarik tangannya, dan dibalas delikan tajam Keanu.
"Gue nggak mau ikut campur. Gue di sini aja."
"Lo tinggal duduk diem di samping gue. Nggak usah bicara apapun."
"Gue tau. Tapi gue males."
"Evangeline."
"Keanu."
Evangeline jelas tak mau kalah. Siapa bilang menjadi tawanan tak berani apa-apa? Evangeline justru sering melawan hingga membuat Keanu kewalahan. Meskipun begitu, Keanu selalu punya banyak cara membuat Evangeline tunduk.
"Lo mau Mama lo celaka?"
Evangeline mengernyitkan alis tak suka. Jantungnya selalu siap melompat saat Keanu mulai membahas orang tuanya.
"Ngapain lo bawa nama nyokap gue?"
"Atau lo mau Papa lo sekarat?" Keanu tersenyum miring. Kelemahan Evangeline begitu mudah ia pergunakan.
Begitu bodoh gadis itu. Memilih orang-orang yang tidak pernah memikirkannya.
"Jam berapa?"
"Apa?"
Evangeline berdecak. Keanu itu sok-sokan cakep, tapi lemot. "Kita selesai."
Keanu tersenyum bangga, merasa kembali berhasil menaklukkan gadis keras kepala itu. Tangannya langsung merangkul bahu Evangeline, dan membawanya keluar ruangan.
"Cuma tiga jam kok."
"Demi kepala batu gue, Keanu!"
***
Jantung Evangeline selalu berdetak tak normal jika berdekatan dengan pria dewasa yang kini duduk di ujung meja sebagai kepala pertemuan. Amarahnya selalu menggelegak, mendorong fisiknya untuk melukai Daraeus Samudera. Atau kata-kata pedas sekalipun tak jago ia ungkapkan.
Tubuhnya terus bergerak tak nyaman di samping Keanu. Ingin segera lenyap dari ruangan penuh orang-orang penting itu. Tapi Keanu terus-terusan melotot, memperingatkan lewat matanya untuk tak banyak tingkah.
Semua peserta rapat menggunakan pakaian semi formal. Mengingat pertemuan ini di luar jam kerja. Evangeline juga ikut menyesuaikan, kendatipun dipaksa Keanu.
Yah..., seperti biasa.
"Jadi, besok perlu kunjungan langsung ke lapangan."
"Ya, kita akan segera mengirim tim ke Sumbawa."
"Jangan lupa batas daerah itu belum diselesaikan."
"Tenang saja. Sekretarisku akan mengurus semuanya."
Pembicaraan-pembicaraan yang tak penting itu ingin sekali tidak Evangeline dengar. Meskipun otaknya memikirkan berbagai hal yang membuat sibuk, tapi tetap telinganya bisa menangkap ucapan orang-orang dewasa itu.
Evangeline baru menatap jam yang menunjukkan pukul 9 pagi ketika papa Keanu menutup pertemuan. Napasnya terhembus lega. Ucapan Keanu tentang 3 jam lamanya mereka rapat nyatanya bohong. Mereka hanya menghabiskan waktu satu jam lebih tiga puluh menit.
"Evangeline." Suara berat khas pria dewasa membuat sang empunya nama tersentak.
Evangeline baru saja berdiri dan menunduk membenahi pakaiannya. Ketika mendapati pria berpengaruh di dunia bisnis itu sudah berdiri di hadapannya. Menyapa.
Evangeline lantas mengangguk sekali dan merendahkan pandangannya.
"Om Ares."
"Bagaiamana kabar kamu?" Tanyanya dengan tatapan menelisik. Matanya sama persis seperti Keanu, setajam elang.
"Baik, Om."
"Aman, kan sama Keanu?"
"Selalu aman, Om."
Daraeus mengangguk sekali. Sebelah tangannya merangkul sang putra semata wayang.
"Mama kamu selalu nitipin kamu ke om. Tapi kamu tau sendiri om sibuk, kan? Jadi om bilang sama Mama kamu kalo Keanu yang akan menjaga kamu."
Evangeline nyaris muntah mendengar perhatian Daraeus. Lagi-lagi kepalsuan.
"Makasih banyak, Om. Saya tau Keanu nggak akan pernah membiarkan saya celaka." Ada makna di balik lirikannya untuk Keanu. Evangeline berandai jika Keanu manusia peka.
Kalimatnya sekaligus memberi kepuasan untuk Daraeus. "Bagus. Itulah kenapa Mama kamu meminta Keanu untuk segera menikahimu."
"Aku juga cinta sama Evangeline, Pa."
Evangeline ingin keluar dari pembicaraan bodoh itu. Semua kata-kata yang diucapkannya, Daraeus, atau Keanu adalah dusta. Mereka sama-sama tahu tindakan mereka saling tusuk.
Tapi untuk menjaga citra, Evangeline rela meladeni drama mereka sekalipun nyaris mual. Tak mungkin, kan ia diam saja seperti orang dungu.
Evangeline juga harus bisa berdrama, dong.
"Evangeline akan papa antar sampai parkiran."
"Tapi, Pa kami keburu jalan-jalan."
Daraeus mendelik. Tak suka dibantah. Sama persis seperti putranya.
"Kamu pikir berapa lama kami bakal mengobrol?"
Evangeline ingin tertawa melihat wajah terkejut kekasihnya. Awalnya ia mendukung Keanu yang tidak ingin ia banyak mengobrol dengan Daraeus, alih-alih menolak gamblang. Tapi melihat Keanu yang sekarang berwajah semerah tomat, membuat Evangeline sangat terhibur.
"Kamu mau wine?"
Daraeus menawarkan minuman favoritnya ketika Keanu sudah tidak terlihat oleh pandangan mata. Evangeline sontak tersenyum tipis sambil menggeleng.
"Mama kamu sangat suka red wine Tempranillo." Daraeus menuangkan red wine yang ia maksud di atas gelas cocktail. "Sejarah Tempranillo sendiri praktis mengingatkannya tentang kenangan kami."
Evangeline menahan gelegak mual yang kian merambat ke rongga dadanya. Ia tak yakin sekali lagi ia bicara masih bisa menahan mual.
"Kamu tau, Alin? Mama kamu terjebak, tidak bisa keluar. Sama seperti kamu."
"Saya tau, Om."
"Kamu itu dikorbankan sama Mama kamu."
Faktanya memang begitu. Sebanyak apapun Evangeline menyalahkan Keanu, mengecapnya sebagai iblis yang menjelma sebagai dewa. Evangeline memang ditawan karena diserahkan oleh mamanya sendiri. Mama lah yang menjadikannya umpan monster seperti Keanu.
Terang-terangan Evangeline mendengus.
"Saya anak yang berbakti kan, Om?"
Daraeus tak bisa menahan tawanya. Sebelah tangannya yang bebas mengusak rambut Evangeline.
"Kamu memang calon menantu idaman saya, Evangeline."
"Saya turut bersyukur, Om."
"Ingat satu hal, Evangeline." Daraeus mendekat. "Mama kamu sangat mencintai kamu meskipun bagimu caranya salah. Saya nggak berbohong kalo Mama kamu benar dalam memilih seseorang untuk menjaga putrinya. Karena kamu incaran semua orang, Alin."
Incaran semua orang.
Evangeline sering mendengar kalimat itu dari banyak orang di sekitarnya. Tapi ia tak mengerti artinya. Daripada terbebani, ia memilih tidak tahu menahu.
"Kalo saya boleh tau, apa Keanu tidak pernah bercerita dengan Om tentang saya?" Evangeline mengubah topik. Jantungnya berdentum lebih keras, karena inilah yang ia tunggu.
Keanu akan mendapat ganjarannya.
"Tanpa saya tau dari mulutnya, saya sudah tau melalui pengamatan saya sendiri, Evangeline." Daraeus tersenyum lebar. Menikmati perubahan drastis raut wajah gadis cantik di depannya.
"Jadi Om tau kalo Keanu pernah... punya... cerita... sama... saya?" Evangeline bertanya patah-patah. Kakinya sedikit melemas akibat syok mengetahui kebenarannya.
"Kenapa kamu tanya seolah-olah saya bukan siapa-siapa?"
Daraeus benar. Evangeline yang bodoh. Seharusnya ia tak perlu bertanya. Seharusnya ia tak perlu ragu dengan pengetahuan orang tua Keanu tentang putra mereka yang 'pernah punya masa lalu' bersamanya.
Seketika rasa malu menghampirinya. Apalagi ia sempat berniat membongkar kebusukan cowok itu di depan semua orang untuk membatalkan pertunangan mereka.
Sekarang diketahui sudah. Keluarga Keanu dan mungkin mamanya juga tahu, kalau Keanu pernah menyakitinya.
Sudah tidak ada lagi rencana untuk bisa lolos dari jeratan laki-laki itu.
Lantas, kenapa mamanya tega mengirim dia ke hadapan iblis itu? Sebenarnya apa yang tidak ia ketahui? Kenapa ia merasa paling bodoh di sini?
"Kekasihmu sudah lama menunggu. Ayo kita ke parkiran. Om juga keburu pergi."
Pikiran Evangeline masih kosong saat Daraeus merangkulnya, membawanya melangkah bersama menuju basements.
"Tante Ruby besok pulang, nemenin kamu fitting baju buat tunangan minggu depan."
Evangeline terhenyak. Pikirannya kembali fokus, sekaligus dipaksa menghadap realita. Padahal keterkejutan yang beberapa menit lalu ia rasakan belum lenyap. Sekarang sudah harus memikirkan acara penting beberapa hari ke depan.
Tak usah menunggu malam datang untuk bermimpi buruk, cerita hidupnya saja sudah membawa mimpi buruk. Evangeline jadi bergidik ngeri. Seberat apakah kisahnya nanti dengan Keanu, kalau sekarang saja sudah membuatnya ingin mati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Sept September
kakak aku datang yaaaaa 😂
2020-08-15
0
Triana R
likeeeee
2020-08-12
1
Yana Picisan
Jadi penasaran. lanjut👍
2020-08-12
1