Rano

Cafe Hipster tengah ramai ketika kaki jenjang Evangeline menapak lantai kayu balkon. Jam menunjukkan pukul 8, saat sedang ramai-ramainya orang berkebutuhan mengisi perut atau sekadar bersantai. Gadis itu mengenakan bawahan black tulle skirt di atas lutut. Di tepian rok terdapat aksen mutiara yang menambah keindahannya. Atasan tank top satin bertali spagetti warna senada.

Di sisi kanannya Miss Arlina sedang menyalami tangannya dan Rano. Lantas melenggang pergi setelah mengecup sebelah kanan pipi Evangeline.

"Pulang, kan?" Tanya Rano ketika dilihatnya Miss Arlina sudah lenyap bersama Scoopy merah mudanya.

Evangeline tampak berpikir sejenak. "Anterin gue balik ke butik, yuk? Ada yang belom selesai." Ujarnya sambil menarik ujung baju Rano. Setengah menyeret cowok itu ke parkiran.

"Pacar lo masih nunggu?"

Evangeline meringis sangsi. Sudah bisa ditebak kalau Keanu tidak akan menunggunya. Laki-laki itu sudah ia kecewakan dua kali hari ini. Entah apa yang akan Keanu lakukan untuk menghukumnya. Memikirkannya saja membuat perut Evangeline mendadak mulas.

"Kayaknya enggak. Tapi tenang aja, kan ada elo." Jawab Evangeline pede alih-alih menenangkan, sambil melangkahkan kaki naik ke motor besar Rano.

Cowok berkemeja merah itu menarik bibir ke atas. Kekehan kecil keluar dari mulutnya. "Jangan sungkan ke gue, Lin. Kalian berdua temen gue."

Di joknya, Evangeline tidak menjawab. Hanya tersenyum karena tengah memikirkan sesuatu.

"Rano?"

"Ya?"

"Nanti lo nggak usah nganter gue ke rumah, lo nganter gue ke butik aja. Gue pulangnya bisa sama nyokapnya Keanu."

Rano ingin membantah. Tapi ia urungkan. "Oke, Nona. Pangeran siap mengantar Anda sekarang."

Ducati Monster 900 kesayangan Rano mulai melaju membelah padatnya Kota Jakarta di malam hari. Membawa sedikit kencang dua manusia belia dengan beriak perasaan masing-masing yang berbeda.

Rano dengan rasa bahagianya. Dan Evangeline dengan rasa cemasnya.

Evangeline tahu selepas ini ia tak akan bisa tertidur lelap, begitupun Rano. Sesosok monster sedang menunggunya di rumah. Anak buah monster itu mungkin sedang mengikutinya, mengawasi jalan pulangnya. Walaupun sedari tadi Evangeline tidak juga melihat pria berbaju hitam mencurigakan di sekitarnya. Itu saja Evangeline sudah merasa lega, sedikit sekali.

Sekarang yang ia takutkan adalah jalan pulang Rano yang mungkin akan terhambat. Tapi ia berdoa. semoga Keanu tidak berlaku di luar batasnya. Rano tidak bersalah, laki-laki itu pantas pulang dengan selamat.

Sekalipun kedua laki-laki itu teman, setahu Evangeline, Keanu ataupun Rano tak pernah terlihat akrab. Sepak terjang keduanya dalam dunia basket kerap mewarnai media high school. Simpang siur tentang cinta segitiga pun kerap menjadi berita hangat di sekolah.

Tak sampai satu jam, mereka sampai di tempat tujuan. Motor Rano berhenti tepat di depan bangunan klasik berwarna putih pucat. Pilar-pilarnya berlapis emas di ujung bawah dan atas. Lampu-lampu dinding berpendar warna kuning cerah, nyaris menyilaukan mata tapi tetap nyaman dilihat. Lantai marmer gelapnya mengilap, seolah memamerkan betapa mahal pijakan kaki tersebut.

Evangeline menarik napas panjang dan membuangnya pelan. Melepas kait helm sambil menatap Rano dengan senyum tipis. Merasa sedikit berat melepas cowok itu pulang.

Evangeline takut, kejadian beberapa tahun lalu akan menewaskan seseorang lagi.

"Makasih ya, Rano! Lain kali gue bakal ngojek elo lagi, deh." Evangeline berucap riang, menghibur diri sendiri.

Evangeline bergegas turun dan menyodorkan helm ke tangan Rano, yang langsung sigap diterima cowok itu.

"Siap deh! Ati-ati tapi, entar pacar lo marah. Hahaha."

Tangan kanan Evangeline mengibas, berlagak tak peduli. "Tenang aja. Pacar gue urusan gue."

Rano tersenyum lembut. Senyum yang tak pernah ia beberkan untuk orang lain selain Evangeline.

Dia mengusap kepala gadis itu dengan tatapan penuh kasih sayang. Seandainya Evangeline belum menjadi milik Pangeran Dingin, Rano sudah pasti menjadikannya kekasih hati. Mana mau dia melepas perempuan setulus dan semenawan Evangeline.

"Sana masuk. Keburu ditunggu camer, loh." Kata Rano sambil mendorong pelan pundak Evangeline.

"Iya-iya. Lo ati-ati di jalan. Nggak usah ngebut." Evangeline tersenyum lebar. Menutupi gurat resah di wajahnya. Ragu, ia bicara, "Jangan lewat jalan sepi. Lewat jalan utama terus aja nggak papa walaupun macet."

Rano mengerutkan dahi heran. Ucapan dan ekspresi wajah gadis itu sedikit mengundang tanya. Sekalipun Evangeline tersenyum lebar, tetap matanya tidak bisa berbohong.

"Iya. Sekalian gue mau jenguk mama." Cowok itu pun ikut tersenyum, menutupi tanda tanya di wajahnya.

Rano mulai menstater motornya. Melambai sebentar ke arah Evangeline kemudian bergegas pulang. Membawa banyak pertanyaan dalam pikiran. Dan meninggalkan gurat resah yang belum juga hilang dari wajah cantik Evangeline.

Gadis itu segera berbalik dan menapak undakan pertama. Belum juga sampai di undakan tertinggi, pikirannya sudah melayang jauh ke hal yang tak pantas, dan hatinya kian meragu.

Sejenak, ia merasa bodoh. Tak seharusnya melepas Rano pergi begitu saja, apalagi hanya meninggalkan pesan yang bisa jadi tidak dituruti cowok itu. Seharusnya ia meminta teman-teman Rano untuk melindungi cowok itu. Tapi, ia baru ingat kalau ponselnya mati, lowbat.

"Alin, kenapa berdiri di situ? Ayo sini, Sayang. Mama udah pegel, loh nunggu kamu."

Teguran lembut seorang wanita berhasil membuyarkan lamunan Evangeline. Gadis itu terkesiap dan cepat-cepat melangkah mendekati Ruby, calon mertuanya.

Ia langsung mengecup pipi wanita itu dengan wajah penuh penyesalan.

"Maaf, Ma. Udah bikin Mama nunggu lama."

Ruby mengusap lengan Evangeline menenangkan. "Nggak apa-apa. Keanu ikut nemenin mama kok di sini."

"Oh ya?"

Evangeline ingin menjerit. Tapi hanya bisa tertahan karena ingat dia sedang ada di mana.

Barangkali Ruby mengamati wajah kaget yang tak biasa itu, ia segera bertanya, "Kenapa kamu terkejut begitu?"

"Nggak, Ma. Aku kira Keanu udah pulang." Jawabnya jujur. Perasaannya antara lega dan waspada. Siapa tahu ini hanya jebakan. Karena tak seharusnya Keanu masih betah menunggu setelah dikecewakan.

Ruby tersenyum. Dia segera menuntun calon menantunya ke dalam butik. Gadis belia yang sangat cantik itu masih harus fitting beberapa gaun pernikahan. Sedangkan gaun untuk pesta pertunangan nanti sudah dipersiapkan. Gaun-gaun mewah yang akan mempercantik calon ratu keluarga Samudera.

"Keanu nggak sejahat itu membiarkan mama sendiri. Dia tahu kekasihnya sedang sangat sibuk, jadi harus menemani mama."

Evangeline mengerang, "Maaf, Ma." Ia menunduk merasa bersalah.

"Nggak apa-apa. Keanu udah selesai fittingnya, sekarang tinggal kamu."

Evangeline hanya menangguk. Karena sedetik kemudian tangannya sudah ditarik oleh tangan-tangan piawai pegawai butik. Masuk ke dalam ruang persegi berdinding ungu tua. Hanya ada nakas. Sebelah kirinya terdapat cermin berdiri di atas lantai sepanjang lima meter. Beberapa dekorasi seperti halnya vas bunga, lukisan, lampu hias ikut mempercantik suasana ruangan.

Gadis itu masih bungkam ketika tangan-tangan lentik nan piawai membenahi dirinya. Memberi beberapa aksen yang dirasa kurang di gaun yang ia pakai. Setelah selesai, mereka akan menyongsongnya keluar ruangan, ke hadapan calon mama mertua dan calon pengantin prianya. Memamerkan betapa cantik Evangeline Sonja mengenakan gaun sakral bertabur permata nan memilaukan.

Kegiatan itu berlalu selama kurang lebih dua jam dengan pergantian 5 gaun. Evangeline sampai mengantuk dan hanya mampu pasrah saat Keanu menggendongnya ala bridal.

Mereka berdua otomatis berpisah dengan Ruby saat di basements. Ruby kembali ke aktivitas bisnisnya dan dua sejoli itu bersiap pulang ke rumah. Di dalam mobil, Keanu langsung memposisikan diri sebagai tempat peristirahatan paling nyaman bagi calon wanitanya.

Evangeline bergelung bagai bayi di pangkuannya. Gadis keras kepala itu tak segan mendengkur halus, padahal baru beberapa menit mereka meninggalkan butik. Dia terlihat nyaman.

Melihat kepolosan Evangeline, Keanu jadi ingin terus memeluk dan membawanya. Tak mau meninggalkan gadis itu sendirian ataupun gadis itu meninggalkannya lagi. Evangeline adalah milik Keanu seorang. Tidak boleh ada satu orang pun yang boleh mengusiknya. Evangeline hanya boleh menyayanginya, mengasihinya, bersahabat dengannya. Tidak boleh pada yang lain.

Lalu hari ini, gadis itu kembali berulah. Kepercayaan diri Keanu menyurut perlahan seiring dengan langkah Evangeline yang semakin jauh bersama si sialan Rano. Tapi Keanu tak menyerah, ia tak sudi berdiam diri dan membiarkan calon wanitanya berkeliaran dengan laki-laki lain di luar sana.

Keanu sudah mempersiapkan itu. Hukuman bagi Evangeline ataupun Keanu. Memikirkannya saja membuat darahnya berdesir nikmat.

Ia suka melihat kesedihan orang lain. Apalagi Evangeline.

"Bakal gue kasih tau pelajaran paling pantas buat lo, Alin." Desis Keanu di telinga gadis itu. Senyum miringnya tercetak, membayangkan akan seperti apa rupa Evangeline nanti.

"Jon, lewat jalan X."

"Siap, Tuan."

"Sudah beres, kan?"

"Sudah, Tuan."

"Bagus."

Keanu memeluk Evangeline. Berusaha menghangatkan gadis itu yang berpakaian minim. Memang dasarnya gadis penggoda. Sudah menjadi miliknya saja masih berani bertemu dengan laki-laki lain dan berpakaian seperti itu.

"Evangeline, Sayang. Bangun. Ada sesuatu yang mau gue kasih tau."

Gadis bersurai coklat tua itu menggeliat dalam tidurnya. Tersentak dari suara berat di telinga kirinya. Tatkala ia membuka mata, wajah Keanu begitu dekat dengannya. Membuatnya refleks menjauhkan diri dan membenarkan letak duduknya.

"Udah sampe?" Tanya Evangeline sambil mengucek dua matanya. Sesekali menguap. Ia masih sangat mengantuk.

"Belum. Liat di sana."

Keanu memerintah sambil menunjuk arah depan dengan telunjuknya. Evangeline sontak menoleh dan berusaha memperjelas pandangannya. Efek mengantuk membuat matanya tidak senormal biasanya.

Keramaian. Api. Motor. Truk.

Evangeline mampu melihatnya dengan jelas. Ada peristiwa kecelakaan lalu lintas di depan sana. Tapi... mengapa Keanu mau repot-repot menunjukkan padanya?

"Barusan ya kecelakaannya?" Tanya Evangeline ragu. Pertanyaannya terkesan menutupi kebingungan.

"Ya. Gue sampe kaget liatnya."

"Berarti lo liat pas kecelakaannya dong? Kayak gimana ceritanya?" Evangeline bertanya penuh minat. Penasaran.

Di sisinya, Keanu mengerutkan dagu. Kekasihnya seperti hilang ingatan. Atau efek bangun tidur?

"Lo nggak inget sesuatu?" Tanya Keanu menelisik. Wajahnya ia dekatkan, mencari sesuatu dalam dua mata Evangeline.

Membuat cewek itu menyorot galak. "Apaan?"

"Seharian ini lo ngapain, hm?"

Pertanyaan itu... entah kenapa refleks mengingatkan Evangeline pada sesuatu. Butik. Mama Ruby. Keanu. Cafe Hipster. Miss Arlina. Rano.

Ingatan-ingatan dan kejadian di depan sana berkesinambungan menjadi satu. Entah bagaimana caranya otaknya mampu membuatnya mendadak panik.

Hingga meruntuhkan semua yang menjadi kebingungan Evangeline. Dia lantas menoleh sekali lagi dan berkedip-kedip tak percaya. Air matanya tumpah, langsung mengalir deras saat bendungannya tidak mampu menahan. Jantungnya serasa dihimpit berpuluh ton batu. Sesak. Dan sakit.

Rano....

Terpopuler

Comments

IG : Chocollacious

IG : Chocollacious

like sampai sini dulu kak😆

2020-08-15

0

Yana Picisan

Yana Picisan

Semangat

2020-08-14

1

Efin

Efin

semangat

2020-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!