Karena Terlambat Menikah
“Mama,” panggil anak perempuan kecil berusia delapan tahun pada Saleha.
Saleha, perempuan sholihah yang tengah menyelesaikan gelar doktornya di Belanda. Selain fisik, hatinya juga sangat cantik. Hal ini senantiasa terpancar di wajahnya yang selalu dihiasi dengan senyum manis.
Ia sangat ambisius dalam mengejar karier. Cinta itu nomor sekian. Masa muda difokuskan untuk membangun karier, kurang memperhatikan kehidupan percintaannya. Hal inilah yang membuat Saleha terlambat menikah.
Ia melirik ke sekitar, mencari perempuan yang anak itu sebut mama. Dari tadi, tak ada seorang pun di situ. Kebingungan benar-benar melandanya.
“Duh, maaf ya. Muka kamu mirip sekali dengan mantan istriku. Makanya Nayla panggil mama tadi,” ujar Andi Agung.
Andi Muhammad Agung, Ceo asal Makassar. Usia 33 tahun, duda anak satu. Postur tubuh tinggi, kulit putih, dan berwajah tampan. Ia juga sangat manis ketika tersenyum.
Andi, dalam suku Bugis merupakan gelar bagi keturunan bangsawan. Zaman dulu, gelar Andi yang diletakkan di depan nama orang yang bersuku Bugis diciptakan oleh Belanda untuk menandai kaum bangsawan yang terpelajar di provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang.
Berdasarkan aturan budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan, gelar Andi hanya boleh diturunkan dari garis ayah. Jika ayahnya tidak Andi, maka anaknya juga tidak Andi.
“Tidak apa-apa ji pak. Eh, maksud saya tidak apa-apa pak.” Saleha keceplosan menggunakan logat Makassar.
“Orang Makassar juga ya?” Agung jadi begitu antusias melanjutkan percakapan dengan perempuan yang baru saja ia temui beberapa menit lalu di Belanda.
“Asal Sulsel, tapi di Pinrang. Kalau bapak tinggal di Makassar kota ya?”
“Iya, di Makassar kota. By the way, buat apa di sini?”
“Lanjut S3. Kalau bapak ngapain di sini?” Saleha sedikit berbasa-basi karena merasa sangat senang. Selama tiga tahun menimba ilmu, baru kali ini ia bertemu dengan sesukunya di negara dengan ibu kota Amsterdam ini.
“Wizzz, keren sekali. Ambisius dalam mengejar karir, persis seperti Alya. Cocok nih jadi ibu barunya Nayla,” batin Agung sebelum menjawab pertanyaan Saleha.
“Just traveling sih. Ini Nayla katanya mau lihat langsung kincir anginnya Belanda.”
“Oh, Windmills ya. Memang sangat terkenal, wajar kalau anaknya mau lihat langsung. Putrinya cantik pak.” Saking gemesnya, Saleha mencubit lembut pipi kanan Nayla.
“Iya cantik, kayak kamu. Bercanda. Oh ya, nama saya Agung. What is your name? Sudah dari tadi kita berbincang-bincang tapi belum kenalan.”
“Nama saya Saleha pak.”
“Salam kenal ya Saleha,” ucap Agung sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat.
“Salam kenal pak.” Saleha tidak menyambut jabat tangan Agung. Ia menarik tangannya, kemudian meletakkan keduanya di dada sembari menundukkan kepala sebagai jawaban atas permintaan lelaki itu.
Agung menarik kembali tangannya. Kemudian menggaruk kepala karena malu. Baru kali ini ada perempuan yang menolak untuk bersalaman.
“Cantik, ambisius, mahal lagi. Benar-benar perempuan yang berkualitas. Saya harus bisa menjadikannya istri.” Agung bermonolog dalam hati.
“Jadi nama panggilannya apa? Saleh atau Leha?” Agung sedikit bercanda, mencairkan suasana yang begitu awkward karena penolakan Saleha.
“Bukan keduanya sih, panggil Ega saja. Yang lain juga panggilnya gitu.” Untuk kesekian kali, ia menatap layar gawai.
“Kamu sudah menikah atau belum?”
“Belum. Saya duluan yah pak, ada kelas soalnya.” Saleha begitu buru-buru.
“Tunggu sebentar! Nomor HP kamu dong.” Agung menyodorkan gawainya.
Saleha mulai mengetik nomor HPnya. Tanpa sepengetahuannya, Agung ternyata menyimpannya dengan nama Calon Istri.
Sudah dua tahun Agung menduda. Alya memutuskan untuk meninggalkannya saat Nayla baru saja masuk sekolah dasar. Pertemuan dengan Saleha hari ini, tiba-tiba saja menggerakkan hatinya untuk menikah lagi.
***
Keesokan harinya, Agung menemani anaknya jalan-jalan di taman bunga Keukenhof. Tanpa janjian, ia bertemu dengan Saleha. Memang banyak wisatawan yang suka berkunjung ke sini.
Koleksi bunga tulip sangat indah dipandang. Tak hanya itu, terdapat bunga sub tropis lainnya. Seperti anggrek, mawar, lavender, dan sakura.
Di antara semua bunga tersebut, Saleha paling suka lavender yang melambangkan pertumbuhan dan juga keanggunan seorang wanita. Warnanya yang ungu menunjukkan kesan feminin. Karena ungu jugalah ia menyukai bunga anggrek.
Saleha mulai menyukai bunga lavender sejak menonton serial anime Detective Conan beberapa tahun yang lalu. Detik itu juga, tersave di otaknya bahwa lavender adalah bunga yang menonjolkan sisi feminisme dengan cara berbeda.
Baginya indah itu bukan sekedar penampilan yang mempesona. Ada yang lebih indah dari itu, ketegasan. Berani menjalani hidup tanpa kepalsuan, kemampuan menyampaikan pemikiran dengan jujur, serta mau mengakui kesalahan sendiri.
“Jangan dipetik bunganya sayang! Tidak boleh.” Saleha menarik pelan tangan Nayla yang hampir saja menyentuh bunga tulip.
Agung merasa meleleh karena sikap Saleha yang begitu keibuan. Ia sudah tidak tahan lagi untuk cepat-cepat mempersuntingnya.
“Kemarin kamu bilang kalau kamu itu belum menikah. Kalau boleh tahu alasannya apa ya?”
“Belum ketemu yang tepat pak. Masih sibuk mengejar karir juga. Tamannya luas ya.” Saleha tak ingin berlama-lama membahas pernikahan.
“Iya cantik sekali. Jika saja bisa dipetik. Saya akan memberikanmu yang ini,” tunjuk Agung pada tulip berwarna merah.
“Saya tidak begitu menyukai warna mencolok. Dari semua warna yang ada, kenapa memilih tulip merah?”
“Karena bunga tulip merah melambangkan kecintaan yang mendalam serta kesempurnaan kasih sayang.”
“Cinta? Ke saya maksudnya?” Saleha melotot ke arah Agung, mata mereka kini berpapasan. Secepat kilat ia menundukkan pandangan.
“Mungkin ini terdengar tidak logis. Baru saja kita bertemu kemarin dan saya sudah menyatakan cinta. Entah kenapa, bertemu dengan kamu membuat saya ingin menikah lagi setelah dua tahun menduda.”
“Maaf, bukannya ingin menolak. Saat ini fokus saya hanya kuliah dengan serius, menikah nanti belakangan.”
“Tidak apa-apa jika kamu menolak hari ini. Jika suatu saat ingin menikah dan belum menemukan lelaki yang cocok, hubungi saja saya. I am ready to marry you. It is my phone number,” tutur Agung setelah menelepon Saleha via WhatsApp.
“Terima kasih sebelumnya atas pengertiannya.” Saleha merasa tidak enak hati menolak itikad baik lelaki yang berdiri agak jauh darinya itu.
“It is okay. By the way Ega, kami duluan ya. Nayla ingin sekali ke Kanal Amsterdam sekarang, mau ikut?”
“No, thanks sir. Ada kelas setelah ini.”
“Well, Nayla salim tante nak! Ega biasanya dipanggil apa? Kakak?”
“Tante saja, agak risih kalau anak seumuran Nayla manggilnya kakak.”
“Assalamu ‘alaykum,” ucap anak dan ayah ini pada Saleha yang juga bersiap untuk ke kampus.
“Wa’alaykumussalam warahmatullah.”
*Jangan lupa tinggalkan jejak kakak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Rini Antika
Aku hadir jg d karya kakak yg ini, semangat terus ya..💪💪
2022-08-16
0
Yukity
nyimak Thor..👍🏼😍
2022-01-02
1
Yadi Kusma
Lanjut thor karyamu termasuk di favorite q
2021-12-29
1