Penyamaran Dokter Ahli Bedah: DANISA
Sebuah mobil bergerak memasuki halaman rumah milik kediaman Cakrawangsa. Rumah dengan arsitektur bangunan Yunani klasik itu tampak megah. Ukiran bernilai seni tinggi yang terdapat pada bagian ruas dinding mempertegas keindahan bangunan. Tiang-tiang besar yang tertancap pada lantai marmer menunjukkan kekokohannya.
Seorang pengemudi memarkirkan mobil di tempat parkir yang tersedia. Beberapa jenis mobil mewah terdapat di sana. Ia mematikan mesin, mengambil kunci mobil lalu melesat membuka pintu bagian penumpang yang dari tadi disupiri olehnya.
“Selamat datang nona Danisa, kita sudah sampai!” Ucap supir merentangkan sebelah tangan bersikap sopan. Seorang gadis cantik dengan penampilan sangat sederhana yang diketahui bernama Danisa itu turun dari sana. Ia mengamati keadaan sekeliling. Rumah yang terlihat begitu asing ini membuatnya menjadi canggung.
Danisa menutup pintu mobil. Ia diarahkan untuk memasuki rumah. Seorang asisten wanita dengan seragam berwarna biru sudah berdiri di depan pintu menyambutnya.
“Perkenalkan nona, saya Tini. Saya diperintahkan oleh tuan Cakrawangsa untuk melayani nona Danisa. Mari saya antar ke ruang keluarga. Nona sudah ditunggu disana!”
Danisa mengikuti langkah Tini. Asisten wanita mengarahkannya pada sebuah ruangan yang sedikit tertutup. Lalu membuka pintu perlahan. Di sana Danisa bisa melihat seorang wanita paruh baya yang masih tampak segar dan seorang kakek yang masih terlihat gagah.
“Wah.. Yang dinanti-nanti sudah tiba! Silahkan masuk Nak!… mendekatlah!” Ucap Kakek Cakrawangsa menyambutnya dengan senyuman ramah. Kaki yang semula menyilang santai beliau ubah ke posisi standar.
Danisa berjalan mendekat. Wanita paruh baya yang ada di samping kakek melihatnya dengan tatapan sinis. Wanita tersebut melihat penampilan Danisa dari ujung kepala ke ujung kaki dengan tatapan penuh kritik.
“Ranti, Dia ini Danisa. Aku sudah melamarnya untuk Devan, cucuku. Jadi, statusnya sekarang adalah sebagai tunangannya Devan!” Ucap Kakek masih dengan senyuman namun setiap kata-katanya menyiratkan ketegasan.
“Apa pa? Gadis bisu kampungan ini tunangannya Devan?! Yang benar saja! Ranti sudah mendengar semua rumor tentangnya sebelum papa mengundangnya kesini! Warga desa ditempatnya tinggal mengatakan semua hal negatif tentangnya. Ranti sama sekali tidak bisa menerimanya, Pa!” Ranti, ibu dari Devan tidak bisa menerima apa yang ayahnya putuskan. Apalagi sangat mendadak dan tanpa mempertimbangkan keputusannya terlebih dulu.
“Aku sudah memutuskannya Ranti!”
“Pa, dia sama sekali tidak cocok untuk Devan! Cucu papa itu seorang pebisnis hebat, tampan juga berpendidikan tinggi. Devan bisa mendapatkan wanita mana saja yang jauh lebih baik dari dia! Bukan seorang wanita bisu sepertinya!” Ranti menunjuk Danisa dengan tatapan merendahkan. Danisa melihat ibu Devan dengan pandangan acuh. Ia sama sekali tidak peduli. Sejak awal Danisa juga tidak ingin berada di tempat asing ini.
“Danisa, Sebaiknya kamu pergi dari sini! Pintu terbuka lebar! Kamu sedang bermimpi menjadi istrinya Devan!” Lanjut Ranti mengusir. Danisa sedikit sumringah. Inilah yang ia inginkan. Gadis cantik dengan penampilan sederhana itu berbalik arah. Ia mulai melangkah menuju pintu.
“Tunggu….!” Suara kakek yang terdengar menggelegar menghentikan langkah Danisa.
“Jangan pergi Danisa! Tini, bawa Danisa untuk beristirahat!” Titah kakek pada asisten wanita yang sudah lama mengabdi pada keluarga Cakrawangsa.
“Baik Tuan!” Tini mengamit lengan Danisa dan membawanya menuju ruang istirahat. Ranti menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang terjadi. Apa yang sebenarnya ayahnya lihat dari seorang gadis yang tidak lebih hanyalah orang udik lagi bisu dari kalangan rendah. Gadis itu sama sekali tidak sebanding dengan keluarga mereka.
***
Danisa duduk di sebuah ruang istirahat, kamar tamu lebih tepatnya. Ia menatap bosan ke langit-langit kamar. Merenungi perjalanan hidupnya hingga ia bisa berada di kediaman ini. Tampilan kamar mewah yang sedang ia tempati sama sekali tidak membuatnya tertarik.
Hhhhh… berkali-kali Danisa menarik-hembuskan nafasnya ke udara. Apa yang neneknya titahkan untuk menerima perjodohannya dan Devan masih terngiang-ngiang dibenak. Padahal pada awalnya Danisa sudah menolak mentah-mentah permintaan sang nenek. Ia bukanlah tipe gadis yang bisa diveto sembarangan. Danisa adalah gadis mandiri yang cerdas dan memiliki visi misi kehidupan yang jelas. Walau pada akhirnya, hati penyayang dan tidak tega-an membuatnya merelakan diri untuk menerima perjodohan yang dianggapnya konyol ini.
“Danisa,, kalau kamu memang menyayangi nenek, ikutilah keinginan nenek yang terakhir. Terimalah lamaran dari keluarga Cakrawangsa. Hanya ini yang nenek inginkan. Nenek berharap penuh pada perjodohanmu dengan Devan” Ucap Nenek beberapa hari lalu ketika Danisa tengah asyik menyantap sarapannya. Hampir saja sarapan yang ada dimulutnya tersebut berhamburan.
“Apa alasan nenek menjodohkan Danisa dan pria itu? Danisa tidak mengenalnya, Nek! Ini akan sulit bagi kami untuk beradaptasi nantinya!” Ucap Danisa menolak halus.
“Nenek mohon, Nak!” Nenek menangkupkan kedua tangannya. Mata beliau basah hingga air yang berada dipelupuk mengalir sempurna.
Danisa tak kuasa menolak, gadis berhati lembut ini akhirnya menggangguk setuju. Toh, selama hidupnya nenek tidak pernah banyak menuntut. Nenek juga banyak bersabar ketika ia dituduh dan difitnah yang tidak-tidak oleh warga kampung. Hanya nenek yang selalu ada untuknya. Tidak ada salahnya jika ia menerima permintaan nenek untuk membuat beliau bahagia.
***
Devan duduk santai sambil bersiul melihat berkas-berkas yang ada dihadapannya. Project Tender yang baru saja perusahaannya menangkan membuat hatinya berbunga. Ia mengetuk-ngetukkan jari jemari di meja pertanda puas dengan hasil kerja kerasnya. Para tim bawahan juga telah bekerja dengan baik. Pemuda ini berencana memberi mereka bonus.
Baru saja Devan akan menelepon pihak keuangan, sebuah deringan pada handphone membuatnya mengurungkan niat. Devan memilih menjawab panggilan terlebih dahulu.
“Hi Mom… What’s wrong? Tumben masih jam 11 sudah nelfon” Sapa Devan hangat.
“Nak, cepatlah pulang. Tunangan mu sudah di rumah!” Ucap Ranti. Suaranya terdengar serius. Devan masih sama menge-cek ulang berkas-berkas yang ada dihadapannya.
“Tunangan siapa sih, Mi?”
“Tunanganmu nak! Kakek menjodohkanmu dengan seorang gadis desa kolot yang bisu! Tidak berbudaya, tidak ada sopan santunnya! Mami ga bisa bayangkan kalau kamu menikah dengan nya!” Terang Ranti bergidik.
“Hahahaha… Mami ada-ada aja! Mana mungkin.. kakek pasti bercanda.. Hahaha” Devan menertawakan apa yang maminya ucapkan sambil menggelengkan kepala.
“Nak, pokoknya kamu harus segera pulang! Kamu harus melihat calon istrimu! Mami sudah kehabisan cara membujuk kakekmu membatalkan keinginannya. Pulanglah!”
“Iya mi, nanti Devan pulang kalau urusan Kantor sudah selesai! Mami tenang ya.. Devan yakin kakek tidak serius!” Tukas Devan santai.
“Ya sudah, pokok nya kamu harus pulang cepat. Mami tunggu!” Ucap Ranti mengakhiri pembicaraan mereka.
***
Pukul 15.50 Wib.
Devan merenggangkan ikatan dasinya memasuki rumah. Terlihat kakek yang sudah duduk ruang tengah membaca buku bersama seorang gadis muda yang duduk tidak jauh dari kakek. Sesekali beliau memperbaiki letak kacamata. Suara langkah kaki Devan yang menggemeletukkan solnya membuat kakek menoleh.
“Dev, Sudah pulang kamu?”
“Kerjaan di kantor sudah beres kek!”
“Kakek sudah mendengar kabar kalau kamu baru saja memenangkan sebuah projek besar! Dari awal kakek sudah yakin bahwa kamu mampu!” Puji Kakek. Devan tersenyum.
“Devan, perkenalkan! Ini Danisa, ia adalah tunanganmu!” Kakek memperkenalkan Danisa. Ekor mata Devan melirik ke arah wanita yang kakek kenalkan dengan pandangan acuh.
“Kek, jangan bercanda!” Ucap Devan tersenyum meremehkan. Sama seperti ibunya, ia memandang gadis yang ada di dekat kakek dengan tatapan merendahkan. Apalagi ia sudah mendengar penjabaran negatiif tentang Danisa dari mulut ibunya melalui saluran telepon.
“Kakek serius dengan yang kakek ucapkan. Kamu kakek jodohkan dengan Danisa. Kakek sudah melamarnya untukmu! Sekarang statusnya adalah tunanganmu! Semoga kamu mengerti!” Kakek kembali menegaskan ucapkannya. Tidak ada raut candaan yang terlihat dari garis wajah gagah tersebut. Devan terenyak. Ia baru menyadari bahwa apa yang kakeknya ucapkan tidaklah main-main. Kata-kata sang ibu di telepon tadi semakin terngiang-ngiang.
“Kek… Yang benar saja! Masa Devan ditunangkan dengan wanita seperti dia? Devan tidak bisa menerima wanita yang tidak sefrekuensi, kek! Dia terlalu biasa.. Dia terlalu buruk untuk Dev! ” Ucap Devan menggeleng sambil menunjuk Danisa dengan kata-kata hinaan. Gadis yang beberapa jam lalu memasuki kediaman Cakrawangsa hanya menatap Devan datar. Ia benar-benar tidak mempedulikan laki-laki yang ada di hadapannya.
***
Hi Teman-Teman, Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih ^^ Jazakumullah Khairal Jaza' ❤
IG @alana.alisha
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Lala Kusumah
hadiiiiirrrr....
2023-10-18
0
Kheyla Nur hafizah
tini nama guru gue (•‿•)
2023-04-07
1
Osie
terlalu angkuh keluarga cakra..ntar diakhir pasti tenggelam dah
2022-12-29
0