Sebuah mobil bergerak memasuki halaman rumah milik kediaman Cakrawangsa. Rumah dengan arsitektur bangunan Yunani klasik itu tampak megah. Ukiran bernilai seni tinggi yang terdapat pada bagian ruas dinding mempertegas keindahan bangunan. Tiang-tiang besar yang tertancap pada lantai marmer menunjukkan kekokohannya.
Seorang pengemudi memarkirkan mobil di tempat parkir yang tersedia. Beberapa jenis mobil mewah terdapat di sana. Ia mematikan mesin, mengambil kunci mobil lalu melesat membuka pintu bagian penumpang yang dari tadi disupiri olehnya.
“Selamat datang nona Danisa, kita sudah sampai!” Ucap supir merentangkan sebelah tangan bersikap sopan. Seorang gadis cantik dengan penampilan sangat sederhana yang diketahui bernama Danisa itu turun dari sana. Ia mengamati keadaan sekeliling. Rumah yang terlihat begitu asing ini membuatnya menjadi canggung.
Danisa menutup pintu mobil. Ia diarahkan untuk memasuki rumah. Seorang asisten wanita dengan seragam berwarna biru sudah berdiri di depan pintu menyambutnya.
“Perkenalkan nona, saya Tini. Saya diperintahkan oleh tuan Cakrawangsa untuk melayani nona Danisa. Mari saya antar ke ruang keluarga. Nona sudah ditunggu disana!”
Danisa mengikuti langkah Tini. Asisten wanita mengarahkannya pada sebuah ruangan yang sedikit tertutup. Lalu membuka pintu perlahan. Di sana Danisa bisa melihat seorang wanita paruh baya yang masih tampak segar dan seorang kakek yang masih terlihat gagah.
“Wah.. Yang dinanti-nanti sudah tiba! Silahkan masuk Nak!… mendekatlah!” Ucap Kakek Cakrawangsa menyambutnya dengan senyuman ramah. Kaki yang semula menyilang santai beliau ubah ke posisi standar.
Danisa berjalan mendekat. Wanita paruh baya yang ada di samping kakek melihatnya dengan tatapan sinis. Wanita tersebut melihat penampilan Danisa dari ujung kepala ke ujung kaki dengan tatapan penuh kritik.
“Ranti, Dia ini Danisa. Aku sudah melamarnya untuk Devan, cucuku. Jadi, statusnya sekarang adalah sebagai tunangannya Devan!” Ucap Kakek masih dengan senyuman namun setiap kata-katanya menyiratkan ketegasan.
“Apa pa? Gadis bisu kampungan ini tunangannya Devan?! Yang benar saja! Ranti sudah mendengar semua rumor tentangnya sebelum papa mengundangnya kesini! Warga desa ditempatnya tinggal mengatakan semua hal negatif tentangnya. Ranti sama sekali tidak bisa menerimanya, Pa!” Ranti, ibu dari Devan tidak bisa menerima apa yang ayahnya putuskan. Apalagi sangat mendadak dan tanpa mempertimbangkan keputusannya terlebih dulu.
“Aku sudah memutuskannya Ranti!”
“Pa, dia sama sekali tidak cocok untuk Devan! Cucu papa itu seorang pebisnis hebat, tampan juga berpendidikan tinggi. Devan bisa mendapatkan wanita mana saja yang jauh lebih baik dari dia! Bukan seorang wanita bisu sepertinya!” Ranti menunjuk Danisa dengan tatapan merendahkan. Danisa melihat ibu Devan dengan pandangan acuh. Ia sama sekali tidak peduli. Sejak awal Danisa juga tidak ingin berada di tempat asing ini.
“Danisa, Sebaiknya kamu pergi dari sini! Pintu terbuka lebar! Kamu sedang bermimpi menjadi istrinya Devan!” Lanjut Ranti mengusir. Danisa sedikit sumringah. Inilah yang ia inginkan. Gadis cantik dengan penampilan sederhana itu berbalik arah. Ia mulai melangkah menuju pintu.
“Tunggu….!” Suara kakek yang terdengar menggelegar menghentikan langkah Danisa.
“Jangan pergi Danisa! Tini, bawa Danisa untuk beristirahat!” Titah kakek pada asisten wanita yang sudah lama mengabdi pada keluarga Cakrawangsa.
“Baik Tuan!” Tini mengamit lengan Danisa dan membawanya menuju ruang istirahat. Ranti menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang terjadi. Apa yang sebenarnya ayahnya lihat dari seorang gadis yang tidak lebih hanyalah orang udik lagi bisu dari kalangan rendah. Gadis itu sama sekali tidak sebanding dengan keluarga mereka.
***
Danisa duduk di sebuah ruang istirahat, kamar tamu lebih tepatnya. Ia menatap bosan ke langit-langit kamar. Merenungi perjalanan hidupnya hingga ia bisa berada di kediaman ini. Tampilan kamar mewah yang sedang ia tempati sama sekali tidak membuatnya tertarik.
Hhhhh… berkali-kali Danisa menarik-hembuskan nafasnya ke udara. Apa yang neneknya titahkan untuk menerima perjodohannya dan Devan masih terngiang-ngiang dibenak. Padahal pada awalnya Danisa sudah menolak mentah-mentah permintaan sang nenek. Ia bukanlah tipe gadis yang bisa diveto sembarangan. Danisa adalah gadis mandiri yang cerdas dan memiliki visi misi kehidupan yang jelas. Walau pada akhirnya, hati penyayang dan tidak tega-an membuatnya merelakan diri untuk menerima perjodohan yang dianggapnya konyol ini.
“Danisa,, kalau kamu memang menyayangi nenek, ikutilah keinginan nenek yang terakhir. Terimalah lamaran dari keluarga Cakrawangsa. Hanya ini yang nenek inginkan. Nenek berharap penuh pada perjodohanmu dengan Devan” Ucap Nenek beberapa hari lalu ketika Danisa tengah asyik menyantap sarapannya. Hampir saja sarapan yang ada dimulutnya tersebut berhamburan.
“Apa alasan nenek menjodohkan Danisa dan pria itu? Danisa tidak mengenalnya, Nek! Ini akan sulit bagi kami untuk beradaptasi nantinya!” Ucap Danisa menolak halus.
“Nenek mohon, Nak!” Nenek menangkupkan kedua tangannya. Mata beliau basah hingga air yang berada dipelupuk mengalir sempurna.
Danisa tak kuasa menolak, gadis berhati lembut ini akhirnya menggangguk setuju. Toh, selama hidupnya nenek tidak pernah banyak menuntut. Nenek juga banyak bersabar ketika ia dituduh dan difitnah yang tidak-tidak oleh warga kampung. Hanya nenek yang selalu ada untuknya. Tidak ada salahnya jika ia menerima permintaan nenek untuk membuat beliau bahagia.
***
Devan duduk santai sambil bersiul melihat berkas-berkas yang ada dihadapannya. Project Tender yang baru saja perusahaannya menangkan membuat hatinya berbunga. Ia mengetuk-ngetukkan jari jemari di meja pertanda puas dengan hasil kerja kerasnya. Para tim bawahan juga telah bekerja dengan baik. Pemuda ini berencana memberi mereka bonus.
Baru saja Devan akan menelepon pihak keuangan, sebuah deringan pada handphone membuatnya mengurungkan niat. Devan memilih menjawab panggilan terlebih dahulu.
“Hi Mom… What’s wrong? Tumben masih jam 11 sudah nelfon” Sapa Devan hangat.
“Nak, cepatlah pulang. Tunangan mu sudah di rumah!” Ucap Ranti. Suaranya terdengar serius. Devan masih sama menge-cek ulang berkas-berkas yang ada dihadapannya.
“Tunangan siapa sih, Mi?”
“Tunanganmu nak! Kakek menjodohkanmu dengan seorang gadis desa kolot yang bisu! Tidak berbudaya, tidak ada sopan santunnya! Mami ga bisa bayangkan kalau kamu menikah dengan nya!” Terang Ranti bergidik.
“Hahahaha… Mami ada-ada aja! Mana mungkin.. kakek pasti bercanda.. Hahaha” Devan menertawakan apa yang maminya ucapkan sambil menggelengkan kepala.
“Nak, pokoknya kamu harus segera pulang! Kamu harus melihat calon istrimu! Mami sudah kehabisan cara membujuk kakekmu membatalkan keinginannya. Pulanglah!”
“Iya mi, nanti Devan pulang kalau urusan Kantor sudah selesai! Mami tenang ya.. Devan yakin kakek tidak serius!” Tukas Devan santai.
“Ya sudah, pokok nya kamu harus pulang cepat. Mami tunggu!” Ucap Ranti mengakhiri pembicaraan mereka.
***
Pukul 15.50 Wib.
Devan merenggangkan ikatan dasinya memasuki rumah. Terlihat kakek yang sudah duduk ruang tengah membaca buku bersama seorang gadis muda yang duduk tidak jauh dari kakek. Sesekali beliau memperbaiki letak kacamata. Suara langkah kaki Devan yang menggemeletukkan solnya membuat kakek menoleh.
“Dev, Sudah pulang kamu?”
“Kerjaan di kantor sudah beres kek!”
“Kakek sudah mendengar kabar kalau kamu baru saja memenangkan sebuah projek besar! Dari awal kakek sudah yakin bahwa kamu mampu!” Puji Kakek. Devan tersenyum.
“Devan, perkenalkan! Ini Danisa, ia adalah tunanganmu!” Kakek memperkenalkan Danisa. Ekor mata Devan melirik ke arah wanita yang kakek kenalkan dengan pandangan acuh.
“Kek, jangan bercanda!” Ucap Devan tersenyum meremehkan. Sama seperti ibunya, ia memandang gadis yang ada di dekat kakek dengan tatapan merendahkan. Apalagi ia sudah mendengar penjabaran negatiif tentang Danisa dari mulut ibunya melalui saluran telepon.
“Kakek serius dengan yang kakek ucapkan. Kamu kakek jodohkan dengan Danisa. Kakek sudah melamarnya untukmu! Sekarang statusnya adalah tunanganmu! Semoga kamu mengerti!” Kakek kembali menegaskan ucapkannya. Tidak ada raut candaan yang terlihat dari garis wajah gagah tersebut. Devan terenyak. Ia baru menyadari bahwa apa yang kakeknya ucapkan tidaklah main-main. Kata-kata sang ibu di telepon tadi semakin terngiang-ngiang.
“Kek… Yang benar saja! Masa Devan ditunangkan dengan wanita seperti dia? Devan tidak bisa menerima wanita yang tidak sefrekuensi, kek! Dia terlalu biasa.. Dia terlalu buruk untuk Dev! ” Ucap Devan menggeleng sambil menunjuk Danisa dengan kata-kata hinaan. Gadis yang beberapa jam lalu memasuki kediaman Cakrawangsa hanya menatap Devan datar. Ia benar-benar tidak mempedulikan laki-laki yang ada di hadapannya.
***
Hi Teman-Teman, Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih ^^ Jazakumullah Khairal Jaza' ❤
IG @alana.alisha
***
“Kek… Yang benar saja! Masa Devan ditunangkan dengan wanita seperti dia? Devan tidak bisa menerima wanita yang tidak sefrekuensi, kek! Dia terlalu biasa.. Dia terlalu buruk untuk Dev! ” Ucap Devan menggeleng sambil menunjuk Danisa dengan kata-kata hinaan. Gadis yang beberapa jam lalu memasuki kediaman Cakrawangsa hanya menatap Devan datar. Ia benar-benar tidak mempedulikan laki-laki yang ada di hadapannya.
“Devan tidak bisa menerima gadis kampung ini kek! Dia hanya memanfaatkan kita!” Ucap Devan menatap tajam. Pemuda ini menaikkan sebelah alis matanya.
Danisa menerima caci maki yang Devan layangkan padanya dengan acuh. Ia memilih untuk pasrah. Walau pada kenyataan yang terjadi, lama-lama kupingnya terasa panas juga mendengar hinaan yang dilontarkan secara bertubi-tubi.
“Cukup Dev! Stop! Kamu sudah keterlaluan!” Hardik kakek dengan suara menggelegar. Ruangan berubah hening seketika. Kakek mengisyaratkan pada Tini untuk membawa Danisa ke kamar.
Hhhhhh. Danisa menghembuskan nafas berat untuk kesekian kalinya. Ia masuk kembali ke kamar semula yang ia tempati dengan langkah berat. Namun seketika Ia teringat pada nenek. Sambil mengusap mata basahnya, Danisa mengetik pesan pada sang nenek bahwa keadaannya baik-baik saja.
Nek… Danisa sudah tiba di kediaman kakek Cakrawangsa. Danisa baik-baik saja di sini. Nenek jangan khawatir ya..
Sementara di ruang tengah, Devan ditatap kakek dengan tatapan intimidasi akibat ulahnya sendiri. Kakek begitu kecewa akan sikap Devan yang menurutnya begitu keterlaluan.
Mendengar suara kegaduhan di ruang tengah, Ranti memutuskan untuk bergabung bersama ayah dan anaknya tersebut.
“Dev, sikapmu begitu kekanak-kanakkan! Apa begitu adab dan sopan santun yang keluarga Cakrawangsa ajarkan?!” Kakek mendelik marah. Devan terdiam. Ia begitu terbawa suasana hingga melontarkan kata-kata kasar di hadapan kakek yang sebenarnya begitu ia hormati.
“Apa gunanya kakek menyekolahkanmu tinggi-tinggi sampai ke benua Eropa sana jika attitude-mu se-memalukan ini?! Kamu jauh lebih buruk dari wanita yang kamu anggap buruk!” Sembur kakek dengan mata berkilat. Beliau bangkit dari duduknya.
“Hhhhh… Baiklah… Kakek mengerti perasaan dan penolakanmu. Tapi percayalah ini keputusan terbaik. Menikahi Danisa adalah yang terbaik untukmu!” Lanjut kakek menepuk-nepuk pundak Devan.
“Tapi kenapa kek?!”
“Danisa itu gadis baik yang berasal dari keluarga baik-baik, Nak! Jujur saja.. Keluarga kita banyak hutang budi pada keluarga Danisa. Karena kebaikan keluarganya di masa lalu-lah kita bisa menikmati kehidupan seperti ini. Kini, kedua orangtua-nya telah tiada. Danisa hanya hidup dengan seorang nenek yang membesarkannya. Dan.. permintaan beliau hanya satu, yaitu menikahkan kamu dengan Danisa. Agar cucunya itu ada yang menjaga apalagi dikhawatirkan kalau-kalau umur nenek tidak akan panjang! Keluarga Danisa begitu mempercayai keluarga kita untuk membuat Danisa bahagia” Terang kakek panjang lebar.
“Apa membalas hutang budi harus dengan mengorbankan Devan, Kek?” Tanya Devan mendongakkan kepalanya. Ia masih sulit menerima keputusan sepihak dari kakek.
“Iya pa, kenapa harus Devan yang dikorbankan?! Ini sangat tidak fair!” Ranti ikut memprotes tak terima. Jujur saja, sebagai seorang sosialita dengan harta berlimpah, ia mendambakan menantu yang seimbang dan berasal dari keluarga terpandang. Tentu diiringi dengan Pendidikan yang baik pula.
“Lalu apa salahnya? Ranti… Menikahi seorang gadis baik-baik dan berasal dari keluarga baik-baik bukanlah suatu kehinaan. Suatu ketika Devan akan mengerti dan bersyukur karena telah menikahi Danisa!” Tukas kakek. Lagi-lagi Devan hanya bisa diam dan pasrah. Ia sadar bahwa mendebat kakek tentu hanyalah sebuah Kesia-siaan.
***
Tok Tok Tok
Terdengar suara ketukan pintu. Danisa merapikan ikatan rambut yang sudah terlihat sedikit acak-acakan lalu bergerak malas membuka pintu kamar yang kini ia tempati.
“Maaf, Nona sudah ditunggu. Makan malam akan segera di mulai” Ucap Tini. Danisa tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.
Tidak lama, Danisa hanya perlu sedikit waktu untuk menyisir rambutnya. Lalu ia turun ke ruang makan. Di sana semua anggota keluarga telah berkumpul. Kehadiran Danisa membuat semua mata tertuju padanya.
“Ayo duduk di samping Devan, Nak!” Titah kakek. Danisa mengambil tempat. Devan melirik malas dengan ujung ekor matanya.
Akhirnya mereka memulai acara makan malam serempak. Meja besar di penuhi oleh berbagai macam makanan. Lauk pauk terhidang dengan beraneka ragam jenis. Danisa menyentuh makanannya dengan enggan. Menjadi orang asing dengan tatapan beberapa pasang mata yang menatapnya tidak ramah sungguh sangat tidak menyenangkan. Danisa benar-benar tak diinginkan di keluarga besar ini. Hanya kakek saja yang berkenan bersikap baik padanya.
“Makan yang banyak nak! Jangan sungkan!” Ucap kakek hangat. Beliau menyodorkan beberapa Udang bakar ke piring Danisa. Gadis itu menghormati kakek dengan menyantap udang pemberian beliau. Danisa menggigitnya perlahan.
Suasana makan malam terlihat begitu syahdu. Tidak banyak pembicaraan berarti di antara mereka. Hanya suara piring dan sendok yang sesekali beradu terdengar memenuhi telinga. Orang-orang bersikap acuh, hanya Ranti yang sedari tadi menatap gaya makan Danisa dengan perasaan dongkol.
“Hmh….” Kakek berdehem memecah keheningan.
“Dev, bagaimana kalau Danisa melanjutkan Pendidikan di Ramayana Medical School? Kamu bisa memasukkan Danisa kesana” Tanya kakek tiba-tiba. Sekolah medis yang beliau maksudkan adalah yayasan dimana Devan memiliki 67 persen saham kepemilikan. Pemuda tersebut menginvestasikan banyak uangnya di sana.
Yayasan ternama tersebut adalah Yayasan kedokteran ternama. Sekolahnya sendiri adalah sekolah Top dan memiliki rumah sakit dengan reputasi tinggi.
“Mana bisa begitu kek, Ramayana Medical School itu adalah sekolah yang diimpikan oleh banyak orang diluar sana. Mana mungkin Devan memasukkan Danisa ke sekolah tersebut apalagi dengan embel-embel orang dalam. Benar-benar tidak bisa. Hal ini melanggar kode etik!” Tolak Devan. Di saat bersamaan Danisa juga menggeleng. Gadis itu menolak dan memberi isyarat tangan bahwa ia tidak membutuhkannya.
“Apa kamu tidak mau mencoba masuk ke sekolah itu, Nak? Kakek akan membiayai semua biayanya jika kamu berhasil lulus dengan kemampuanmu!” Kakek kembali menawarkan. Ranti terlihat semakin dongkol. Wajah kusutnya mengisyaratkan ia tidak terima ayahnya memperlakukan Danisa seperti anggota keluarga. Danisa kembali menggeleng. Gadis ini tidak ingin membuat semua bertambah runyam.
Kakek Cakrawangsa pun akhirnya menyerah setelah melihat penolakan Devan dan Danisa.
***
Malam beranjak semakin larut. Seharian berada di kediaman Cakrawangsa membuat tubuhnya Lelah. Danisa akan diantar kembali ke apartemen oleh supir yang mengantarnya tadi setelah berpamitan. Perlakukan mereka semua masih sama. Kecuali kakek yang tetap memperlakukannya dengan begitu baik hingga membuat Danisa tersentuh. Kakek memperlakukan Danisa seperti cucunya sendiri.
Danisa menatap kediaman asing tersebut dengan pandangan sendu. Seolah tidak ingin berlama-lama, ia terus melangkah menuju tempat parkiran. Angin malam sepoi-sepoi membuat ujung baju panjangnya bergoyang.
Tap Tap Tap
Ada langkah kaki lain yang melangkah mendekatinya. Langkah tersebut perlahan semakin mendekat.
Sreeeggg
Sebuah cengraman menyergap tangan Danisa. Betapa terkejutnya ia. Danisa hampir saja berteriak. Namun setelah melihat dengan meneliti lebih jauh di dalam kegelapan, Ternyata Devan-lah yang mencengram tanganya.
“Kamu….” Devan menunjuk Danisa dengan menggunakan telunjuk kirinya.
“Jangan pernah berharap bisa menikah denganku!” Lanjut Devan angkuh. Kata-kata yang keluar penuh penekan dari mulutnya terdengar sungguh-sungguh. Danisa terenyak. Hatinya marah. Harga dirinya berbicara. Danisa kembali membalas tatapan Devan. Ia mengambil handphone dan mengetikkan sesuatu di sana lalu menunjukkannya pada Devan.
“Jangan Narsis!!!”Sahut Danisa lantang. Ia menghempas tangan Devan dengan menyentakkan. Tangan tersebut akhirnya terlepas. Devan hanya bisa menatap Danisa dengan wajah tercengang.
***
Hi Teman-Teman, Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih ^^ Jazakumullah Khairal Jaza' ❤
IG @alana.alisha
***
Pagi yang mendung. Awan hitam bergulung-gulung di angkasa. Mendung bukan berarti hujan. Sejak semalam hujan enggan menunjukkan eksistensinya. Ia masih bersembunyi dalam pekat nya awan. Hanya kilat dan petir yang sesekali terdengar mengema memenuhi petala. Walau demikian, ini semua tak menghalangi aktifitas banyak orang yang memiliki kesibukan juga rutinitas.
Di sebuah rumah sakit milik Yayasan Ramayana Medical School tempat Devan menginvestasikan uangnya, tampak seorang pasien miliyuner datang untuk meminta pihak rumah sakit menghadirkan seorang dokter ahli bedah yang bernama Dokter Dan Ara untuk melakukan operasi.
Dokter Dan Ara ini hebat dan sangat mahir serta memiliki kemampuan medis yang luar biasa. Namun sayang, dokter tersebut tidak pernah sekalipun menunjukkan wajahnya pada saat operasi berlangsung. Jarang sekali orang yang pernah melihat wajah asli dari dokter Dan Ara. Dokter ini juga terkenal sulit dimintai melakukan tindakan operasi.
Pihak rumah sakit berulang kali menghubungi dokter yang dimaksud. Namun teleponnya tidak ada yang mengangkat.
“Kami memiliki beberapa dokter bedah hebat lainnya selain dokter Dan Ara, Tuan!” Ucap petugas yang berjaga.
“Tidak bisa, aku hanya percaya pada dokter Dan Ara saja! Tolong hubungi beliau lagi!” Pinta pasien tersebut. Para petugas saling bertatapan. Mereka berusaha keras kembali menghubungi orang yang di maksud sampai-sampai pasien miliyuner ini sendiri yang harus menghubungi kepala rumah sakit untuk meminta bantuan. Hingga akhirnya, Kepala rumah sakit berhasil membujuk sang dokter melakukan pembedahan.
***
Dokter Dan memasuki ruangan operasi bersama para tim setelah melakukan serangkaian pemeriksaan khusus kepada pasien. Pemeriksaan ini sangat penting sebab dokter anetesi bisa melihat bagaimana kondisi psikis pasien, sejauh mana kesiapan mentalnya sebelum pembedahan dilakukan. Seperti biasa, Dokter Dan memakai pakaian lengkap dan tidak menunjukkan wajah aslinya selama operasi. Kali ini beliau menangani pasien dengan gangguan ortopedi (Gangguan tulang dan otot).
Keberhasilan dokter Dan Ara dalam mengoperasi dan membuat para pasien nyaman membuat dokter Dan semakin terkenal. Kemasyuran namanya terdengar dimana-mana. Hal ini membuat semua orang penasaran. Termasuk dokter ahli lainnya yang ingin sekali bertemu dengan sang dokter hebat.
Beberapa dokter sampai menunggu beliau di ruangannya. Mereka penasaran bagaimana rupa dari dokter medis ahli bedah yang selalu saja menutupi identitasnya itu. Apa beliau sebegitu introvertnya hingga tidak ingin diketahui public? Atau malah seorang yang anti social? Atau malah…
Berbagai pertanyaan berkelabat di benak mereka sampai saat ini. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menemui dokter Dan secara langsung.
Mereka melihat ruangan dokter ahli bedah itu masih terlihat kosong. Bisik-bisik mulai terdengar memenuhi ruangan. Hingga seorang yang begitu mereka kenal terlihat memasuki ruangan dokter Dan.
“Hmh…” Orang tersebut berdehem.
“P..Pak Kepala?!” Mereka serempak berseru.
“Saya ada keperluan dengan dokter Dan Ara. Bolehkah kalau ruangan ini untuk sementara dikosongkan?” Pinta pak kepala mengusir halus.
Tanpa membantah, para dokter yang juga ahli itu meninggalkan ruangan. Setelah ruangan kosong, dokter kepala memanggil Dokter Dan melalui saluran telepon untuk memasuki ruangan.
“Halo Dok!” Sapa dokter Dan Ara. Beliau mengunci pintu. Lalu membuka penutup wajah yang selama ini ia kenakan.
“Daniiisaaa… Selamat! Sekali lagi kamu berhasil mengerjakan tugasmu!” Sambut Dokter Kepala sumringah. Ternyata dokter bedah yang menutupi wajah dan identitasnya adalah Danisa, orang yang selama ini dianggap sebagai orang desa yang bisu dan bodoh lagi tak berpendidikan.
“Terima Kasih, Dok! Pujian dokter berlebihan..” Ucap Danisa santai menanggapi pujian dokter kepala seperti biasanya. Mereka memang senang berseloroh dan bersenda gurau.
“Bagaimana Danisa? Apakah kamu masih ingin lanjut belajar atau mau bekerja tetap di rumah sakit ini?” Dokter mulai bertanya serius.
“Kemampuan saya masih jauh dari kata sempurna dok, jadi saya masih ingin belajar dan terus berlatih” Ucap Danisa.
“Ah, kamu memang selalu meremehkan kemampuan diri sendiri. Padahal kamu itu sangat jenius dan teliti! Kamu itu dokter ahli muda kebanggaan rumah sakit ini! Tidak bisa dipungkiri, rating rumah sakit yang terus meningkat ini salah satunya karena ada campur tangan dan jasamu” Sahut dokter kepala masih terus memuji kemampuan yang Danisa miliki.
“Sekali lagi terima kasih dokter, saya akan menggunakan kesempatan belajar ini untuk semakin menempa diri agar bisa terus lebih baik!” Jawab Danisa diplomatis. Ia sendiri saat ini masih belum cukup percaya diri untuk menjadi pekerja tetap di rumah sakit ini. Kepala rumah sakit hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepala atas keputusan Danisa. Ia tidak bisa memaksa kehendak gadis muda yang ada dihadapannya.
Setelah menyelesaikan segala urusan, Danisa keluar dari rumah sakit dengan berjalan menyusuri trotoar. Ia akan pulang ke apartemen dengan berniat memanggil taksi. Namun niat tersebut belum terealisasikan, Danisa sudah dipanggil oleh seseorang untuk ikut naik ke mobilnya.
“Hey gadis desa! Naiklah! Kakek Cakrawangsa menyuruhku menjemputmu untuk menghadiri pesta!” Titah orang yang tak lain dan tak bukan adalah Devan. Danisa menoleh. Mendengar nama sang kakek disebut, ia dengan bergegas menaiki mobil. Mobil Mercedes Benz seri terbaru membawanya membelah jalan raya.
***
Devan dan Danisa sampai pada sebuah gedung megah tempat terselenggaranya pesta. Gedung mewah ini di penuhi oleh orang-orang yang sangat beragam, yang jelas mereka terdiri dari kalangan menengah dan kalangan atas. Banyak tamu dari tenaga ahli, ilmuwan, rekan bisnis, para pengusaha, juga beberapa selebriti nasional ikut hadir melantunkan beberapa tembang lagu.
“Ini acara apa? Mewah sekali!” Celoteh Danisa mengeryitkan dahi dengan bahasa isyarat. Untung saja ia sedikit memperbaiki penampilannya sebelum datang ke tempat gemerlap ini.
Devan mengendikkan kedua bahunya. Ia sendiri tidak tau acara apa yang kakeknya selenggarakan.
Mereka mengambil tempat yang telah disediakan sebagai tempat duduk dari keluarga inti. Sesuai titah kakek, Danisa duduk di sebelah Devan.
Beberapa menit kemudian, acara resmi dimulai. Pemandu membawakan acara dengan khidmat.
“Tibalah kita ke inti acara… Kami persilahkan dengan hormat kepada Tuan Cakrawangsa Adi Gunawan untuk menyampaikan isi dari puncak acara ini!”
Prok Prok Prok
Terdengar tepuk tangan meriah dari para tamu undangan. Kakek Cakrawangsa yang sudah tidak muda lagi namun masih terlihat gagah naik ke atas panggung. Beliau mengucapkan salam dan kata-kata pembuka. Para peserta yang hadir menyimak penuh seolah tidak ingin melewatkan satu kata-pun yang keluar dari mulut tokoh ternama tersebut.
“Dengan ini…. saya umumkan bahwa anak-cucu kami bernama Devan Ahmad Cakrawangsa dan Danisa Maria Anna resmi bertunangan” Ucap kakek dengan suara lantang. Devan dan Danisa dititahkan untuk naik ke atas panggung. Sontak mereka saling melirik.
Ck. Devan berdecak kesal. Namun tidak ada pilihan baginya selain mengikuti keinginan kakek. Seketika seluruh pasang mata melihat ke arah Danisa. Gadis tersebut saat ini menjadi pusat perhatian semua orang.
Banyak yang dari mereka mulai saling berbisik bahwa tunangan dari pemilik bisnis raksasa itu hanyalah gadis yang berasal dari desa, bahkan mereka bergosip bahwa Danisa adalah anak tidak sah, anak yang lahir di luar nikah. Rumor-rumor tersebut terus berkembang melalui mulut ke mulut. Mulailah tatapan ketidaksukaan mengarah kepada Danisa. Mereka juga mulai membenci Danisa dan menganggap bahwa Danisa menghancurkan kehidupan Devan.
Disela-sela penyematan cincin di jari manis Danisa, tiba-tiba seorang wanita muncul.
“Maaf…. Acara ini harus saya hentikan sesaat” Ucap wanita yang berjalan mendekat ke arah panggung.
“Saya Jihan. Saya tidak menyetujui pertunangan ini… sebab saya dan Devan adalah…… Kekasih dari masa kecil!” Ucap wanita yang bernama Jihan. Danisa yang mendengarnya hanya bisa menyunggingkan senyum acuh. Ia tau bahwa wanita yang mengaku sebagai kekasih Devan tersebut hanya cemburu belaka.
***
Hi Teman-Teman, Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih ^^ Jazakumullah Khairal Jaza' ❤
IG @alana.alisha
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!