Pacar Posesif

Pacar Posesif

Part 01

Hari Senin, seperti biasa, permulaan minggu yang kurang menyenangkan. Setelah kemaren hari Minggu,hari libur, rasa malas masih mengikuti langkahku berjalan ke halte. Hampir pukul tujuh, metromini yang kutunggu belum juga muncul. Hari ini aku bangun kesiangan. Pukul enam lebih lima belas menit, suara galak mama baru terdengar oleh gendang telingaku.

Setelah mandi dengan sangat terburu-buru, aku segera memakai seragam sekolah yang baru. Tanpa sempat sarapan, aku melangkahkan kaki menuju halte, untuk menunggu metromini yang akan mengantarku ke sekolah.

"Ah, akhirnya..." gunamku, melihat metromini yang ku tunggu akhirnya muncul.

Aku bergegas menjejalkan diri kedalam metromini yang hampir penuh.

Duduk sebangku dengan seorang cowok cakep dalam metromini, merupakan suatu anugrah tersendiri. Dia ternyata satu sekolah denganku, karena kami mengenakan badge sekolah yang sama. Tampaknya dia kakak pembimbing, untuk anak baru dalam mengikuti MOS.

Dia menoleh sekilas padaku sambil tersenyum. Aku mengangguk sambil membalas senyumnya.

"Murid baru ya Dek," tanyanya berbasa basi.

"Iya Kak. Kita satu sekolah kan ya ?" jawabku.

Dia mengerling pada bagde di lengan kirinya sambil tersenyum. Tipe cowok yang murah senyum, batinku.

"Dari SMP mana Dek?" kembali dia bertanya.

"Dari SMP 1 Kak," jawabku.

"Lha? Aku juga dari SMP 1 lho. Kok gak pernah lihat kamu ya?" tanyanya.

"Bukan SMP 1 kota ini Kak, SMP 1 kota sebelah," kataku sambil menahan senyum.

"Oh pantesan. Baytheway, nama kamu siapa Dek?" kembali dia melontar tanya.

"Nama aku Thalita Kak," jawabku.

"Oh Lita. Nama Kakak, Moses," dia mengulurkan tangan, untuk berjabatan denganku.

*****

Tak terasa metromini telah berhenti di halte depan sekolahku, akhirnya kami telah sampai.

"Udah sampai nih, yuk turun," ajak Kak Moses.

Aku cuma mengangguk untuk mengikuti ajakannya.

Kami berdua turun dari metromini, berjalan dari halte, menuju gerbang yang akan segera ditutup oleh sekuriti sekolah kami.

"Pak, tunggu jangan ditutup dulu gerbangnya! Biarkan kami masuk!" kata Kak Moses pada pak sekuriti.

"Makasih ya Pak." aku mengangguk berterima kasih.

"Kamu kelas sepuluh apa?" tanya Kak Moses.

"10 MIPA 2 Kak," jawabku, sambil bergegas.

"Bagus deh, berarti kamu dalam bimbinganku. Ayo, kita langsung aja ke kelas kamu," kata Kak Moses sambil mengandeng tanganku.

Aku merasa jengah dengan caranya mengandeng tanganku, meskipun itu pasti hanya gerakan refleks yang dia lakukan, karena kami nyaris terlambat.

"Maaf Kak," kataku sambil menarik tanganku dari genggamannya.

*****

Kami tiba di kelas, bertepatan dengan bunyi bel masuk berdering. Segera aku mencari tempat duduk dengan mengedarkan pandangan. Ahh, itu masih ada tempat kosong, meski tepat di depan meja guru. Aku bergegas melangkah ke tempat itu.

"Thalita," kataku, memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangan pada seorang cewek yang lebih dulu telah duduk di situ.

"Aurelia, panggil aja aku Rere," katanya sambil tersenyum dan menyambut uluran tanganku.

Aku segera duduk dan meletakkan tas ransel yang sedari tadi ku gendong di laci meja. Pandanganku fokus ke depan kelas. Tampak Kak Moses melangkah ke depan sambil membawa selembar kertas.

"Selamat pagi adik-adik." sapa Kak Moses.

"Pagi juga Kak." jawab semua warga kelas, kompak.

"Kenalkan, nama saya Moses Ardi Wijaya, kalian boleh panggil saya Kak Moses. Saya di sini kakak OSIS yang akan mendampingi MOS kalian tiga hari ke depan. Saat ini saya duduk di kelas 12 MIPA 1. Oke, saya akan mulai mengabsen nama-nama kalian, yang saya panggil tunjuk tangan ya!" Kak Moses memperkenalkan diri dan mulai mengabsen kami.

Satu per satu kami di panggil, dan tunjuk tangan. Mulai lah kegiatan MOS hari ini.

*****

Kami semua menuju ke lapangan, untuk diadakan apel pembukaan MOS. Kami mulai berbaris menurut kelas masing-masing. Karena tidak tinggi, aku memilih berbaris paling belakang. Lumayan, ada daun pohon yang menghalangi panasnya mentari pagi.

Tiba-tiba, aku merasa ada yang menepuk bahuku.

"Dek, coba kamu maju ke depan lapangan ya," kata seorang kakak cantik berlesung pipit. Aku melirik badge namanya," Naura Febrianti", nama yang cantik.

"Lho, kenapa Kak?" tanyaku bingung.

"Udah deh, maju aja dulu. Tuh banyak temannya kok!" Kata Kak Naura sambil menunjuk ke arah depan lapangan.

Aku masih bertanya-tanya, kenapa aku disuruh maju, padahal menurutku,aku tak melakukan kesalahan. Aku mengedarkan pandanganku. Diantara murid yang maju ke depan, ada yang tidak mengenakan topi, ada yang tidak memakai ikat pinggang, ada yang seragamnya tidak dimasukkan, cowok,tapi berambut agak gondrong, tidak mengenakan dasi, bahkan ada yang seragamnya putih bersih, tanpa selembar badge menempel.

"Ahh, pasti ada kesalahan ini di diriku," gerutu aku sambil mencari apa sebabnya aku di suruh maju.

Semua lengkap, topi, dasi, ikat pinggang, kaus kaki.... eh kaus kaki. Aku baru sadar, aku mengenakan kaos kaki warna biru, bukan warna putih seperti peraturan.

Aku meneruskan langkah gontai ke depan, siap menerima hukuman.

*****

Sampai didepan lapangan, aku segera menggabungkan diri dalam barisan. Berdiri dengan tak bersemangat, bersiap menerima hukuman, karena kelalaian yang kulakukan.

'Ahh... hari Senin yang sial," umpat aku dalam hati karena kesal.

Kak Moses menghampiri barisan kami, berjalan berkeliling seperti singa yang mengaum-ngaum, dan mencari orang yang dapat ditelannya. Ehh... Kok jadi menyamakan Kak Moses dengan iblis sih.

Kak Moses mengamati pelanggaran apa yang kami lakukan, sampai disuruh maju ke depan. Ditangannya tampak papan klip dengan selembar kertas dan bolpoin, siap mencatat.

"Nama?" tanyanya pada seorang cowok yang tak memakai topi.

"Raka Catur Ramadhan, kelas 10 IPS 1, Kak, " jawabnya tegas.

"Hem, tahu apa pelanggaran kamu?" tanya Kak Moses lagi.

"Tau Kak, tidak pakai topi," jawab Raka.

"Nah, sekarang ceritakan, kemana topi kamu pergi?"

"Tadi terbang di jalan Kak, saya naik motornya kenceng. Mau beli lagi di koperasi, masih tutup," jawab Raka sambil menunduk.

"Berarti pelanggaran kamu dobel, ngebut dan gak pakai topi. Hukuman kamu, nyiram kebun sawi, sendirian," kata Kak Moses sambil berlalu menuju murid baru lain. Raka cuma nyengir.

"Siapa nama kamu Cantik?" Tanya Kak Moses padaku.

"Thalita Tesalonika, kelas 10 MIPA 2," jawabku sambil menunduk.

"Tahu apa pelanggaranmu?" tanya Kak Moses lagi.

"Sepertinya saya gak ada melanggar Kak," jawabku bandel.

"Hem... gitu ya? Kamu bisa kan membedakan warna putih dan biru?' tanya Kak Moses lagi.

"Ya bisalah Kak, ya kali udah SMA kaga bisa bedain warna putih dan biru," kataku sambil manyun.

"Tuh, kaos kakimu warna apa?" tanyanya sambil menunjuk kaos kakiku.

"Jelas itu warna biru Kak," kataku.

"Terus kenapa di masih pakai, kan harusnya pakai kaos kakinya yang warna putih?" Tanya Kak Moses

"Tadi perasaan di rumah, perasaan saya memakai kaos kaki warna putih kok kak, gak tau kenapa kok sampai sini jadi warna biru," jawabku membela diri.

"Kamu kira kaos kakimu bunglon,bisa berubah warna? Ya udah, tugasmu nyiram kebun rosela, sekalian cabut rumputnya!" Perintah Kak Moses sambil berlalu. Aku menggerutu, kenapa kaos kaki warna putih jadi berubah biru.

"Nama?" tanya Kak Moses pada siswa berambut kribo.

"Alexandro Ferguso, kelas 10 bahasa," jawabnya.

"Itu nama asli?" Kak Moses menatap cowok itu tak percaya.

"Asli lah Kak, sesuai akte kelahiran, kartu keluarga, ijasah dan KTP," jawabnya.

"Nama yang bagus, tapi jarang dipakai orang Indonesia," kata Kak Moses sambil tersenyum.

"Memang sih Kak, katanya waktu mama mengandung saya, beliau suka nonton telenovela, maka wakti anaknya lahir, dinamai begini," jawab Alex santai.

"Oke Ferguso, tau gak apa pelanggaran yang kamu lakukan?" Tanya Kak Moses.

"Saya sih tidak merasa bersalah Kakak. Tapi kalo saya salah, saya minta maaf," kata Alex sambil mengulurkan tangan.

Beberapa murid yang memperhatikan mereka berdua jadi menahan tawa. Ada juga sih yang sampai ngakak, termasuk aku.

"Iya saya maafkan Ferguso, asal kamu bantu Thalita nyiram kebun rosela sekalian cabut rumput. Trus nanti sepulang sekolah ke tukang cukur," kata Kak Moses sambil menjabat tangan Ferguso... Ehh, Alex.

"Next, nama kamu siapa cantik?" kak Moses menghampiri cewek berkerudung.

"Dewi Maulidayah, kelas 10 MIPA1 kak," jawab cewek itu sambil tersipu karena dibilang cantik.

"Tau kan apa salahnya Maul?"

"Karena gak pake dasi ya Kak?" Maul... Ehh, Dewi balik bertanya.

"Iya cantik. Emang dasinya kemana atuh?"

"Tadi di pakai mainan oleh adek Dewi Kak, trus masuk ke kuah soto. Jadi terpaksa gak pakai dasi, ya kali pakai dasi yang kena kuah soto. Dewi jangan dihukum ya Kak, please," Si Maul merayu Kak Moses dengan manja.

"Tenang aja cantik, kakak kan baik, gak bakal menghukum kok. Cuma tolong sapu halaman depan kantor TU ya," kata Kak Moses. Maul menghentakkan kaki kesal.

"Udah, jangan ngambek, nanti cantiknya ilang," Kak Moses masih menggoda Maul.

Terpopuler

Comments

Irene Puspitasari

Irene Puspitasari

Hai...baca juga novel Irene yang baru ya Kak! Judulnya.. Di Ujung Penantian...yuk cusss

2022-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!