NovelToon NovelToon

Pacar Posesif

Part 01

Hari Senin, seperti biasa, permulaan minggu yang kurang menyenangkan. Setelah kemaren hari Minggu,hari libur, rasa malas masih mengikuti langkahku berjalan ke halte. Hampir pukul tujuh, metromini yang kutunggu belum juga muncul. Hari ini aku bangun kesiangan. Pukul enam lebih lima belas menit, suara galak mama baru terdengar oleh gendang telingaku.

Setelah mandi dengan sangat terburu-buru, aku segera memakai seragam sekolah yang baru. Tanpa sempat sarapan, aku melangkahkan kaki menuju halte, untuk menunggu metromini yang akan mengantarku ke sekolah.

"Ah, akhirnya..." gunamku, melihat metromini yang ku tunggu akhirnya muncul.

Aku bergegas menjejalkan diri kedalam metromini yang hampir penuh.

Duduk sebangku dengan seorang cowok cakep dalam metromini, merupakan suatu anugrah tersendiri. Dia ternyata satu sekolah denganku, karena kami mengenakan badge sekolah yang sama. Tampaknya dia kakak pembimbing, untuk anak baru dalam mengikuti MOS.

Dia menoleh sekilas padaku sambil tersenyum. Aku mengangguk sambil membalas senyumnya.

"Murid baru ya Dek," tanyanya berbasa basi.

"Iya Kak. Kita satu sekolah kan ya ?" jawabku.

Dia mengerling pada bagde di lengan kirinya sambil tersenyum. Tipe cowok yang murah senyum, batinku.

"Dari SMP mana Dek?" kembali dia bertanya.

"Dari SMP 1 Kak," jawabku.

"Lha? Aku juga dari SMP 1 lho. Kok gak pernah lihat kamu ya?" tanyanya.

"Bukan SMP 1 kota ini Kak, SMP 1 kota sebelah," kataku sambil menahan senyum.

"Oh pantesan. Baytheway, nama kamu siapa Dek?" kembali dia melontar tanya.

"Nama aku Thalita Kak," jawabku.

"Oh Lita. Nama Kakak, Moses," dia mengulurkan tangan, untuk berjabatan denganku.

*****

Tak terasa metromini telah berhenti di halte depan sekolahku, akhirnya kami telah sampai.

"Udah sampai nih, yuk turun," ajak Kak Moses.

Aku cuma mengangguk untuk mengikuti ajakannya.

Kami berdua turun dari metromini, berjalan dari halte, menuju gerbang yang akan segera ditutup oleh sekuriti sekolah kami.

"Pak, tunggu jangan ditutup dulu gerbangnya! Biarkan kami masuk!" kata Kak Moses pada pak sekuriti.

"Makasih ya Pak." aku mengangguk berterima kasih.

"Kamu kelas sepuluh apa?" tanya Kak Moses.

"10 MIPA 2 Kak," jawabku, sambil bergegas.

"Bagus deh, berarti kamu dalam bimbinganku. Ayo, kita langsung aja ke kelas kamu," kata Kak Moses sambil mengandeng tanganku.

Aku merasa jengah dengan caranya mengandeng tanganku, meskipun itu pasti hanya gerakan refleks yang dia lakukan, karena kami nyaris terlambat.

"Maaf Kak," kataku sambil menarik tanganku dari genggamannya.

*****

Kami tiba di kelas, bertepatan dengan bunyi bel masuk berdering. Segera aku mencari tempat duduk dengan mengedarkan pandangan. Ahh, itu masih ada tempat kosong, meski tepat di depan meja guru. Aku bergegas melangkah ke tempat itu.

"Thalita," kataku, memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangan pada seorang cewek yang lebih dulu telah duduk di situ.

"Aurelia, panggil aja aku Rere," katanya sambil tersenyum dan menyambut uluran tanganku.

Aku segera duduk dan meletakkan tas ransel yang sedari tadi ku gendong di laci meja. Pandanganku fokus ke depan kelas. Tampak Kak Moses melangkah ke depan sambil membawa selembar kertas.

"Selamat pagi adik-adik." sapa Kak Moses.

"Pagi juga Kak." jawab semua warga kelas, kompak.

"Kenalkan, nama saya Moses Ardi Wijaya, kalian boleh panggil saya Kak Moses. Saya di sini kakak OSIS yang akan mendampingi MOS kalian tiga hari ke depan. Saat ini saya duduk di kelas 12 MIPA 1. Oke, saya akan mulai mengabsen nama-nama kalian, yang saya panggil tunjuk tangan ya!" Kak Moses memperkenalkan diri dan mulai mengabsen kami.

Satu per satu kami di panggil, dan tunjuk tangan. Mulai lah kegiatan MOS hari ini.

*****

Kami semua menuju ke lapangan, untuk diadakan apel pembukaan MOS. Kami mulai berbaris menurut kelas masing-masing. Karena tidak tinggi, aku memilih berbaris paling belakang. Lumayan, ada daun pohon yang menghalangi panasnya mentari pagi.

Tiba-tiba, aku merasa ada yang menepuk bahuku.

"Dek, coba kamu maju ke depan lapangan ya," kata seorang kakak cantik berlesung pipit. Aku melirik badge namanya," Naura Febrianti", nama yang cantik.

"Lho, kenapa Kak?" tanyaku bingung.

"Udah deh, maju aja dulu. Tuh banyak temannya kok!" Kata Kak Naura sambil menunjuk ke arah depan lapangan.

Aku masih bertanya-tanya, kenapa aku disuruh maju, padahal menurutku,aku tak melakukan kesalahan. Aku mengedarkan pandanganku. Diantara murid yang maju ke depan, ada yang tidak mengenakan topi, ada yang tidak memakai ikat pinggang, ada yang seragamnya tidak dimasukkan, cowok,tapi berambut agak gondrong, tidak mengenakan dasi, bahkan ada yang seragamnya putih bersih, tanpa selembar badge menempel.

"Ahh, pasti ada kesalahan ini di diriku," gerutu aku sambil mencari apa sebabnya aku di suruh maju.

Semua lengkap, topi, dasi, ikat pinggang, kaus kaki.... eh kaus kaki. Aku baru sadar, aku mengenakan kaos kaki warna biru, bukan warna putih seperti peraturan.

Aku meneruskan langkah gontai ke depan, siap menerima hukuman.

*****

Sampai didepan lapangan, aku segera menggabungkan diri dalam barisan. Berdiri dengan tak bersemangat, bersiap menerima hukuman, karena kelalaian yang kulakukan.

'Ahh... hari Senin yang sial," umpat aku dalam hati karena kesal.

Kak Moses menghampiri barisan kami, berjalan berkeliling seperti singa yang mengaum-ngaum, dan mencari orang yang dapat ditelannya. Ehh... Kok jadi menyamakan Kak Moses dengan iblis sih.

Kak Moses mengamati pelanggaran apa yang kami lakukan, sampai disuruh maju ke depan. Ditangannya tampak papan klip dengan selembar kertas dan bolpoin, siap mencatat.

"Nama?" tanyanya pada seorang cowok yang tak memakai topi.

"Raka Catur Ramadhan, kelas 10 IPS 1, Kak, " jawabnya tegas.

"Hem, tahu apa pelanggaran kamu?" tanya Kak Moses lagi.

"Tau Kak, tidak pakai topi," jawab Raka.

"Nah, sekarang ceritakan, kemana topi kamu pergi?"

"Tadi terbang di jalan Kak, saya naik motornya kenceng. Mau beli lagi di koperasi, masih tutup," jawab Raka sambil menunduk.

"Berarti pelanggaran kamu dobel, ngebut dan gak pakai topi. Hukuman kamu, nyiram kebun sawi, sendirian," kata Kak Moses sambil berlalu menuju murid baru lain. Raka cuma nyengir.

"Siapa nama kamu Cantik?" Tanya Kak Moses padaku.

"Thalita Tesalonika, kelas 10 MIPA 2," jawabku sambil menunduk.

"Tahu apa pelanggaranmu?" tanya Kak Moses lagi.

"Sepertinya saya gak ada melanggar Kak," jawabku bandel.

"Hem... gitu ya? Kamu bisa kan membedakan warna putih dan biru?' tanya Kak Moses lagi.

"Ya bisalah Kak, ya kali udah SMA kaga bisa bedain warna putih dan biru," kataku sambil manyun.

"Tuh, kaos kakimu warna apa?" tanyanya sambil menunjuk kaos kakiku.

"Jelas itu warna biru Kak," kataku.

"Terus kenapa di masih pakai, kan harusnya pakai kaos kakinya yang warna putih?" Tanya Kak Moses

"Tadi perasaan di rumah, perasaan saya memakai kaos kaki warna putih kok kak, gak tau kenapa kok sampai sini jadi warna biru," jawabku membela diri.

"Kamu kira kaos kakimu bunglon,bisa berubah warna? Ya udah, tugasmu nyiram kebun rosela, sekalian cabut rumputnya!" Perintah Kak Moses sambil berlalu. Aku menggerutu, kenapa kaos kaki warna putih jadi berubah biru.

"Nama?" tanya Kak Moses pada siswa berambut kribo.

"Alexandro Ferguso, kelas 10 bahasa," jawabnya.

"Itu nama asli?" Kak Moses menatap cowok itu tak percaya.

"Asli lah Kak, sesuai akte kelahiran, kartu keluarga, ijasah dan KTP," jawabnya.

"Nama yang bagus, tapi jarang dipakai orang Indonesia," kata Kak Moses sambil tersenyum.

"Memang sih Kak, katanya waktu mama mengandung saya, beliau suka nonton telenovela, maka wakti anaknya lahir, dinamai begini," jawab Alex santai.

"Oke Ferguso, tau gak apa pelanggaran yang kamu lakukan?" Tanya Kak Moses.

"Saya sih tidak merasa bersalah Kakak. Tapi kalo saya salah, saya minta maaf," kata Alex sambil mengulurkan tangan.

Beberapa murid yang memperhatikan mereka berdua jadi menahan tawa. Ada juga sih yang sampai ngakak, termasuk aku.

"Iya saya maafkan Ferguso, asal kamu bantu Thalita nyiram kebun rosela sekalian cabut rumput. Trus nanti sepulang sekolah ke tukang cukur," kata Kak Moses sambil menjabat tangan Ferguso... Ehh, Alex.

"Next, nama kamu siapa cantik?" kak Moses menghampiri cewek berkerudung.

"Dewi Maulidayah, kelas 10 MIPA1 kak," jawab cewek itu sambil tersipu karena dibilang cantik.

"Tau kan apa salahnya Maul?"

"Karena gak pake dasi ya Kak?" Maul... Ehh, Dewi balik bertanya.

"Iya cantik. Emang dasinya kemana atuh?"

"Tadi di pakai mainan oleh adek Dewi Kak, trus masuk ke kuah soto. Jadi terpaksa gak pakai dasi, ya kali pakai dasi yang kena kuah soto. Dewi jangan dihukum ya Kak, please," Si Maul merayu Kak Moses dengan manja.

"Tenang aja cantik, kakak kan baik, gak bakal menghukum kok. Cuma tolong sapu halaman depan kantor TU ya," kata Kak Moses. Maul menghentakkan kaki kesal.

"Udah, jangan ngambek, nanti cantiknya ilang," Kak Moses masih menggoda Maul.

Part 02

Setelah membagi tugas untuk kami semua yang melakukan pelanggaran, Kak Moses membubarkan barisan. Tampak Kak Naura menghampiri Kak Moses untuk menawarkan sesuatu.

Sampai di kebun rosela, aku melihat banyak tanaman yang layu, dan di sela-selanya tumbuh rumput yang tinggi-tinggi, efek libur panjang dan musim kemarau. Segera aku mengambil ember untuk menyiram tanaman, kasihan, pasti mereka haus.

"Sini, aku aja yang ambil air, kamu cabutin aja rumputnya," kata Ferguso sambil meraih ember di tanganku.

"Oke deh kalo begitu, makasih ya," aku menyerahkan ember padanya, dan mulai mencabut rumput. Ahh... alot. Jadi lebih baik menunggu disiram dulu.

*****

Di ujung kebun, dibawah kerindangan pohon waru, aku melihat Kak Naura dan Kak Moses sedang mengawasi kami bekerja. Tampak Kak Naura berusaha menarik perhatian Kak Moses, tetapi kak Mosesnya cuek aja. Aku tersenyum melihatnya.

Ferguso menghampiriku sambil membawa seember air.

"Kok kamu ga cabut rumputnya, malah melamun disitu," katanya protes.

"Bukan gak mau, tapi alot tauuuu. Nunggu disiram dulu, biar gampang," kataku sewot.

Ferguso hanya tersenyum, kemudian mulai menyiram.

"Silakan Tuan putri, udah saya siram," lagaknya seperti seorang pelayan kepada tuan putri.

"Iyah, makasih Om," kataku sambil mulai mencabut rumput dibagian yang sudah dia siram.

"Jangan panggil Om dunk, kita kan seumuran, panggil sayang aja, biar lebih akrab," Ferguso mengerling becanda. Kami tertawa bersama.

"Namaku Thalita, panggil aja Lita, jangan Thali ya," kataku.

"Siap Tuan putri, namaku Alexander, panggil aja Mas Alex." dia mengajak bersalaman.

"Kotor nih," aku menunjukkan tanganku yang kotor.

"Ya wes, kaga usah salaman deh. Mas Alex tinggal ambil air dulu ya Tuan putri, jangan kangen," katanya seraya berlalu.

"Ihhh... pede amat sih Om. Emang situ ngangenin?" aku melempar serumpun rumput ke arahnya. Dia berkelit sambil tertawa-tawa.

*****

Aku merasa ada yang mengawasi, ku edarkan pandangan berkeliling. Tampak di sudut sana, Kak Naura berusaha mengelap keringat di dahi Kak Moses dengan selembar tissu. Kak Moses tampak risih dan berusaha menolak dengan halus. Kak Moses memandang ke arahku, sejenak pandangan kami bertemu, Kak Moses tampak salah tingkah. Aku melihat dia mengatakan sesuatu pada Kak Naura, kemudian keduanya melihat kepadaku. Aku tersenyum pada mereka.

"Mas Alex is back, kangen gak kangen gak, pasti kangen dunk," Ferguso mengejutkanku. Aku mendelik kepadanya.

"Ada apa sih Cantik, kok senyum-senyum sendiri?" tanya Ferguso sambil mengikuti arah pandanganku.

"Noh, ada orang pacaran," kataku.

"Pengen ya Cantik? Ya udah, sama Mas Alex aja kuy, pacarannya," kata Ferguso sambil mengedipkan mata menggodaku.

"Ogah banget, mending jomblo ajalah saia, timbang punya pacar kayak gini," kataku manyun.

"Kaya gini gimana? Yang cakep gini kan? Emang kok, Mas Alex ini cakep," katanya kepedean sambil mengelus jambul.

"Norak ooommmm," kataku sambil tertawa.

"Gapapa deh norak, yang penting Tuan putri suka. Mas Alex ambil air sekali lagi deh, abis ini bantu Tuan putri cabutin rumput," katanya sambil meraih ember.

"Iyaaa, ati-ati di jalan ya Om, kalo jatuh bangun sendiri ya," kataku cuek.

"Jangan kangen Tuan putri," serunya sambil berlalu.

Kak Naura dan Kak Moses yang juga mendengar kata-kata Ferguso tertawa, aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Ferguso gak jelek-jelek amat, tampangnya manis, kulitnya sawo matang, dan rambut kriwilnya bikin gemes. Kami bisa akrab dalam hitungan menit karena kekonyolannya.

*****

Setelah kembali dengan seember air terakhir, Ferguso sudah menyiram semua rosela di kebun itu. Kini dia berjongkok di sebelahku, membantuku mencabuti rumput yang tumbuh diantara tanaman rosela.

"Eh... Tuan putri, coba deh perhatikan kedua kakak OSIS di sana itu," bisik Ferguso.

"Emang kenapa? Biasa aja kan, kaga ada yang aneh," aku ikut memperhatikan.

"Amati deh baik-baik, kesimpulan apa yang bakal Tuan Putri dapat?" bisik Ferguso lagi.

"Emmm... apa ya?" aku semakin serius memperhatikan mereka.

"Ayolah, udah keliatan banget lho, masa segitu ajah ga bisa sih, cemen ahh," Ferguso mulai meledekku.

"Menurutku nih, Kak Naura itu naksir sama Kak Moses, tapi Kak Mosesnya kaga. Mungkin juga risih akan perlakuan Kak Naura, tapi tak enak buat nolak. Makanya mencoba menghindar secara halus, gitu kan om?" aku mulai menyimpulkan.

"Yup tepat sekali. Ternyata Tuan putri ini punya bakat untuk jadi detektif. Spesialis detektif cinta," Ferguso meledekku.

"Ya kan keliatan banget gitu, kaga perlu kemampuan detektif untuk menyimpulkan demikian," kataku.

"Asal Tuan putri tau ya, cowok tuh kadang ada yang risih diperlakukan kayak gitu. Kebanyakan cowok tuh lebih suka mengejar cewek yang disukai, ketimbang dikejar cewek, kaga ada tantangannya," kata Ferguso lagi.

"Iyah aku paham kok. Ada kepuasan tersendiri saat seorang cowok berhasil mendapatkan cewek yang dikejar. Semakin susah didapatkan, semakin menantang, gitu kan Om?" tanyaku.

"Yup, bener banget. Kayaknya Tuan putri paham banget perasaan seorang cowok, jangan-jangan....?" Ferguso menampakkan muka lucu yang nyebelin.

"Jangan-jangan apa? Awas aja mikir aneh-aneh deh," aku mendelik kearah Ferguso.

"Tuan putri ini, cewek sungguhan kan? Bukan cewek jadi-jadian?" Ferguso tertawa melihatku semakin sewot.

"Sembarangan... mau bukti nih?" aku pura-pura makin sewot.

"Boleh deh boleh, buktiin kalo Tuan putri bener-bener cewek tulen," tantangnya.

"Ya udah, nanti buktikan di toilet deh," kataku.

"Hah? Maksudnya?" Tanya Alex heran.

"Ya nanti liat aja, aku ke toiletnya toilet cewek apa cowok. Kalo masuknya ke toilet cewek, berarti aku cewek. Gitu lho Om," aku nyengir melihat Ferguso salting.

"Ahh... Kirain mo buktiin di toiletnya tuh kaga gitu," dia tertawa sambil garuk-garuk kepala.

"Dasar om-om otak musem," kataku sambil tertawa.

"Ngomong-ngomong, Tuan Putri ini cewek yang beda deh, dari kebanyakan cewek yang kukenal," katanya lagi.

"Maksudnya gimana tuh?" aku mulai penasaran.

"Ya Tuan putri tuh paham banget gitu, gimana sifat cowok, makanya tadi kubilang cewek jadi-jadian," Alex mengeluarkan pendapatnya.

"Aku tuh punya enam sepupu cowok, terus punya abang satu, tetangga juga cowok semua, yang cewek cuma dua ekor, jadi ya gitu deh." jelas aku pada Ferguso.

"Oh pantesan, Tuan putri tomboi banget. Yok ahh cuci tangan, udah beres ini," ternyata kami sudah menyelesaikan tugas kami.

"Kak, udah beres nih, coba periksa," kataku pada kedua kakak OSIS itu.

"Oke deh, sipp.... udah beres, kalian cuci tangan dan kembali ke kelas," kata Kak Moses.

"Iya kak, siappp. Kuy tuan putri, buktiin kalo tuan putri cewek tulen," Ferguso mengangguk pada mereka berdua dan mengajakku berlalu.

Setelah berpamitan pada keduanya, aku dan Ferguso bergegas ke toilet untuk cuci tangan, sebelum kembali ke kelas masing-masing.

Part 03

Hari pertama MOS sudah kulalui dengan lancar, kesialanku hari ini sudah berakhir. Aku melangkah menuju gerbang sekolah bersama Aurelia, atau yang biasa di panggil Rere, teman sebangkuku. Kebetulan arah pulang kami sama, meskipun aku lebih jauh.

"Pulang naik apa Re?" tanyaku.

"Tadi katanya sih mau dijemput ayah sih. Kalo kamu Lit, naik apa nih," jawabnya.

"Aku naik metromini nih, kuy lah kita tunggu di depan. Entah siapa nanti yang duluan, kamu dijemput ayahmu, atau metromini yang akan ku tumpangi lewat," ajakku.

"Kuy lah," Rere mengikuti ajakanku.

****

Kami berdua melangkah menuju pinggir jalan. Dibawah keteduhan pohon sawo dipinggir jalan, kami menanti. Ada yang jualan es dungdung. Es legendaris. Aku mengajak Rere untuk jajan es dungdung.

"Jajan es dungdung yok. Aku paleng suka rasa alpukat," ajakku bersemanggat.

"Ogah ahh, kata mama bikin batuk, kalo jajan es sembarangan di pinggir jalan," tolak Rere.

"Mana ada kayak gitu, itu mah bisa-bisanya mamamu aja, biar duitnya gak habis, karna anaknya suka jajan," aku tertawa mendengar alasannya.

"Berarti... selama ini aku dikibuli dong sama Mama?" Kata Rere sambil cemberut.

"Ya iya lah Say, abis kamu gak pinter sih," ledek ku.

"Ngatain aku bego nih?!" Tanya Rere tersinggung.

"Nggak kok, kamu pinter, cuman lebih pinter mamamu ajah timbang kamu." Kataku menggodanya, hingga Rere tambah ngambek dan mencubit lenganku.

Kami berdua segera menghampiri tukang es dungdung dan masing-masing memesan es dengan rasa kesukaan masing-masing.

"Paklek, mau yang rasa stawberry ya, pake cup, satu." Rere memesan es dungdung lebih dulu.

"Asiap Neng," paklek penjual es tersenyum girang.

"Kalo saya yang rasa alpukat Paklek." ada suara cowok yang mengucapkan kalimat yang sama denganku. Aku menoleh, ternyata Kak Moses.

"Ternyata selera kita sama ya Lit, sehati nih," Kak Moses tersenyum manis.

"Yah kalo bisa sih sepikir dan sejiwa juga dong," candaku sambil menerima es pesananku. Setelah membayar, aku dan Rere kembali ke bawah pohon sawo untuk menunggu.

*****

Kak Moses menghampiri kami setelah menerima dan membayar es pesanannya.

"Kalian berdua pulang naik metromini yang sama?" Kak Moses bertanya.

"Lita tuh yang naik metromini, kalau Rere sih dijemput kak. Ini lagi nunggu," jelas Rere.

"Ohh gitu, yaudah biar nanti Lita bareng naik metro sama aku, searah juga. Tapi kita tunggu dulu Rere dijemput ya." kata Kak Moses.

"Kok kakak tau, rumah Lita searah sama kakak?" tanya Rere kepo.

"Tadi pagi kebetulan kita semetro, jadi kakak tau, kalo Lita searah sama kakak," jelas kak Moses.

"Oh seperti itu," kata Rere setelah tahu.

*****

Tiba-tiba sebuah motor matic berhenti di depan kami. Pengendaranya ternyata Kak Naura.

"Ses, bareng yuk. Nih kamu yang bawa deh,!" Kak Naura menawari Kak Moses bareng, tapi mengabaikan aku dan Rere.

"Makasih deh Naura, aku naik metromini saja," tolak Kak Moses.

"Ayo dunk, mumpung kamu gak bawa motor. Kita bareng lah," Kak Naura masih bersikeras.

"Janganlah Naura, lagian kamu kan cuma bawa satu helm. Trus rumah aku juga lebih jauh dari rumah kamu. Takut ngerepotin." Kak Moses masih menolak.

"Gak kok, gak ngerepotin. Justru aku seneng lho, kalo kita bareng."

Sebelum kak Moses sempat menjawab, ada motor yang berhenti, rupanya ayah Rere.

"Ah, ayahku udah jemput nih. Duluan yaa semua." Rere berpamitan dan segera nangkring di boncengan ayahnya. Mereka berlalu, seraya Rere melambai ke kami.

Setelah Rere dan ayahnya berlalu, kembali Kak Naura mengajak Kak Moses bareng, Kak Moses terus menolak.

Metromini yang kutunggu muncul, aku segera melambai, agar metromini berhenti.

"Saya duluan ya kakak-kakak, itu metromini yang saya tunggu sudah datang," aku pamit pada mereka.

"Ehh.... tunggu Lit, aku bareng kamu," Kak Moses berlari kecil mengikuti aku naik metromini. Dari sudut mataku, aku melihat kak Naura kesal, terus ngebut meninggalkan tempat itu.

*****

Di dalam metromini, Kak Moses duduk disebelah aku lagi. Wajahnya keliatan kesal.

"Kenapa Kak, kok seperti lagi kesel banget gitu," tanyaku memberanikan diri.

"Keliatan banget ya kalau aku lagi kesel? Gak kok, gak kesel, cuman lagi bete aja," jawabnya sambil menggaruk kepala.

Aku cuma tersenyum melihat tingkahnya.

"Ehh Lit, di rumah kamu punya helm ga?" Tanya Kak Moses setelah kami cukup lama terdiam.

"Punya Kak, kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Besok bawa ya, tunggu aku di halte, kita bareng. Besok aku bawa motor, itu kalo kamu mau sih," Kak Moses menawari aku berangkat sekolah bareng.

"Gak deh Kak, Lita naik metromini saja. Takut kalo bareng Kakak, nanti ada yang marah sama Lita," kataku menolak ajakannya.

"Lha kenapa? Gak mau ya dibonceng motor? La gimana, aku punyanya motor doang, itu juga butut," Kak Moses memelas.

"Ya bukan gitu juga konsepnya. Takut aja, nanti Lita di labrak Kak Naura," aku tersenyum kecut.

"Ya gak bakalan, kan aku sama Naura itu cuman temen. Dia gak ada hak buat ngatur-ngatur aku berangkat sekolah bareng siapa," kata Kak Moses.

"Tapi, sepertinya Kak Naura itu suka deh sama Kakak," aku penasaran.

"Kelihatan banget ya?" Tanya Kak Moses.

"Iyalah kelihatan. Orang bego juga tau, kalo kak Naura keliatan suka sama Kak Moses," jawabku.

"Tuh dia Lit. Sebenernya aku risih sih sama perhatian dia ke aku. Mana ngakunya pacar aku lagi. Padahal kami mah cuman sekedar teman, gak lebih," Kak Moses malah curhat.

"Ya udah, terima aja kenapa sih, Kak Naura kan juga cantik, perhatian lagi," godaku.

"Kan kamu tau Lit, sapi dan kerbau tak mungkin membajak bersama," Kak Moses berkata.

"Ehh....." Aku paham apa yang dimaksud oleh Kak Moses.

"Tuh udah nyampai, kamu turun halte depan situ kan?" Tanya Kak Moses.

"Iya Kak."

"Yawes deh, besok mau bareng ga?" Kak Moses memastikan.

"Lita naik metromini aja Kak. Sampai besok." aku pamit sambil memencet bel agar metromini berhenti.

"Sampai besok Lita," jawab Kak Moses.

*****

Pagi ini aku bangun tepat waktu, jam lima pagi. Setelah bersaat teduh, aku bersiap ke sekolah.

"Tumben bangun tanpa perlu diteriaki Lit, kesambet ya?" Mama menggodaku saat aku menghampiri meja makan untuk sarapan.

"Mama ini gimana sih? Anaknya rajin dibilang kesambet," aku menggerutu sambil mengambil nasi goreng.

"Ya biasanya kan perlu perjuangan tuh, buat bangunin putri tidur kayak kamu," kata Mama.

"Ini Lita lagi dapat hidayah kok, makanya rajin." kataku cuek.

"Ya bagus, pertahankan Sayang," Papa yang dari tadi diam, berkomentar.

Kami kemudian tertawa bersama.

*****

Aku berjalan ke halte dengan santai, tak perlu tergesa seperti kemaren. Hari masih pagi, masih banyak waktu untuk sampai ke sekolah.

Ternyata di halte ada yang menungguku. Kak Moses tersenyum melihat kedatanganku.

"Pagi Lita. Ayo deh naik, kita bareng." katanya sambil mengulurkan helm.

"Gak bisa nolak dong sekarang ini?" tanyaku sambil menerima helm dan mengenakannya.

"Jelas gak bisa. Kan gak menghargai usahaku bawa-bawa helm dari rumah. Masa sih tega nolak?" Tanya Kak Moses.

"Iya deh, tapi ini terpaksa nerima aja. Demi kesopanan." kataku sambil duduk di boncengan motornya.

Kak Moses tersenyum, dia mulai melajukan motornya perlahan meninggalkan halte.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!