REUNILOVE
Di kamarnya, Haris masih tidur pulas, posisinya tengkurap, sprei tempat tidurnya juga berantakan. Suasana kamar sedikit lengang, hanya ada dua suara yang beradu, yaitu suara televisi yang menyala dan bunyi dengkuran Haris yang terdengar nyaring.
Tapi sekejap ketenangan itu berubah.
“Krriiiiiiiiiiiiiiiiinnnggg!” terdengar bunyi panjang dan keras dari alarm telepon genggam yang ada di atas meja kamar.
Spontan saja Haris terjingkat, kaget dan bangun mendadak dari tempat tidur. Dilihatnya jam alarm.
“Mamamia.! Kenapa beta atur bunyi jam sepuluh? Harusnya jam tujuh." Haris menggerutu sembari mengusap wajah. Ia menyalahkan dirinya karena rencana untuk olahraga pagi dan mengambil baju pinjaman di teman akhirnya batal.
Selain itu, ia juga kesal karena semalam tidur sudah pukul dua pagi. Logat daerahnya masih belum bisa hilang meskipun sudah hampir tujuh tahun tinggal di Jakarta. Ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di SMA setelah lulus dari SMP di Ambon. Omnya mengajak untuk lanjut sekolah di Jakarta saja, untuk bantu meringankan beban keluarganya yang masih punya tanggungan adik empat orang.
Haris coba mengucek kembali matanya, seakan belum yakin dengan jam alarm yang ia lihat. Wajahnya kusam, rambut acak-acakan.
"Seorang pemuda nekat memanjat tiang sutet listrik dan hendak bunuh diri dengan cara terjun dari ketinggian delapan belas meter tiang sutet karena putus cinta dengan pacarnya,” suara presenter berita televisi terdengar dan Haris baru sadar jika ia juga lupa mematikan televisi.
“Aduh ale ... kalau jatuh cinta atau putus cinta itu biasa. Tidak perlu ada drama. Macam sinetron saja, hidupnya penuh drama, edodoe ...” gerutu Haris sambil meraih remot untuk mematikan televisi. Ia merasa anak zaman sekarang semakin pendek akalnya sampai nekat melakukan hal bodoh.
Perlahan Haris menarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu meletakkan kembali remot di atas meja. Seketika matanya tertuju pada sebuah undangan reuni yang tergeletak di dekat handphone di atas meja. Dahinya berkerut dan tampak berpikir. Ia ambil undangan itu dan dilihatnya sejenak.
Spontan saja ia kaget karena baru sadar setelah teringat kejadian tiga hari lalu saat ia menerima undangan dari kawan lama. Undangan itu bukan sekedar undangan, tapi spesial karena punya maksud khusus yaitu sebuah tantangan yang ia anggap mempertaruhkan harga dirinya sebagai laki-laki.
Mendadak Haris mulai panik dan meletakan begitu saja undangan spesial tersebut. Beberapa kali ia mondar mandir ingin melakukan sesuatu tapi bingung. Untungnya sebuah ide sempat terlintas di benaknya. Ia bergegas ingin ke luar kamar, tapi saat melewati lemari bercermin ia kaget melihat dirinya. Tampak berdada bidang dan otot kekar tapi hanya memakai celana boxer bergambar Hello Kitty. Haris tidak jadi keluar karena malu jika ketahuan orang di rumahnya.
Dilihatnya sejenak celana pendek selutut yang tergeletak di lantai, lalu cepat diambil dan ia pakai. Setelah itu Haris melangkah mendekati pintu kamar, mulai mengintip keadaan di luar. Merasa yakin tidak ada orang, ia mulai mengendap-ngendap menuju ke kamar Adi, adik sepupunya yang masih SMK kelas dua. Dadanya berdebar saat berjalan pelan dan akhirnya sampai juga di depan sebuah kamar yang tidak jauh dari kamarnya. Sebelum masuk, Haris kembali mengamati keadaan sekitar, takut ada om atau tantenya, atau pembantu di rumah yang melihat.
Perlahan gagang pintu diputar, ternyata tidak terkunci. Haris membuka dan mengintip ke dalam kamar, tidak ada orang. Hatinya senang karena merasa rencananya akan berhasil. Aksinya ia lakukan dengan sangat tenang dan senyap, mengalahkan aksi James Bond 007 dalam hal menyelinap. Semua filmnya sudah tamat ia nonton, juga beberapa aktor dari film action lainnya. Bukan hanya menonton, ia juga mempelajari teknik dan kiat jitu dalam menjalankan suatu misi. Kecerdasan menjadi kunci utama dalam menyusun rencana dengan baik.
Setelah diam sejenak, Haris mendengar dari arah kamar mandi dekat dapur sempat terdengar bunyi air seperti orang sedang mandi walaupun sudah berhenti bunyinya. Haris merasa yakin bahwa yang sedang mandi adalah Adi.
Tanpa banyak membuang waktu, Haris langsung masuk mengendap. Seperti misi rahasia yang bergerak cepat dan sunyi, Haris beraksi dengan cepat mengambil sesuatu, kemudian secepatnya berjalan keluar kamar dengan tergesa-gesa.
“Aman,” ucapnya pelan ketika mengintip keadaan di luar kamar. Tanpa membuang waktu, Haris langsung mengendap keluar dari kamar Adi sambil membawa sesuatu yang disembunyikan dalam dekapannya. Langkah kakinya jingkat, berharap agar tidak bersuara.
Sementara itu, Adi baru saja keluar dari kamar mandi memakai handuk. Ia sempat terkejut karena melihat tingkah kakak sepupunya.
“Bang Haris ngapain tuh?” pikirnya. Adi belum tahu apa yang terjadi dan kembali cuek sambil terus berjalan menuju kamarnya.
Adi tetap bersikap tenang dan santai masuk kamar, menutup dan mengunci pintu, lalu menuju cermin besar di pintu lemari kamar sambil bersiul riang. Ia asyik memperhatikan wajahnya di cermin. Mulutnya dimonyong-monyongkan, berusaha bergaya menirukan ekspresi model alay ibukota.
Usai melihat wajah di cermin, perhatian Adi tertuju pada sebuah lembaran foto ukuran 6 R yang tertempel di kiri atas cermin lemari. Adi memandang riang foto seorang gadis manis berpakaian seragam SMA dan senyum-senyum sendiri.
“Tenang aja, besok, aku pasti berani nyatakan cinta padamu. Kalau besok belum berani juga ... ya, besoknya lagi.” Adi bicara sambil coba ingin mencium foto tersebut, tapi ketinggian.
“Oya, sekalian juga aku akan olahraga gantung badan, biar bisa sama tinggi denganmu. Nggak apa aku gantung badan, asal bukan cinta dan perasaanku yang kamu gantung. Oh Senja, pujaanku.” Adi makin ngelantur. Lembar foto itu sengaja dicetak karena ia tidak puas jika hanya melihat dari layar telepon genggam miliknya.
Tanpa sadar Adi sempat melihat pantulan jam dinding di cermin yang menunjukkan pukul 10.15 waktu Indonesia barat, Adi menyudahi membayangkan sang pujaan. Hari ini ia sudah berencana bolos karena terpengaruh ajakan teman yang mengajaknya ikut suatu kegiatan lain di luar sekolah.
Ketika Adi balik belakang, ia jadi terkejut melihat di dinding dekat pintu, yang tergantung tinggal topi dan dasi SMK miliknya. Di sebelahnya ada tas sekolah.
“Seragam gue mana ya? Perasaan tadi sebelum mandi sudah tergantung di situ, habis disetrika si mbok. Kenapa nggak ada?” Adi berpikir sejenak dan kembali melihat sekitarnya.
Tiba-tiba, Adi jadi sadar, terkejut, dan ingat sesuatu.
“Bang Hariiiss!” teriak Adi panik, dan langsung keluar kamar.
Dari dalam rumah, Adi melihat Haris baru saja keluar pintu depan ruang tamu, gelagapan, panik, dan buru-buru pergi keluar rumah menggunakan seragam putih abu-abu.
Seragam itu terlihat sempit karena usianya yang sudah dua puluh dua tahun. Tapi Haris tidak peduli dan terus melangkah cepat keluar pagar karena tidak ingin Adi berhasil mengejarnya. Ia juga tidak peduli walau hanya mencuci muka tanpa mandi, demi bisa hadir tanpa terlambat.
“Bang Haris! Seragam guueeee..!” Adi kesel dan emosi, hanya melihat dari balik pintu ruang tamu. Ingin mengejar tapi batal karena handuknya sempat kendor akan melorot.
@ @ @
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Anggi
🤣🤣
2023-08-25
1
Anggi
cucok cyyn 🤣
2023-08-25
1
Mamah Serly
haaadiir ka 😍😘😘
2022-01-27
2