NTM : 1.9

Benar datang.

Benar sudah dipesan.

Dan, benar. Pernikahan itu akan terjadi dua minggu lagi sejak hari ini!

Aku memandang nanar selembar kertas undangan simple cutting berwarna putih gading di tanganku. Meratapinya dengan hati menjerit sedih. Kala menerimanya pun, aku sampai kehabisan kata yang padahal sebenarnya aku ingin merobek-robeknya dan mengatakan bahwa itu hanyalah sebuah kedustaan belaka.

Namun, saat melihat bagaimana reaksi kedua orang tuaku, yang tersenyum lebar nan puas karena undangan yang mereka pesan untuk anaknya ini sudah selesai cetak sesuai kemauan dalam ketepatan waktu yang pas. Mereka sungguh kelihatan bahagia, bahkan sangat bahagia. Dan hal itu membuatku menghentikan langkah. Tentu saja aku tak bisa merusaknya!

Sesungguhnya, undangan ini sangatlah menarik. Jika seandainya ini bukan pemaksaan pernikahan, seandainya saja pernikahan ini adalah pernikahan impianku dengan seorang yang kucintai alih-alih musuhku sendiri, pasti aku pun akan turut bahagia seperti yang diharapkan. Namun, bukannya bahagia, aku dirundung nestapa seketika begitu membaca deretan nama yang tertera di sana dengan tinta silver berkilauan. Sungguh, rasanya aku ingin menangis saat ini juga!

...-----...

...Regita Pertiwi...

...(Putri kedua Bpk. Adli Ilham dan Ibu Hesti Nasriyah)...

...dengan...

...Fabian Samudra...

...(Putra Pertama Bpk. Heri Santosa dan Ibu Wina Admadja)...

...-----...

Mau berapa kali dilihat pun aku tetap tak percaya bahwa hari seperti ini akan tiba di depan mata kepalaku sendiri. Melihat namaku dengan nama Fabian berdampingan selayaknya jaman kami SMA kala kami menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua, hanya saja perbedaannya adalah kini aku dan dia disandingkan untuk berada di atas pelaminan.

*Bayangkan!

PE.LA.MIN.AN*!!

Aku menghela napas berat. Ingin menangis menjerit pilu tapi aku malah tak bisa. Sungguh, sekarang perasaanku jadi amat kacau. Rasanya seperti habis tersambar petir di siang bolong! Mencengangkan!!

Berusaha menahan kelam nan sesak di dada. Aku mengembuskan napas dalam-dalam. Sekarang ini bukan waktunya aku meratapi nasib, melainkan berusaha agar terhindar dari kenahasan takdir!

Jelas, aku harus mengatur siasat agar pemaksaan pernikahan ini tidak akan terjadi!

Aku sempat mencuri dengar dari pembicaraan para tetua termasuk Mas Aji usai makan malam tadi bahwa persiapan pernikahan ini sudah nyaris sempurna alias selesai. Kesiapannya sekitar 90 persen, masih tersisa 10 persen lagi sebelum semua persiapan itu menjadi sempurna. Undangan pernikahan itu pun belum disebar. Artinya, masih ada kesempatan!

Meski agak ragu, mengingat antusiasme mereka dan progress persiapan ini, namun aku lebih meyakinkan diriku. Kalau semua itu tidak akan ada artinya dibanding kebahagiaanku di masa depan. Ya, benar, menikah paksa bukanlah solusi menjadi bahagia!

Aku menghela napas sekali lagi. Beberapa kali berpikir pun hasilnya tetap sama. Ini aneh, ganjil! Bayangkan, betapa tidak aneh kalau persiapan sudah masuk ke angka 90% tetapi aku bahkan tak pernah dapat informasi apa pun soal pernikahan ini, bahkan persetujuan basa-basi untuk mau dijodohkan saja pun tak pernah ada! Selama di Singapura aku merasa tenang dan baik-baik saja. Ayah dan Ibuku pun tak pernah bicara apa-apa kepadaku. Begitu pula Mbak Citra dan Mas Aji yang tak pernah mengungkit hal ini.

Lalu, bukankah semua pernikahan harus dengan adanya persetujuan dua belah pihak? Baik aku atau pun Bian. Mataku mengernyit, pikiranku mencuat bernada curiga. Jadi... apakah seperti ini yang disebut kawin paksa?!

Mataku membulat seketika. Ingin berteriak dengan amat frustasi namun hanya mampu tertahan di kerongkongan. Nasib sial macam apa yang sedang menimpaku ini? Kenapa keadaannya jadi seperti ini?!

Akhirnya kujentur-jenturkan kepalaku ke atas meja belajar ini sembari aku mencari ide, berpikir. Otakku merapal, harus gagalkan pernikahan ini, harus gagalkan, harus gagalkan, gagalkan, gagalkan...

Mataku terpejam berikut kernyitan di dahi yang nampak jelas. Tanda bahwa kini aku sedang berpikir keras. Tadinya hanya ada gelap yang terlihat dari bayangan pikiranku, namun tiba-tiba muncul wajah Bian dengan senyum miring khasnya yang amat begitu menyebalkan tuk diingat.

Ah, benar!

Seketika itu mataku yang mulanya terpejam langsung terbuka lebar. Binarnya memancarkan secercah harapan. Membuat senyumku mengembang indah tersirat kelegaan teramat besar.

Sekarang telah kutemukan jawabannya. Fabian Samudra. Itu dia, Bian!

Aku mengangguk-angguk membenarkan pikiranku yang merasa Bian berada di sisi yang sama denganku. Tentu, karena aku adalah musuh terbesarnya. Apalagi dia pun tak pernah menyukaiku meski hanya mengendus kehadiranku di dekatnya. Maka semua itu sudah jelas, hasilnya dapat disimpulkan; bahwa cowok itu pasti berada di kubu yang sama denganku. Menolak!

Kepalaku mengangguk pasti, membenarkan apa yang otakku sedang pikirkan saat ini; bertemu pria itu dan segera bicara empat mata dengannya! Karena sudah tak ada waktu lagi, dan kami harus gerak cepat.

Toh, aku amat yakin, Bian pasti akan menerima penawaran kerja sama ini. Tentu, karena dia juga membenciku.

Aku tersenyum.

"Ide bagus, Rere!" pujiku pada diri sendiri.

***

Aku mencicipi Frappuccino Latte yang baru saja mendarat dengan mulus di atas mejaku. Warnanya yang coklat menarik dengan krim kocok di atasnya membuatku amat tertarik untuk menikmatinya segera. Penasaran dengan rasanya. Padahal tadinya aku ingin pesan Ice Chocolate saja alih-alih menu kopi seperti frappuccino seperti ini.

Setelah mencicipinya sedikit, mengecap, mengeksplorasi rasanya. Aku tersenyum cerah. Ternyata enak juga...

Sembari menikmati segelas frappuccino bersama dengan stik kentang favoritku, mataku mengedar. Mengamati seluruh sudut bangunan coffee shop ini. Sesekali melirik jam di ponsel, aku memang sedang menunggu seseorang.

"Ting!" Bel tanda pintu terbuka itu berbunyi.

Kontan, mataku melirik ke arah pintu. Tepat pada saat itu kulihat dia baru saja menapaki kakinya masuk ke dalam bangunan ini. Akhirnya dia datang juga!

Seorang pria berkemeja navy dengan postur tubuh tinggi tegap berdiri de ambang pintu. Pandangannya mengedar. Mungkin dia sedang mencari keberadaanku sekarang.

"Yan," Seruku seraya mengangkat tangan ke atas. Membuat tanda agar dia segera menyadari letak di mana diriku berada. "Di sini!" Imbuhku.

Dia yang menyadari suaraku pun akhirnya melihat ke arahku juga. Melihatku, wajahnya langsung berubah malas. Membuatku yang sadar diri akan reaksinya langsung mendengus kesal.

Memangnya hanya dia yang nggak mau kita ketemu?! Huh!!

Bian menghela napasnya panjang sebelum akhirnya mulai berjalan ke arah meja yang aku tempati. Dia pun duduk berhadapan denganku lalu memesan kopi panas tanpa makanan pendamping.

"Ada hal penting apa sampai lo berani nyuruh gue dateng ke sini di waktu makan siang gue yang berharga?!" Katanya sinis tanpa basa-basi.

Dalam hati aku mengutuknya. Mencaci makinya segenap jiwa raga. Kalau bukan karena kepentingan masa depan bersama aku pun nggak akan mau menemuinya di sini seperti ini!

"Saya minta maaf telah mengganggu waktu makan siang Anda yang berharga!" Cetusku menghela napas, menahan kesal.

"Iya, iya." Dia memutar bola mata lalu menyesap kopi hitam di dalam gelas. Responnya itu lagi-lagi membuatku mengutuknya berulang kali. "Yaudah, buru. Lo mau ngomong apa sampai minta ketemu di sini?!"

Aku menyipitkan mata. Menahan kedongkolanku yang mendadak melimpah ruah di dalam dada tersebab melihat tampang malasnya sekaligus reaksinya yang tak bersahabat sama sekali itu. Sekali lagi aku menghela napas panjang. Demi masa depan yang cerah, aku harus sabar! Rapalku dalam hati.

Tanpa lebih banyak buang waktu, aku pun langsung mengutarakan maksudku. Sebelum itu, aku tatap matanya lekat. Kemudian berkata, "Bian, ayo kita kerjasama!"

___________________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

Terpopuler

Comments

Khalua Khalifa

Khalua Khalifa

banyak yg komen kebanyakan suara hati sama penjelasan'nya di banding percakapan'nya,,author coba di pahami dan sedikit diterima masukan'nya,,memang benar jd pembaca pun mulai bosan

2021-09-27

0

Herlina Wibawanti

Herlina Wibawanti

ini cerita bukan kebanyakan cerita dalam hati/isi pikiran atau ngedumel,. Tp ini cerita ini diambil dr Sudut Pandang Orang Pertama,. Jdi para Reader mohon dipahami ya jenis ceritanya apa dlu,..

2021-02-25

0

galuhname

galuhname

jangan banyak bicara dalam hatinya thor.. ngobrol kaya biasa aja, ceritanya bagus bikin penasaran cm ngomong dalam hati terus

2020-11-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!