My Beautiful Lawyer

My Beautiful Lawyer

1

Seorang pria paruh baya duduk melamun di luar ruang pengadilan. Dia menatap jam di tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 12.57, sidang yang akan dia jalani adalah pukul 13.30.

Seorang pria gagah menggunakan seragam jaksa menghampirinya dan mengajaknya untuk bersiap dan masuk ke sebuah ruangan dekat dengan ruang pengadilan yang akan digunakan.

"Anda bisa baca dulu semua yang harus anda utarakan di sidang nanti. Diingat dan jawablah sesuai dengan apa yang tertulis dengan santai dan tegas, lalu usahakan terlihat alami, terlihat anda menjawabnya sendiri" ucap Frans.

Jaksa berusia 35 tahun yang sudah cukup lama bergelut di banyak persidangan itu memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan kliennya dalam persidangan nanti.

Beberapa saat kemudian datang seorang gadis cantik dengan kemeja putih dan celana hitam katun. Dengan memegang map berkas persidangan di tangan kanan, juga jubah jaksa di tangan kirinya, dia membungkuk sedikit untuk menyapa jaksa seniornya.

"Selamat siang Pak!" ucap Hasna.

"Siang!" jawab Frans dengan sedikit acuh.

Hasna duduk dan bersiap memakai jubah jaksanya. Dia merapikan diri kemudian duduk lalu memeriksa berkas pertanyaan yang akan dia lontarkan pada Pak Wahyudin, pihak pertama yang menuntut kliennya.

Ini adalah kasus perdana bagi Hasna Maulida Fadilah, setelah dia lulus dengan nilai terbaik di usia ke 24 tahunnya. Hati dan pikirannya sedang herusaha kuat untuk tak gentar menghadapi seniornya yang sudah terkenal dalam memenangkan setiap pertarungan sidang.

Banyak orang yang kagum pada Frans Sinaga karena ketegasan dan kecakapannya dalam menghadapi lawannya di sidang. Banyak juga yang mengatakan bahwa dia tak sedikit melakukan beberapa kecurangan dalam membantu kliennya untuk keluar dari masalah.

"Ini kasus perdana mu, seharusnya kamu memilih dengan benar mana yang harus kamu pertahankan dengan mana yang seharusnya kamu abaikan" ucap Frans sambil memeriksa berkas miliknya.

Hasna menatapnya dengan seksama berusaha mengerti apa yang Frans katakan.

"Heh..apa yang ada dalam pikiran mu hingga kamu berani melawan ku di persidangan? Apa dengan kalah dari ku sudah cukup membuat mu merasa bangga? Sehebat itukah aku dalam pandangan mu?" lanjut Frans menertawakan Hasna.

Hasna hanya tersenyum, dia tak menjawab meski Frans sudah menggertaknya juga menertawakan pilihannya.

#

Semua bermula dari kedatangan Fajri Megantara seorang penyelidik kepolisian, padanya pertama kali untuk meminta bantuannya membela seorang ibu yang menjadi gila setelah kehilangan anak semata wayang mereka.

Balita Nara ditemukan meninggal di ranjangnya sesaat setelah para bapaknya keluar dari mesjid dan mushola setelah ibadah sholat subuh.

Ibu Nara sedang ke kamar mandi untuk bersiap melaksanakan shalat subuh setelah suaminya keluar dari rumah hendak pergi ke mesjid.

Rina tak dapat mendengar suara apapun dari luar karena suara mesin jet pumpnya yang sudah jelek dan berisik setiap kali dinyalakan. Saat keluar dari kamar mandi pun dia tak mendengar apapun. Dia melanjutkan bersiap memakai mukena dan mendirikan sholat.

Setelah selesai berdzikir dan berdoa, dengan perlahan dia ke dapur untuk menanak nasi dan menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum berangkat kerja.

Beberapa saat setelah itu, dia berjalan menuju kamarnya. Alangkah terkejutnya dia saat putrinya Nara tak bergerak, bernafas atau pun merengek.

Nara yang biasanya rewel karena mengidap penyakit sindrom rett tak sama sekali terdengar suaranya. Rina berteriak histeris sembari menggendong Nara putrinya, dia berlari keluar meminta bantuan pada tetangganya.

Semua tetangga datang dan mengerumuninya. Beberapa dari mereka ikut menangis atas kepergian Nara. Ada juga yang dalam hatinya mengatakan lega karena takkan terganggu lagi oleh tangis Nara yang mengganggu mereka pada malam hari.

Wahyudin datang menghampiri dan bertanya apa yang terjadi. Dia melihat Rina memeluk putrinya yang sudah kaku tak bernyawa. Tangisnya mulai keluar, Wahyudin ikut menyebut-nyebut nama Nara dalam sedihnya.

Wahyudin dan Rina sedang bersedih, tapi seorang detektif bernama Fajri Megantara mencurigai kejanggalan kematian Nara. Dia diam-diam memeriksa TKP dan mendapatkan sebuah bukti.

Wahyudin mengetahui hal itu dari seorang petugas polisi, bahwa seorang detektif tanpa menyebut namanya, sudah menemukan sebuah bukti bahwa Nara telah dibunuh.

Wahyudin mendadak meminta untuk menghentikan penyelidikan terkait anaknya dengan alasan tidak mau nenyakiti jasad anaknya untuk keperluan otopsi. Terlebih saat itu, istrinya Rina mengalami syok berat atas kehilangan anaknya.

Namun penyelidikan tetap di lakukan. Wahyudin pun menerima semua yang diminta kepolisian untuk mendukung penyelidikan.

Suatu malam, Wahyudin menatap istrinya yang sedang menangis histeris di pojok kamar. Suaranya mengganggu para tetangga yang akan beristirahat. Wahyudin tak tahan, dia kesal dan memukul istrinya agar dia diam. Namun Rina meminta ampun pada Wahyudin dan bicara aneh.

"Ampun pak! Aku ngga bunuh anak aku pak!"ucap Rina ketakutan sambil menangis.

Wahyudin langsung menemui polisi dan melaporkannya. Dia melaporkan semua yang dikatakan Rina istrinya.

Polisi melakukan penangkapan pada Rina yang saat itu histeris menangis memeluk selimut anaknya. Hari itu semua tetangga juga mengerumuni rumah Pak Wahyudin untuk menonton.

Hasna di tunjuk sebagai pengacara pembela Bu Rina karena masih bergabung di kejaksaan umum. Hasna yang baru lulus dari universitas dipercaya untuk menangani kasus ini. Dengan bantuan dari Fajri, Hasna mendapat sebuah petunjuk dan beberapa bukti.

#

Tepat 13.25, mereka sudah diberi tahu untuk bersiap untuk memasuki ruang persidangan. Frans dan Pak Wahyudin masuk lebih dulu, sedangkan Hasna masuk setelah Bu Rina diantar ke meja terdakwa di sampingnya.

Hasna tersenyum saat Bu Rina menatapnya. Bu Rina dengan refleks membalas senyumnya. Dalam keadaan ini, Bu Rina sama sekali tak mengenali Hasna meski telah beberapa kali menemaninya menemui Dokter Rian Rangga, seorang dokter psikologis.

Rian menyarankan agar Rina tak diperlihatkan benda-benda yang berhubungan dengan putrinya, karena ada kemungkinan dia akan menjadi histeris.

Maka dari itu, Dokter Rian dan asistennya ikut menunggu di ruangan khusus bila terjadi sesuatu, karena akan banyak hal yang menyinggung tentang kematian Nara.

Sidang dimulai, para hakim dan saksi datang. Semua orang berdiri menyambut. Seorang notulen bicara untuk membuka sidang.

Hari ini sidang untuk menyebutkan tuntutan jaksa penuntut pada terdakwa dan pembelaan dari jaksa pembela.

Frans menyebutkan tuntutan yang di tuduhkan pada terdakwa Bu Rina setelah menunjukkan bukti-bukti yang dia miliki.

"Bu Rina telah membunuh anaknya sendiri dikarenakan stress yang dialaminya selama mengandung hingga balita Nara berumur 4 tahun. Bu Rina harus di hukum atas perbuatannya melenyapkan anak kandungnya sendiri" ucap Frans.

"Silahkan pembela, untuk memberikan pembelaan dan bukti-bukti!" ucap Hakim Danuarta.

"Terima kasih yang mulia!" jawab Hasna.

"Bu Rina mengalami stress sesaat setelah kehilangan putrinya, balita Nara Rasyatama" ucap Hasna sambil membagikan hasil pemeriksaan dari Psikolog.

"Bu Rina melakukan semua kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial juga kegiatan kesehatan rutin balita Nara. Dalam setahun terakhir terdakwa tercatat melakukan pemeriksaan kesehatan balita Nara di sebuah rumah sakit swasta dibawah pengawasan Dr. Anak Stepanus Christian. Secara mental, terdakwa sehat dan terkendali dengan pemberian semangat dari tenaga perawat untuk merawat balita Nara dan berjuang tanpa lelah" jelas Hasna.

Wahyudin membulatkan matanya seolah terkejut dengan apa yang dia dengar. Bu Rina memiringkan kepalanya dan melihat wajah setiap orang yang bicara.

"Dari TKP, terdakwa terbukti waras dari kegiatan rutinnya menyiapkan hidangan untuk suami dan anaknya. Terdakwa bahkan sudah membuat nasi tim dengan sayur"

Hasna memperlihatkan foto-foto yang diambil saat kejadian. Beserta foto Bu Rina yang memeluk putrinya yang sudah terbujur kaku. Bu Rina bereaksi, dia berdiri melihat putrinya yang sudah menutup mata.

Perawat dan Dokter Rian bersiap untuk kemungkinan yang akan terjadi. Namun Hasna memberikan makanan ringan dari sakunya untuk Bu Rina, agar dia lebih tenang.

Hasna melanjutkan, beberapa saksi di hadirkan pada saat itu, para dokter, perawat juga tetangga yang mengetahui keadaan Bu Rina. Semuanya membela Bu Rina.

Lalu Pak Wahyudin berteriak.

"Lalu kenapa dia mengatakan kalau dia ngga sengaja bunuh Nara. Aku dan adikku mendengar sendiri ucapannya!"

Semua orang terkejut dengan reaksinya, mereka menatap wajahnya yang merah padam karena tak menyangka Hasna akan melakukan penyelidikan mendalam untuk keluarga sederhana seperti mereka.

Pak Wahyudin diperingatkan untuk tak berteriak dalam ruang sidang. Namun dia berjalan menuju kotak saksi dan bicara.

"Aku dengar wanita itu mengatakan membunuhnya. Namun...dia memang terlihat sudah sangat menyerah dengan keadaan putri kami karena sindrome rett yang dideritanya" ucapnya mengendalikan nada suaranya.

"Pak Wahyudin yang terhormat! Apa anda tahu istri anda melakukan cek rutin ke rumah sakit untuk balita Nara?" tanya Hasna.

Pak Wahyudin dengan percaya diri mengangguk namun tak bicara.

"Tidak, Anda tidak mengetahuinya. Anda bahkan tidak tahu makanan dan obat apa yang harus diberikan pada Nara setiap pagi, siang dan malam. Anda baru mengetahuinya hari ini dan itu pun dari ku!" ucap Hasna dengan tegas.

Pak Wahyudin hendak mengelak.

"Aku tahu...dia suka cerita! Tapi...karena aku sibuk mencari uang untuk biaya pengobatan jadi aku sering lupa pada kebiasaannya"

Hasna tersenyum menertawakannya. Frans mengajukan keberatan atas respon Hasna.

"Keberatan yang pak hakim, jaksa tidak berhak menertawakan jawaban saksi!" ucap Frans sambil menatap Hasna tajam.

Hasna melipat bibirnya ke dalam dan berusaha menahan mengendalikan kekesalannya.

"Jaksa pembela, diharapkan tidak bersikap subjektif" ucap hakim.

"Maaf pak Hakim!" ucap Hasna.

Dia mengambil berkas rincian biaya yang dikenakan pada pemeriksaan rutin juga pengobatan balita Nara.

"Balita Nara di obati dan melakukan pemeriksaan secara gratis atas bantuan pemerintah dan donasi dari para relawan kesehatan lembaga swasta Care Sindrome Indonesia. Tidak ada biaya yang Bu Rina atau Anda sebut dikeluarkan sendiri. Bahkan terdakwa mengantar balita Nara atas kebaikan Pak Harun saksi yang saya hadirkan tadi" jelas Hasna.

Pak Wahyudin diam karena sudah ketahuan bohong. Frans kesal manatapnya, dia merasa telah membela yang salah dan merasa akan kalah.

"Pak Wahyudin tercatat memang tak pernah terlihat buruk dimata tetangga dan kerabat. Namun dari pemeriksaan psikologi terdakwa, terdakwa punya trauma mendalam atas penyiksaan Pak Wahyudin atas kekesalannya terhadap nasib yang dialaminya, yang memiliki keturunan dengan penyakit sindrome rett"

Sekali lagi Hasna memberikan bukti rekaman pemeriksaan Bu Rina.

Terpopuler

Comments

Kaisar Tampan

Kaisar Tampan

mantap tor, jarang nemu cerita tentang pengacara, udah macam film syahruk khan aja.

2022-07-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!