2

Dalam video.

Mata Bu Rina menatap ke sebuah arah yang tak tentu. Bu Rina dengan wajah yang menyesal, takut, marah dan bimbang, perlahan bicara tentang semua hal yang dia lihat.

Pagi itu, sebelum dia mandi, dia kembali lagi ke kamar Nara untuk memastikan keadaan anaknya. Namun langkahnya terhenti saat melihat suaminya berdiri di dekat kasur dan hendak mencekik anaknya.

Dia hendak mencegah, namun dia teringat dengan perkataan seorang keluarga pasien rumah sakit yang sama tentang dirinya yang tak mungkin tahan dengan keadaan anaknya. Dia hanya menghabiskan waktu dan tenaga untuk memperjuangkan penyakit anak mereka.

Langkah bu Rina menjadi mundur dan dia menutup mata juga telinga saat suaminya mencekik Nara. Sengaja mesin air dia nyalakan agar tak mendengar suara tangis Nara yang kesakitan.

Air matanya mengalir, dia mencoba berusaha tegar dan kembali beraktifitas. Menahan rasa sakit dan penyesalan, memohon pada Tuhan mereka untuk diampuni karena membiarkan anaknya di sakiti.

Semua orang terkejut dengan pengakuan Bu Rina dari video tersebut. Bu Rina meneteskan air mata tanpa sedu sedan. Sementara Pak Wahyudin terlukai duduk di kotak saksi dengan tangan menggenggam.

Hasna menghela nafas.

"Mereka berdua adalah orang tua yang tidak bertanggung jawab. Melenyapkan anak mereka karena kekurangannya" ucap Hasna setelah video berakhir.

Dia berjalan ke kotak saksi dan duduk sambil berbisik pada Pak Wahyudin.

"Akan lebih baik jika kalian yang bunuh diri bukan?" ucap Hasna sambil menyeringai.

Pak Wahyudin tertunduk, matanya membulat. Dia teringat dengan kalimat itu. Perlahan dia mengangkat kepalanya untuk sekali lagi menatap Hasna yang membelakanginya berjalan menuju mejanya.

Hasna sengaja mengatakan kalimat itu dengan lugas meski berbisik. Dia membalaskan sakit hatinya pada Pak Wahyudin yang notabene adalah saudara jauhnya.

Pak Wahyudin pernah dimintai tolong untuk mencarikan solusi atas kemalangan yang menimpa Hasna. Namun Pak Wahyudin yang kala itu belum menikah, mengatakan hal yang menyakitkan dan menyarankan pada orang tua Hasna untuk bunuh diri.

Kasus perdana Hasna, Pak Wahyudin yang tak sengaja menjadi kasusnya. Balas dendam pertama yang dia lakukan. Selama Hakim menyatakan putusan hukuman untuk Pak Wahyudin dan Bu Rina, Hasna tersenyum mengejeknya. Pak Wahyudin menunduk malu tak berani manatapnya.

Dia baru ingat dan mengingat ingat nama Hasna. Wajah ibu dan ayahnya yang sedih karena memikirkan nasib Hasna terlihat jelas dalam benaknya. Dia juga menyesal karena telah menyarankan untuk bunuh diri pada mereka.

Pak Wahyudin di vonis hukuman seumur hidup karena mengaku telah merencanakan pembunuhan pada putrinya. Bu Rina divonis hukuman karena telah dianggap membantu pembunuh.

Sidang sudah selesai, tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang. Frans menatap Hasna yang sedang merapikan berkasnya ke tasnya. Hasna pun tak sengaja melihatnya yang sedang menatapnya.

Dia tersenyum dan menghampiri.

"Anda sedang tidak fokus pada kasus ini Pak. Kurasa liburan adalah solusi terbaik. Tempo hari, saya dengar Ibu mengeluh karena sudah lama tidak liburan" ucap Hasna.

Frans membulatkan matanya, ada perasaan aneh yang dia rasakan dari cara Hasna bicara. Dari yang dia katakan semuanya normal tapi cara menatap dan tersenyum seolah mengejek kesalahannya.

"Ya, terima kasih atas saran mu!" jawab Frans.

Dia pergi dan keluar dari ruang sidang. Sementara Hasna masih di sana, duduk di kursi tamu dan mengikuti sidang-sidang selanjutnya.

Seperti biasanya, mencatat semua kasus yang ada dan melihat cara bicara setiap pengacara yang "bertarung".

##

Malam sudah larut. Hasna masih merapikan berkas-berkas yang dia pelajari dari kasus-kasus yang ditangani seniornya. Seorang pria membuka pintu dan muncul sedikit mengeluarkan kepalanya saja, lalu menyapanya.

"Hei...aku lapar! Kita makan?" ajak Vino rekan pengacaranya.

Hasna menatapnya dan mengangkat dahinya.

"Oke, aku juga lapar. Sebentar!" jawabnya sambil menyimpan sebuah berkas ke lacinya lalu menguncinya.

Hasna berjalan menghampirinya, Vino tersenyum dan hendak mengaitkan tangan ke bahu Hasna, namun Hasna menjauh.

"Jangan pernah berpikir seperti itu!" ucap Hasna.

"Ayolah...kita kan teman!" jawab Vino.

"Benarkah?" tanya Hasna meragukannya.

Vino tersenyum dan mengusap kepala belakangnya sendiri.

"Ya....awalnya teman...lalu dekat...lebih dekat...dan akhirnya hubungan menjadi sesuatu yang dinamakan..."

"TE...MA....NNNNN!" ucap Hasna.

Mereka tertawa sambil berjalan hingga sampai di sebuah kedai kaki lima dekat kantor mereka. Keakraban mereka membuat suasana kedai yang sepi, terasa ramai. Beberapa orang yang lewat jadi mampir dan memesan makanan mendengar candaan mereka.

"Oh ya, apa kau tahu kasus yang sedang di tangani Mas Armand?" tanya Vino.

Hasna menggelengkan kepalanya.

"Tidak!"

"Hanya kasus penipuan sertifikat tanah dan rumah sih. Yang lucunya, kliennya adalah pria yang mempunyai julukan Juragan Garang. Hahahahahah!" ucap Vino lalu tertawa terbahak-bahak.

Hasna tertegun mendengar julukan itu. Namun setelah itu dia ikut tertawa.

"Dulu...saat aku masih suka main, aku pernah mendengar julukan di sebuah markas ojek pangkalan. Kau tahu masing-masing dari mereka mempunyai julukan tersendiri. Dan yang paling lucu adalah Gani Cipirit, katanya karena dulu setiap main dia hobinya cepirit sampe celananya basah. Hahahahah!" gelak tawa Hasna membuat semua orang menatapnya.

Vino terkejut dan diam sejenak, lalu ikut tertawa sesaat setelah menyadari arti Cipirit. Semua orang ikut tertawa.

Selesai makan, Vino mengambil dompet dari saku celananya. Hasna melarangnya.

"Hei...ngga....ngga usah. Aku aja yang bayar!" ucap Hasna.

"Apaan! Masa cowok ditraktir cewek!" jawab Vino dengan kekeh mengambil uang dari dompet nya.

"Oh ya sudah, tadi aku cuma basa basi kok! Lagi pula aku lagi nggak punya duit" ucap Hasna sambil berbalik.

Vino menelan ludah dan memasang wajah merasa tertipu dengan ucapannya. Beberapa orang yang mendengar tertawa dengan menutup mulut mereka. Vino melihat mereka yang tertawa lalu mendelik.

Mereka keluar dari kedai itu dan kembali berjalan ke arah kantor.

Vino mengambil motornya untuk dia gunakan pulang. Sementara Hasna hendak membawa mobilnya namun dia terlihat kebingungan mencari kunci mobilnya.

Vino dengan motornya menghampiri Hasna.

"Ayo aku antar pulang! Kamu pasti lupa naro kunci lagi" ajak Vino sambil memberikan helm untuknya.

Dia seolah mengerti kebiasaan buruk Hasna yang selalu lupa meletakkan kunci mobil. Dia juga mengambil kesempatan itu untuk selalu mengantar Hasna pulang.

Hasna tersenyum dan mengambil helm yang ditawarkan Vino lalu memakainya. Dia naik dan memegang pinggang Vino.

Vino hendak memutar handle gas motornya agar Hasna terpental dan bisa memeluknya, namun sebelum semua itu terjadi, Hasna memukul kepalanya dan mengancam.

"Kalo nge gas, aku batal traktir di hari ulang tahun mu!" ucap Hasna.

"Apa?" jawab Vino yang jelas mendengarnya.

Vino kesal dengan ancaman Hasna, jika dia tak mentraktirnya, berarti rencananya nembak Hasna akan gagal. Dia pun diam dan bersikap baik. Hasna tersenyum puas dibelakang karena merasa Vino menurutinya.

Hasna kembali ke rumahnya setelah di beri tumpangan Vino. Membuka kunci rumahnya dan meraba stop kontak lampu yang berada di dinding. Lampu menyala, ruang tengah yang kecil, yang hanya berisi sofa dan televisi yang menempel di dinding.

Rumahnya kosong, sama seperti hatinya. Meski tawa dilontarkan pada teman dan rekan kerja, namun ada kehampaan di dalam hatinya. Hasna masuk ke kamarnya, melempar tas kecilnya dan duduk di kursi menatap laptopnya di meja.

Dengan tangan kirinya, dia menyalakan laptop dan membuka sebuah file. Dia memilih sederet nama yang ada di sana. Satu nama WAHYUDIN, dia hapus dalam daftar itu. Lalu dia kembali mencari dengan mouse yang ada di tangan kanannya.

Terlihat sebuah nama dengan tanda kutip. "Juragan Garang". Mata Hasna membulat, dia melihat semua keterangan yang pernah dia dapatkan dan dia input dalam laptopnya. Alamat, nama istri dan anak hingga nama peliharaannya, Hasna mencatatnya dengan detil.

Kemudian, dia masuk ke sebuah akun dengan ilegal. Membajak akun organisasi lawyer milik kantornya dan mencari detil kasus yang sedang ditangani Armand seniornya.

Hasna tersenyum setelah mengkopi semua file yang dia dapat. Dia merasa berhasil untuk satu langkah yang akan dia ambil nantinya. Hasna kembali ke layar utama dan mematikan laptopnya.

Dia berdiri dan mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Dengan mandi dia merasa mendapat waktu luang untuk merenung dan memikirkan semua yang akan dia lakukan. Juga mengingat kembali semua rasa sakit yang dia dapat dari mereka yang berkata atau berbuat atau bahkan tak berbuat apapun untuknya.

Balas dendam adalah alasannya tetap hidup selama 10 tahun ini. Dia mematikan hati dan perasaannya untuk melakukan balas dendam bagi mereka.

Hasna mengusap kepalanya dengan kedua tangannya yang mana sebelah kiri terlihat bekas luka sayat yang cukup dalam. Hasna menghela dalam guyuran shower air hangatnya. Melepas penatnya untuk hari ini, mengumpulkan seluruh tenaga lagi untuk menjalani hari esok.

Terpopuler

Comments

we

we

alur cerita menarik beda dgn cerita cerita yg lain

2023-06-07

0

Kaisar Tampan

Kaisar Tampan

ceritanya Bagus, aku baru baca dua bab.
singgah juga ke novelku ya, simpanan brondong tampan. salam kenal.

2022-07-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!